BERTEMU KEMBALI

1623 Words
      Ve berjongkok untuk merapikan barang belanjaan nya yang jatuh berserakkan. Ia menggumam kan maaf dengan sangat menyesal.   Pria itu tertegun sejenak, namun kemudian ikut berjongkok untuk membantu. "Maka.... " ucapan Ve terhenti saat ia menoleh pada si pria yang membantu merapikan belajaan nya yang jatuh. Deg   Pria itu menatap dengan tatapan begitu menusuk dan juga mata berkaca. "Ve. Veranda " -----------------------------------------------------------------    Di sudut salah satu restoran yang ada di dalam sebuah pusat perbelanjaan. Sepasang anak manusia sedang duduk saling berhadapan. Suasana riuh ramai, seolah di rasa hening oleh keduan nya. Dua cangkir coffelate tergeletak di hadapan masing - masing.    Veranda, wanita anggun dengan kecantikan yang salalu mampu membius pria mana saja tanpa di sadari oleh nya. Dengan pakaian yang harganya bisa selangit itu tampak sangat cocok dengan tubuh sintal nya yang seperti bak seorang model ternama. Siapa pun pasti tidak akan menyangka kalau wanita cantik itu sudah berumur tiga lima ke atas.   Ia duduk dengan tegak, sikap angkuh dan tidak acuh. Tatapan datar dan wajah dingin ia tampil kan. Dengan kaki kanan di silangkan di atas kaki kiri. Dua tangan di lipat di d**a. Dengan punggung bersandar dengan angkuh. Sempurna.    Sedangkan di hadapan nya, duduk seorang pria yang mengenakan jaket hitam dan juga topi berwarna senada. Duduk dengan gelisah walau wanita di hadapan nya tidak melihat nya.   Ia hanya menatap penuh rindu dan juga penyesalan pada wanita di depan nya. Sosok pria itu adalah Keynal, mantan suami yang telah lama di kubur habis oleh Veranda. Seseorang yang tidak pernah lagi ia harapkan kemunculan nya.   Tapi, entah takdir apa yang akhir nya membuat dua sejoli yang pernah memiliki kenangan bersama itu, kembali di pertemukan pada saat yang tidak pernah terduga. "Apa kabar, kamu ?"   Akhir nya, Keynal membuka suara nya setelah hampir lima belas menit mereka berdua duduk dalam diam. "Baik " jawab Veranda, begitu tenang. Bahkan terdengar tidak sama sekali mengacuhkan nya.   Keynal terdiam sejenak, ia memperhatikan Ve yang sedang mengaduk minuman nya, lalu menyesap nya sedikit. Dan setelah itu, dengan berani ia membalas tatapan Keynal. "Gimana dengan kamu ?" Balas Ve, bertanya dengan nada datar. Bahkan tanpa ekspresi apapun. Justru, terlihat malas menanyakan hal itu.    Di hadapan nya, Keynal hanya menampilkan senyum tipis. "Anak - anak gimana, kabar nya ?" Bukan nya menjawab, ia malah kembali melempar pertanyaan pada Veranda.   Wanita di hadapan nya tidak langsung menjawab. Ia justru menampilkan senyum sinis nya. "Masih ingat ,? Aku fikir kamu sudah lupa kalau punya anak " sindiran Veranda, membuat Keynal tersenyum kecut. "Maaf " ucap Keynal, pelan. Bahkan pria yang wajah nya hampir tertutup topi hitam itu tidak lagi berani menatap Veranda.   Lagi,!   Veranda menyunggingkan senyum sinis nya memandangi Keynal. " sudah lah, aku muak dengan semua ini. " ujar Ve tiba - tiba. Membuat Keynal kembali menatap nya.   "Dengar! " ucap Veranda, dengan nada dingin dan penuh tekanan. " hidup kami sudah lebih bahagia, tanpa kamu. Jadi, tolong kamu jangan pernah berani muncul di depan anak - anak ku. " "Mereka juga anak - anak ku " jawab Keynal dengan pelan. Dan lirih. Ve tersenyum kecut. "Oya ? Lalu kemana kamu selama ini ? Empat belas tahun!!.  Kemana ?!" Ucap nya tertahan. "Setiap kali Shania menangis menanyakan di mana Papa nya ? Hm ? Di mana kamu? Saat Cio lahir? Saat Cio bertanya di mana Papa nya ?!" Lanjut Veranda lagi dengan amarah terpendam. "Bagi kami, kamu sudah mati! Jadi, jangan pernah berani muncul di depan kami lagi! Atau kamu akan menyesal seumur hidup kamu !!" Ucapnya lagi dengan amarah masih tertahan.   Dan kemudian ia beranjak dari kursi nya, pergi meninggalkan pria yang hanya bisa diam dan menatap kepergian nya dengan sesak tertahan. "Maaf kan aku, Veranda. " ***   "Kak, mau itu "   Shani menoleh malas pada Gracio yang memang sejak tadi terus menarik lengan nya dan meminta hal yang membuat Shani, harus mengelus dadanya untuk menyabarkan diri. "Kamu bukan bayi, Cio. Jangan minta aneh - aneh deh " keluh Shani, di lirik nya laki - laki di samping nya yang kini sedang cemberut. Membuat nya harus menghela napas kasar.   Ia menoleh pada arah yang tadi di tunjuk oleh Cio. Yaitu kolam yang di penuhi oleh bola - bola. Ia langsung memutar bola matanya dengan malas. "Kak.." "Diam lah, atau kita pulang!  Dan ini terkahir kita jalan " tegas nya. Membuat Cio bungkam.   Shani tersenyum kecil, ia mengusap kepala Cio yang sangat amat menggemaskan di saat menjadi sangat penurut padanya. "Mending, kita cari makan dulu. Setelah itu kita nonton. Ayo " ujar Shani. Dan detik itu juga, muka muram Cio berganti dengan muka cerah berbinar. Ia mengangguk dengan samangat. Lalu menggandeng tangan Shani, dan mengajak nya pergi. "Nonton, Star war ya " "Iya " *** "Kok belum pulang, Shan ?" Shania yang sedang duduk di kursi panjang yang ada di koridor lantai dua menoleh pada sumber suara. Seorang laki - laki mengenakan seragam putih abu - abu dengan kaca mata berdiri di samping nya. "Lala, minta di temenin nonton futsal " jawab nya dengan malas.   Cowok manis, dengan lesung pipi yang memabuatnya semakin tampan itu tersenyum padanya. "Terus, kok di sini? Kan, Futsal nya tanding di bawah " "Males " jawab nya cuek. Ia kemudian menyimpan ponsel dalam saku cardigan pink nya. Lalu menoleh sempurna pada cowok yang memiliki name tag Boby Bernardy. "Loe, masih ada rapat osis ?" Tanya Shania. Boby mengangguk dengan ragu. Itu membuat Shania mendengus pasrah. "Kenapa ?" Tanya Boby, heran melihat wajh Shania yang mendadak lesu. "Mau ngajak loe pulang bareng " jawab Shania, Boby tersenyum sambil menggeleng. Cowok itu kemudian beralih pada jam di pergelangan tangan kiri nya. "Rapat nya masih dua puluh menit lagi, mau gue temenin loe makan di kantin ?"   Shania menggeleng dengan lemah. Ia pun berdiri dari duduk nya. Menyampirkan tas nya ke bahu kiri. "Gue susul Lala sama Risma aja, ke bawah. " ujar Shania. Dan Boby mengangguk dengan tidak enak hati. Kalau saja ia tidak ada rapat penting sore ini, maka dengan senang hati ia akan mengantar sahabatnya,  Shania, pulang.    Dan Shania pun berlalu meninggalkan Boby yang masih menatap kepergian nya. Ia menuruni anak tangga, sambil mengirimkan sebuah chat pada teman nya. Bruk!!    Shania memejamkan kedua matanya dengan kuat - kuat. Emosi nya langsung naik, saat melihat ponsel kesayangan yang baru tiga hari ia pakai jatuh kelantai. "So.. sorry.. " ucap cowok, yang tidak sengaja menabrak nya. Ia langsung memungut ponsel Shania. "Loe... " baru aja Shania, hendak membentak laki - laki yang mengenakan seragam bola berwarna hijau stabilo dengan nomor punggung sepuluh. Tapi, mendadak Shania kehilangan suaran nya, ia malah menatap cowok di depan nya tanpa kedip. Apalagi, dengan wajah yang merasa bersalah dan tidak tau harus berbuat apa. "Maaf, ya. Saya gak sengaja. Tadi, lagi buru - buru banget. Sekali lagi maaf " ujarnya dengan penuh rasa bersalah pada Shania yang masih menatap nya.   Sedangkan Shania, masih memandangi cowok yang sangat asing di mata nya itu dengan tatapan yang sulit di baca. "Khalif "    Cowok itu menoleh ke sumber suara. Membuat Shania seolah tersadar. Dan ikut menoleh ke arah orang yang memanggil nama seseorang. Kembali Shania menoleh pada cowok di depan nya. "Sekali lagi, saya minta maaf ya. Kalau hp kamu rusak, kamu boleh tunggu aku, siap pertandingan. Aku bakal temui kamu, buat tanggung jawab. Maaf, aku buru - buru " ujar cowok itu, kemudian buru - buru pergi.    Shania memandangi kepergian cowok tampan di depan nya. Dan kemudian dengan tanpa sadar ia mulai menggumam kan dua suku kata yang baru di dengar nya. "Kha-lif " *** CITTTT   Sebuah mobil fortuner putih berhenti dengan tiba - tiba di depan rumah megah milik Veranda.   Daffa turun dari sisi kemudi dengan tergesa. Ia langsung melangkah cepat menuju rumah dan masuk tanpa permisi. "Ve.. Veranda " panggil nya dengan nada cemas dan khawatir.   Ia yang sedang melakukan meeting dengn client nya, harus dengan terpaksa menyelesai kan di tengah jalan. Saat Ve menelfon nya, dan menangis juga ketakutan. Maka tanpa bisa berfikir lagi ia langsung pamit dan pergi. "Ve " panggil nya, lagi. Ia melangkah menuju sebuah pintu putih yang tidak jauh dari tangga. Cklek    Mendorong pintu itu dengan tidak sabar. "Ve " panggil nya dengan masih cemas. "Daff " saut Veranda, wanita itu langsung berlari dan menubruk tubuh pria gagah itu. Memeluk nya seerat mungkin. "Hiks.. hiks.. " "Kamu kenapa ? Bilang sama aku , ada yang nyakitin kamu ?" Tanya Daffa dengan nada lembut dan cemas. Ia mengusap rambit panjang Veranda yang terurai. "Daf.. hiks.. hiks.. dia.. hiks.. aku.. ketemu dia. Hiks.  " ujar Ve di sela isakkan nya.   Daffa, menarik pelukkan nya, menatap Veranda dengan cemas. "Siapa ,? Siapa yang buat kamu kayak gini ?"   Ve tidak langsung menjawab, isakkan nya masih terdengar. Ia menatap mata Daffa memohon perlindungan. "Key... Nal " Deg   Jantung nya seolah berhenti saat itu juga. Ia menatap Veranda seolah tidak percaya. Muka nya menegang sempurna. "Kau bi..lang siapa ?" ***     Shani tersenyum puas, saat keluar bioskop dan melihat muka Cio yang begitu bahagia. "Kita pulang ya ?" Ucap Shania pada Cio. Laki - laki itu mengangguk. "Iya, ayo. " ajak Cio, ia menggenggam tangan Shani dengan hangat. Membuat Shani tersenyum, ia membalas genggaman tangan laki - laki di samping nya. Entah sejak kapan, ia mulai sangat menyukai genggaman tangan laki - laki itu di tangan nya. "Kenapa ?" Tanya Shani, heran karena tiba - tiba Cio menghentikan langkah nya tepat di lobby mall. "Cio " panggil Shani, karena Cio seolah tidak mendengar nya. "Cio " dan akhir nya Cio menoleh padanya. Dengan tatapan yang sulit di artikan. "Kak, kakak bisa pulang sendiri ? Cio masih ada sesuatu yang harus di kerjakan " ujar Cio dengan gelisah. Itu, membuat Shani menatap curiga. Lalu, ia mengitari ke sekitar. Dan kembali pada Cio. "Ada apa Cio ?" Tanya Shani, Cio diam, ia tidak bisa menjawab. "Kakak, pulang aja duluan. Aku harus pergi. Maaf " ujar Cio, kemudian ia langsung melangkah pergi. "Cio " panggilan Shani tidak di gubris Cio, anak itu semakin berlari menjauh. Dan menyetop sebuah taksi. Membuat Shani, dengan buru - buru menuju parkiran dan mengambil mobil nya. "Gak, ini gak mungkin ". TBC.        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD