"apa... mama... " Gracio tampak ragu untuk bertanya. Karena ia tidak pernah menanykan hal ini selama ini pada Mamanya.
"Pernah merindukan papa ?"
Ve tersentak akan pertanyaan yang tidak pernah di sangkanya.
Lalu ia kembali merasa hati nya seperti di jepit begitu kuat. Hingga membuat nya kesulitan bernafas.
"Ma.."
"Udah malam, mending kamu tidur. Besok sekolah kan ?"
"Jawab dulu, Cio cuma mau tau aja " sela Gracio kekeh.
"Mama ke kamar dulu " Ve langsung beranjak dari kursi nya.
-------------------------------
Cklek
Begitu pintu di tutup, Veranda langsung menyandarkan punggung nya di belakang pintu. Memejamkan mata untuk menekan perasaan sakit yang tiba - tiba muncul.
Ia tidak bisa menyalahkan Gracio. Tidak bisa.
Karena anak nya tidak tau menau. Yang ia tau bahwa, Ayah nya telah tiada.
Ve sendiri yang mengatakan itu saat Gracio bertanya ketika laki - laki itu masih berumur empat tahun.
Jadi, ia tidak bisa menyalahkan Gracio atas rasa sakit yang seolah kembali menggerogotinya.
Veranda luruh ke lantai, tangisan pilu nya terdengar menyedihkan. Air mata mengalir begitu saja. Ia seolah kembali di tampar oleh masa lalu yang sangat menyakitkan.
Sebuah penghianatan yang sangat menyakitkan.
Yang tidak pernah bisa ia lupakan.
"Maafin Mama.. cio.. hiks.. hiks.. " gumamnya pelan dalam tangis nya. Ia masih ingat dengan jelas, bagaimana penghianatan yang di lakukan oleh mantan suami nya.
Begitu menyayat hati.
Pria yang telah ia perjuangkan dengan segenap jiwa. Pria yang ia bela dengan mempertaruhkan keluarga yang sangat di cintai nya. Hanya demi Pria itu ia berani menghianati kedua orang tua yang sangat mencintai nya.
Kini, ia seolah mendapat kan karma nya. Ia di hianati oleh Pria itu.
Pria yang telah ia serahkan semua dengan suka rela. Baik cinta dan jiwa nya.
Tapi, kecewa yang ia dapat pada akhir nya.
Ya, mungkin itu lah karma untuk nya.
×××
Pagi ini Gracio menghampiri ibu nya dengan muka bersalah.
Dengan takut - takut ia berdiri di depan sang Mama yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
Melihat tingkah Gracio membuat Shania heran.
"Ma " panggil Gracio dengan nada suara paling rendah.
Veranda menoleh padanya, lengkap dengan senyum lembut dari sosok seorang ibu.
"Cio minta maaf "
Veranda tersenyum, ia mengusap pipi anak nya dengan lembut.
"Gapapa, kok. Cio gak salah " jawab Veranda dengan lembut.
Gracio menatap ibu nya dengan lekat. Ia tau kalau ibu nya menangis semalaman. Itu terlihat dari mata bengap nya. Walau sang Mama berusaha menutupi dengan make up dan juga mengenakan kaca mata transparan. Tapi, ia tau kalau sang Mama sedih akan pertanyaan nya semalam.
"Ayo sarapan, nanti telat lho " ucap Veranda menyuruh Gracio duduk.
Laki - laki ABG itu menurut. Ia duduk di samping sang Mama. Dan mulai menikmati makanan yang di buatkan oleh sang Mama setiap pagi nya.
×××
"Pesan apa, pak ?" Tanya seorang pria tua pada Keynal yang duduk dengan tatapan memantau pada gerbang sekolah di seberang jalan.
"Kopi " jawab nya dengan singkat.
"Itu saja ?" Tanya Pria itu. Keynal hanya mengangguk.
Pria tua itu pun berlalu, Keynal kembali memusatkan perhatian pada gerbang sekolah elit dan juga meliki pamor yang luar biasa.
Tapi, bukan itu yang ia amati. Melainkan sebuah mobil yang baru saja berhenti di depan gerbang.
Deg
Keynal masih bisa merasakan jantung nya berdetak cepat. Ketika dua orang keluar dari dalam mobil tersebut.
Dua orang itu adalah Shania dan Gracio. Mata Keynal langsung berkaca - kaca. Namun, sebisa mungkin ia menahan nya.
Entah kontak batin atau kebetulan, Gracio menoleh padanya. Membuat Keynal reflek menunduk. Dan otomatis muka nya langsung tertutup dengan topi hitam yang di kenakan oleh nya.
"Ini pak " ucap Pria tua yang berdiri di hadapan nya. Membuat pandan nya pada dua anak nya tertutup.
Keynal hanya mengangguk, dan pria itu pun pergi. Tapi, baik dua anak nya atau mobil yang mengantar telah pergi.
Keynal tersenyum tipis, ia pun memilih menikmati kopi hitam nya pagi ini.
×××
Dugh
"Aw.. " ringis Gracio ketika kening nya seperti menabrak sesuatu.
"Makanya kalau jalan jangan ngelamun " celetuk Shania. Ia mendelik pada adik nya yang sedang mengusap kening nya akibat batu saja menabrak nya dengan tidak sengaja.
"Maaf " ucap Gracio dengan masih meringis.
Shania mencibir ucapan adik nya. Lalu berlalu menuju gedung SMA. Gracio hanya menghela napas berat nya.
Namun pandangan nya beralih pada mobil merah yang baru saja melewati nya dan terpakir di parkiran mobil khusus murid. Senyum nya mengembang seketika.
Ia langsung melangkah cepat menghampiri mobil tersebut.
"Pagi, Kakak ku sayang " sapa Gracio dengan semangat 48, saat Shani baru saja keluar dari sisi kemudi.
"Pagi " jawab Shani dengan senyuman ramah dan lembut.
Gadis cantik itu menatap sekitar, para siswa berlalu lalang memasuki gedung sekolah. Ia kembali menatap pada Gracio.
"Nanti, Pulang jalan yuk " ajak Shani pada Gracio.
Laki - lako itu langsung mengangguk dengan semangat. Membuat Shani kembali melebarkan senyum manis nya.
Dengan perhatian ia mengusap kepala Gracio.
"Yaudah, gih masuk. Belajar yang rajin. Nanti aku tunggu di kantin. Ya "
"Oke " jawab Gracio dengan senyuman yang begitu manis. Apalagi saat memperlihatkan gigi ginsul nya. Membuat Shani tidak kuasa menahan gemas nya. "Aku masuk dulu ya, kak. Kamu juga semangat belajar ya. Sampai ketemu nanti pulang. Dahh.. "
Shani mengangguk, ia pun membiarkan Gracio berlari menuju gedung SMP. Ia masih dengan senyum manis nya menatap kepergian Gracio.
"Pagi - pagi udah pacaran sama Bronis nya " seruan itu membuat Shani menoleh pada sisi penumpang.
Ia tersenyum malu, karena Gracio ia sampai melupakan Anin, yang menumpang mobil nya pagi ini.
"Apa sih, gue sama Gracio cuma temenan " jawab Shani sambil berlalu pergi.
"Oya ,? Teman rasa pacar maksud nya ?"
"Nin, jangan mulai deh. Gracio masih kecil ya "
"Masih kecil aja loe udah cinta, gimana dia udah gede ?" Shani tidak lagi menanggapi ucapan sahabat nya. Ia memilih berjalan menuju kelas nya.
Membalas beberapa sapaan dari teman atau senior yang ia temui di lobby atau koridor.
×××
"Loe punya mata, gak hah ?!" Bentak Shania pada seorang adik kelas yang tidak sengaja menabrak nya tadi.
Semua siswa di koridor lantai satu kini menatap mereka.
Tentu dengan tatapan yang beragam. Ada yang biasa aja, ada juga yang iba.
"Kalau punya mata di pake,!. Loe gak liat orang segede gini ? Hm ? !"
"Ma.. maaf kak " cicit siswi itu dengan takut.
"Maaf maaf.. mata udah empat masih kurang ?" Ketus nya.
Baju nya sedikit basah karena ketumpahan air yang di bawa oleh, Aya. Siswi yang tidak sengaja menabrak nya saat ia akan berbelok menuju kantin.
"Ck.. kali ini loe selamat ya, tapi enggak besok " ucap Shania dengan kesal. Ia pun kemudian langsung berlalu menuju kantin bersama dua teman nya.
Beberapa siswi menghampiri Aya, sekedar bertanya dan menyabarkan nya.
Seorang Shania junianatha emang terkenal dengan ke sombongan dan juga ke ketusan nya.
Dengan paras cantik dan badan bak model membuat nya banyak di idam kan oleh laki - laki. Tapi, Shania sama sekali tidak tertarik.
Dari sekian banyak cowok yang mendekati nya, hanya si ketua osis lah yang berhasil meluluhkan hati seorang Shania. Yaitu, Boby.
×××
Butik Veranda hari ini sedang ramai oleh pengunjung. Dan itu membuat Ve harus mengambil alih sendiri untuk melayani para pembeli.
Di tengah kesibukkan nya yang sedang menjelaskan tentang hasil karya nya. Ve sempat menangkap sosok yang tidak asing bagi nya. Yang juga menjadi salah satu pelanggan nya hari ini.
Tapi, ia mencoba mengacuhkan nya. Dan juga menenangkan hati nya sendiri.
Di sudut sana, seorang wanita cantik yang mungkin seumuran dengan nya sedang melihat - lihat gaun yang terpajang.
"Makasih, mbak " ucap Ve pada tamu yang sejak tadi ia layani.
Ve kembali ke ruangan nya, mendadak ia kehilangan oksigen kala ia melihat wanita itu lagi.
Kembali kejadian penghianatan 14 tahun silam membayangi nya.
Ia masih sangat bagaimana ia memergoki Keynal berada di dalam salah satu kamar hotel bersama seorang wanita, yang tidak lain adalah temanya sendiri, Yona.
Dan kini tiba - tiba wanita itu kembali muncul setelah 14 tahun. Membuat fikiran nya kacau dan juga mengembalikan kisah pahit dalam hidup nya.
×××
Veranda sore ini memilih untuk menenangkan diri dengan menjelajahi pusat perbelanjaan.
Mencoba membuang kenangan pahit yang pernah ia telan.
Dengan sebuah es krim di tangan, Ve melihat - lihat semua toko yang ia lewati. Memasuki nya dan keluar dengan membawa tas belanjaan.
Ia juga mengunjungi bioskop, dan menonton sebuah film. Ia melakukan itu seorang diri. Ia sedang mencoba melupakan bayangan Yona yang tadi siang muncul di butik nya.
Hingga entah takdir apa yang sedang memain kan nya.
Ia tidak sengaja menabrak seorang pria yang berjalan berlawanan arah dengan nya.
"Maaf, maaf mas " ucap Ve kala ia tidak sengaja menabrak.
Ve berjongkok untuk merapikan barang belanjaan nya yang jatuh berserakkan. Ia menggumam kan maaf dengan sangat menyesal.
Pria itu tertegun sejenak, namun kemudian ikut berjongkok untuk membantu.
"Maka.... " ucapan Ve terhenti saat ia menoleh pada si pria yang membantu merapikan belajaan nya yang jatuh.
Deg
Pria itu menatap dengan tatapan begitu menusuk dan juga mata berkaca.
"Ve. Veranda "
Tbc.
Btw, aku bakal bikin ff ini dengan alur maju mundur ya.
Dan setelah chap ini, langsung alur mundur.
Jadi, biar nanti kedepan nya kalian gak bingung. Hehe