9. Di luar dugaan

1330 Words
"Ah... sepertinya hanya rumor saja, Dok. Saya rasa rumor yang saya dengan mungkin hanya cerita salah paham saja." Khavi meringis. Suster Ani pasti tidak enak hati menyampaikan rumor mengenai rekan kerjanya sendiri terlebih suster Ani yang selama ini menemani Febby selama wanita itu melakukan praktek. Khavi yakin wanita itu tidak akan buka suara sehingga Khavi mengangguk maklum. "Ya... mungkin memang hanya cerita salah paham saja. Kadang apa yang kita lihat tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi karena kita tidak berada di tempat kejadian. Suster Ani tidak mendengar percakapan Dokter Febby dan tunangannya jadi bisa saja di dalam ruangan tidak seperti yang terlihat." Suster Ani menganggukkan kepalanya. "Dokter benar." Suster Ani pun berdiri dari posisi duduknya, "Saya pulang dulu, Dok. Sepertinya saya menjenguk Dokter Febby besok saja." Khavi mengangguk dan membiarkan suster Ani pamit meninggalkan nurse station. Percakapannya dengan suster Ani hanya berlangsung singkat namun suster Ani berhasil membangkitkan rasa penasaran dalam diri Khavi. Khavi ingin tau rumor apa yang beredar di rumah sakit mengenai Febby dan dari siapa Khavi bisa mendapatkan jawaban itu. "Maaf, permisi. Saya dari kamar 8208. Saya mau info kalau infus pasien atas nama Febby habis. Saya sudah pencet bel untuk panggil suster sepertinya belnya tidak berfungsi." Khavi mengangkat pandangannya menatap seorang pria yang sedang berbicara dengan suster jaga yang sedang bertugas. Khavi memperhatikan pria yang kemungkinan besar adalah tunangan Febby itu. Pria itu sangat ramah dan sopan berbicara dengan suster yang sedang berjaga dan otak pintar Khavi dengan cepat menghasilkan sebuah ide. Khavi beranjak menyusul suster yang berjaga dan masuk ke dalam ruangan menghampiri suster yang sedang memeriksa Febby. "Apa terjadi sesuatu suster?" Suster yang sedang memeriksa infus Febby pun spontan melihat ke arah Khavi, "Oh, tidak ada, Dok. Hanya perlu ganti cairan infus karena sudah habis." Khavi mengangguk dan menatap ke arah pria yang kini sedang menatap dirinya, "Ah, saya minta maaf atas ketidaksopanan saya... Perkenalkan saya Dokter Khavi, saya tadi sedang visite dan saya dengar terjadi sesuatu jadi saya mampir ke sini." "Ah, ya. terima kasih atas perhatiannya Dokter Khavi." Pria yang menjaga Febby menjawab dengan ramah. Khavi bersikap profesional. Pria itu mengundurkan diri bersamaan dengan suster yang sudah selesai mengganti kantung infus milik Febby. Wanita itu ternyata sudah demam selama dua hari dan wanita itu mengabaikan demam yang ia rasakan karena wanita itu merasa dirinya masih baik-baik saja. Benar-benar ceroboh. Pasca bertemu dengan Kenzo. Khavi menilai Kenzo adalah pria yang sopan dan cukup baik. Jelas Khavi merasa ada yang aneh. Keanehan yang ia rasakan menimbulkan rasa penasaran. Khavi merasa ada yang tidak beres. Cerita Cindy, perubahan Febby, rumor yang beredar tentang Febby dan tunangannya. Semua seperti teka-teki yang ingin Khavi selesaikan. Apa yang sudah terjadi? *** "Lho, Mas Aldric. Mas ada janji sama Mas Khavi?" Launa yang baru sampai di rumah kaget melihat keberadaan Aldric di rumahnya bersama dengan kedua orang tuanya. Aldric sudah berteman sangat lama dengan Khavi sehingga keberadaan Aldric di rumah keluarga Lukman dan Emily bukan sebuah hal yang aneh sebenarnya. "Iya, Udah lama enggak ketemu Om dan Tante jadi Mas mampir. Kamu kok baru pulang?" Launa memasang ekspresi datar mendengar pertanyaan terakhir yang keluar dari mulut pria yang dekat dengan kakak laki-lakinya itu. "Amnesia apa gimana? Tadi kan pas meeting Mas yang bilang suru periksa ulang ya aku sama Aaron cek dulu." "Aaron itu karyawan baru, Na? Kok Papa baru denger namanya?" Lukman dengan cepat bertanya mendengar nama baru yang terdengar asing di telinganya. Lukman masuk dalam komite perkumpulan papa posesif. Keposesifannya bersifat akut terlebih saat ada pria yang mendekati putri kesayangannya. "Jangan mulai ya, Mas. Anak mama bisa jomblo terus kalo kamu posesif begitu." Emily memperingatkan suaminya. Launa menggelengkan kepalanya mendengar percakapan kedua orang tuanya. Wanita itu melangkahkan kakinya menuju tangga namun sebelum menaiki anak tangga pertama, Launa menoleh menatap papa kesayangannya, "Pa, nanti Rafael mau datang kasih oleh-oleh buat Una. Jadi jangan bersikap aneh-aneh. Kalau Rafael mundur nanti Una beneran bisa lama jomblonya kayak yang mama bilang." Emily mengulum senyum sementara Lukman merotasi bola matanya kemudian melihat Aldric. Aldric sendiri hanya terkekeh mendengar interaksi keluarga itu dan tidak lama kemudian Khavi pulang dan Aldric pun mengikuti Khavi ke kamarnya. Seperti yang sudah-sudah Khavi dan Aldric lebih sering berduaan di kamar karena di kamar Khavi ada game console yang sering keduanya mainkan bersama di waktu luang mereka. "Kemarin si Rafael enggak jadi dateng kasih oleh-oleh?" Khavi yang mau masuk ke kamar mandi pun menghentikan langkahnya, "Enggak tau. Emangnya kenapa?" Aldric berdecak sambil menyalakan game console dalam kamar Khavi. "Biasanya elo kepo soal si Una. Ini tumben banget enggak tau." Khavi mendengus. "Kemarin pulang gue langsung tidur, Al. Mana gue tau si Rafael-Rafael itu jadi mampir enggak. Lagi pula cuma mampir kalo main beda cerita." Aldric hanya diam tidak menanggapi ucapan Khavi dan Khavi sendiri merasa percakapan itu hanya angin lalu sehingga Khavi kembali melanjutkan kegiatannya dengan mandi tanpa pria itu sadari keterdiaman Aldric memiliki arti yang lain. "Wah... Terima kasih sudah datang dan bawa oleh-oleh buat Launa ya Rafael..." Emily berucap dengan nada ramah khasnya. Rafael yang duduk di sebelah Luna pun mengangguki ucapan wanita paruh baya yang menerima kehadirannya dengan hangat itu. Rafael menatap Luna sesaat sebelum kembali menatap kedua orang tua Luna yang duduk dihadapannya saat ini, "Terima kasih juga sudah mengizinkan saya datang dan berkenalan dengan Om dan Tante." Rafael menoleh menatap Luna sesaat sebelum kembali menatap pasangan paruh baya yang masih duduk dihadapannya, "Saya kesini untuk berkenalan dengan Om dan Tante sekalian saya mau minta izin. Saya menyukai Launa. Boleh saya mendekati putri Om dan Tante?" Sementara itu di lantai dua, ada dua orang pria dewasa yang spontan menghentikan langkah mereka karena mendengarkan ucapan Rafael barusan. Kedua pria itu adalah Khavi dan Aldric. Keduanya hendak bergabung kembali dengan kedua orang tua Khavi setelah Khavi selesai mandi tapi siapa sangka ketika mereka hendak turun keduanya malah mendengar ucapan Rafael. Rafael ternyata sudah sampai di rumah ketika Khavi mandi. Rafael menatap kedua orang tua Launa dengan tatapan serius untuk menyampaikan maksud hatinya. "Saya benar-benar serius ingin mendekati Launa dan saya ingin mendekati Launa dengan cara yang benar. Maka dari itu saya datang dan meminta izin Om dan Tante. Bolehkah saya mendekati Launa?" *** Khavi meninggalkan pesan pada suster jaga rawat inap dan suster jaga itu melakukan apa yang Khavi minta. Sebuah pesan masuk ke ponsel Khavi dan tanpa membuang waktu Khavi langsung mengganti pakaiannya dan pria itu pun pergi meninggalkan rumah. Tidak peduli waktu menunjukan hampir tengah malam namun membaca pesan yang masuk ke ponselnya, Khavi pun langsung bergegas. Malam, Dok. Dok, saya mau kasih kabar kalau Dokter Febby sendirian di kamar rawat inapnya. Tidak ada yang aneh dengan kepergian Khavi di tengah malam. Keluarganya sudah paham terkadang dokter meninggalkan kegiatannya untuk pergi dengan segera karena pasien membutuhkan dirinya dengan segera. Namun sepanjang perjalanan menuju rumah sakit kepala Khavi dipenuhi berbagai pertanyaan. Bagaimana bisa tunangan Febby meninggalkan Febby yang sedang sakit seorang diri? "Saya lihat sendiri tadi tunangan Dokter Febby marah-marah..." Ucapan Suster Ani kembali muncul di benak Khavi dan dugaannya pun benar-benar terjadi. Tunangan Febby meninggalkan Febby. Berbagai asumsi muncul di kepala Khavi. Ada berbagai kemungkinan namun tidak ada kemungkinan yang pasti sampai Khavi mendengar sendiri alasannya dari mulut Febby. Khavi penasaran dan rasa penasarannya tanpa sadar menarik Khavi untuk mendekati Febby. Wanita yang dulu mati-matian ia jauhi. Perlahan Khavi membuka pintu rawat inap yang ditempati oleh Febby. Kamar rawat inap yang ditempati Febby remang dan hening. Sepertinya Febby sudah terlelap. Wanita itu tidur dengan lampu dimatikan namun masih ada satu lampu yang berada di dekat pintu yang menyala sehingga kamar itu tidak gelap sepenuhnya. Perlahan tapi pasti Khavi melangkahkan kakinya mendekati ranjang rawat inap dimana Febby berada. Benar saja wanita itu sudah terlelap. Matanya tertutup sempurna dan nafasnya teratur layaknya orang tidur. Namun ada keringat membasahi dahi Febby yang jelas terlihat dan Khavi spontan mengambil tisue lalu dengan hati-hati mengelap keringat Febby dengan tissue yang ia ambil. Khavi berusaha tidak menganggu tidur Febby. Namun ketika Khavi selesai mengelap keringat di dahi Febby tiba-tiba mata wanita itu terbuka. "Apa yang sedang anda lakukan disini?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD