Chapter 2 - Aku Akan Memilikimu

1951 Words
Ucapan seorang Alberto Romano masih terngiang-ngiang dengan jelas dalam benak Elena. ‘Kamu akan ikut dan tinggal bersama denganku setelah ini, Elena sayang ..,’ ucap Alberto padanya belum lama tadi. Elena langsung menggeleng seraya tersenyum kecut, “Tidak, ini tidak mungkin terjadi ..” Elena beralih menatap wajah renta ibunya dengan raut wajahnya yang terlihat amat emosi, “Ibu, ini tidak benar kan? Apa yang baru saja dikatakan laki-laki kurang ajar ini tidak benar, kan?!” “Elena ..,” lirih Kyra, ibu kandung Elena. “Jawab aku, bu!” bentak Elena kesal. Gerald, ayah kandung Elena, akhirnya angkat bicara, “Elena, maafkan kami .. Kami benar-benar tidak memiliki pilihan lain saat itu, Elena ..” Gerald lanjut bicara seraya menatap wajah cantik putrinya dengan tatapan nanarnya, “Awalnya kami kira perjanjian itu hanya akal-akalan Mister Alberto saja .. Kami sama sekali tidak menyangka kalau Mister Alberto benar-benar akan kembali dan tega melakukan ini semua padamu, Elena ..” Elena tersenyum miris, “Aku masih tidak menyangka, bagaimana bisa orangtuaku sendiri menjual diriku? Menjadikan darah dagingnya sendiri jaminan untuk membayar semua hutang-hutangnya?” Tanpa diduga-duga, ayah dan ibu Elena langsung berlutut tepat di hadapan Elena sambil terus memohon-mohon dan memegangi kedua kaki Elena. “Elena, maafkan kami .. Maafkan kami yang tak pernah bisa menjadi orangtua yang baik untukmu ..,” lirih ibu kandung Elena. Elena langsung memegangi pundak orangtuanya, memintanya untuk bangkit berdiri. “Tidak! Jangan seperti ini ayah, ibu .. Kumohon ..,” lirih Elena yang merasa amat iba dan tak enak hati. “Ayah bersedia melakukan apapun asalkan bisa membahagiakanmu, Elena. Sungguh ..,” lirih ayah kandung Elena seraya menatapi wajah cantik putrinya dengan tatapan nanarnya. Elena ikut berlutut dan beralih memeluk erat tubuh renta kedua orangtuanya setelahnya. “Aku akan selalu memaafkan ayah dan ibu, tak peduli sebenci dan sekecewa apapun diriku .. Aku sangat menyanyangi ayah dan ibu, hanya kalian yang aku miliki di dunia ini ..,” ucapnya nanar. Alberto Romano, yang daritadi hanya terdiam sambil terus menatapi Elena dan orangtuanya, akhirnya angkat bicara. “Well, well,” ucapnya seraya menyeringai lebar bak seekor serigala. Alberto beranjak berlutut tepat di samping Elena seraya menangkupkan wajah cantiknya dengan satu tangannya, “Jadi? Bagaimana dengan perjanjian yang sudah disepakati orangtuamu, hm? Hutang tetaplah hutang, Elena. Kamu harus tetap membayarnya, tak peduli apapun yang terjadi.” Elena langsung menepis tangan Alberto dari wajahnya dengan kasar. “Beri aku waktu lagi. Aku berjanji akan segera melunasi semua uang yang pernah dipinjam ayah dan ibuku, berikut semua bunganya,” ucapnya dingin. Alberto langsung menggeleng. “Tidak akan semudah itu, Elena Arendea. Tidak ada pilihan lain, kamu harus tetap ikut denganku,” ucapnya seraya menatap Elena dengan raut wajahnya yang terlihat amat intens nan serius. Karena terlalu terbawa emosi, akhirnya Elena menampar pipi mulus Alberto, lagi, untuk yang ketiga kalinya. “Dasar laki-laki sialan! Aku tidak akan pernah ikut apalagi tinggal satu atap denganmu! Kamu pikir siapa dirimu, hah?! Lebih baik aku tinggal di bawah kolong jembatan daripada harus tinggal bersama dengan laki-laki sekejam dan searogan dirimu!” bentaknya dengan raut wajah cantiknya yang terlihat amat berapi-api. Alberto tersenyum miring. “Aku bersumpah akan membuatmu menyesali semua ucapanmu, Elena. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, ingat itu,” ucapnya seraya menatap Elena tajam. “Aku tidak peduli! Aku sama sekali tidak takut padamu atau dengan anak-anak buahmu yang sama bodohnya dengan dirimu ini!” bentak Elena lagi. Elena beranjak bangkit berdiri dan membuka pintu rumahnya lebar-lebar setelahnya, “Pergi dari rumahku sekarang juga!” Alberto Romano beserta beberapa orang anak buahnya yang wajahnya terlihat amat garang itu akhrinya angkat kaki dari rumah Elena. “Aku akan memilikimu, tak peduli apapun yang terjadi, Elena. Camkan itu,” ucap Alberto serius sebelum akhirnya angkat kaki dari rumah Elena. “Dasar laki-laki sinting!” bentak Elena lagi. Elena lanjut bicara pada kedua orangtuanya setelahnya, “Ayah, ibu, kalian tidak apa-apa, kan?” “Kami baik-baik saja, Elena. Kamu tidak usah khawatir,” ucap ayah kandung Elena seraya tersenyum haru dan mengangguk perlahan. “Maafkan ayah dan ibu, Elena ..,” lirih ibu kandung Elena lagi. Elena menatap wajah renta ayah dan ibunya dengan tatapannya yang terlihat amat iba. “Aku sudah memaafkan ayah dan ibu .. Rasa kekecewaanku mungkin tak seberapa jika dibandingkan dengan pengorbanan yang sudah ayah dan ibu lakukan untuk merawatku hingga aku sebesar ini ..,” lirihnya. Ibu kandung Elena langsung tersenyum haru, “Elena ..” Elena tersenyum manis, “Ayo makan, aku sempat membelikan ayah dan ibu makanan tadi sebelum aku pulang ke rumah.” Hati Gerald dan Kyra seketika langsung terenyuh. Oh, bahkan Elena masih bersedia membantu ayahnya berdiri, dan mengajak kedua orangtuanya makan bersama—bahkan setelah dirinya mengetahui semua yang sudah terjadi. “Makanannya sudah dingin ya?” ucap Elena khawatir pada ayah dan ibunya. Ibu kandung Elena langsung menggeleng. “Tidak apa-apa, Elena. Makanannya masih terasa enak kok,” ucapnya seraya tersenyum ramah. Bukannya lanjut memakan makanannya, setelahnya, Elena hanya terdiam sejenak untuk berpikir. “Permisi sebentar, aku mau menelepon seseorang dulu. Ayah dan ibu lanjut makan saja,” ucapnya sebelum akhirnya bangkit berdiri dari kursi ruang makannya dan meninggalkan ayah dan ibunya sejenak. Elena beranjak menelepon Nathan Gauthier, kekasih hatinya, setelahnya. Untungnya lelaki tampan keturunan setengah Perancis itu menjawab panggilannya tak sampai lima menit kemudian. “Ada apa, Elena?” tanya Nathan penasaran. “Aku butuh bantuanmu sekarang juga, Nathan,” jawab Elena serius. ***** Waktu menunjukkan hampir pukul sepuluh pagi saat Elena bertemu dengan Nathan, kekasih hatinya. “Nathan ..,” lirih Elena seraya memeluk erat tubuh Nathan, seolah-olah sudah belasan tahun dirinya tak berjumpa dengan kekasih hatinya itu. Nathan melepas pelukan Elena lalu beralih menatap wajah cantiknya dengan raut yang terlihat amat khawatir. “Ada apa, Elena? Siapa yang sudah membuatmu menangis seperti ini?” ucapnya seraya mengusap pipi mulus Elena dengan ibu jarinya. Elena menatap Nathan nanar, “Orangtuaku .. orangtuaku terlilit hutang oleh seorang lintah darat ..” Dahi mulus Nathan langsung mengkerut, “Benarkah?” Elena mengangguk perlahan, “Iya, dan yang paling parah ..” “Apa?” ucap Nathan yang terlihat semakin penasaran. Nathan lanjut bicara, “Ceritakan semuanya padaku, Elena. Kamu bisa mempercayaiku.” Bukannya menjawab, Elena hanya terdiam membatu seraya terus memperhatikan wajah tampan kekasih hatinya. Melihat Elena yang nampaknya tak kunjung angkat bicara, akhirnya Nathan beranjak menangkupkan wajah cantik Elena dengan kedua tangannya lalu mencium bibirnya sekilas. “Aku pasti akan membantumu, Elena. Bukankah kita sudah saling berjanji sebelumnya untuk tidak pernah meninggalkan satu sama lain?” ucapnya serius. Elena menatap Nathan takut-takut, “Aku .. aku yang jadi jaminannya, Nathan ..” Dahi mulus Nathan langsung mengkerut, “Jaminan?” Elena hanya mengangguk. Nathan terdiam sejenak untuk berpikir. “Tunggu dulu. Jadi maksudmu kalau orangtuamu tidak bisa membayar semua hutang-hutangnya, kamu yang akan diambil oleh lintah darat itu?” ucapnya dengan raut wajah yang terlihat amat tak percaya. Elena mengangguk dengan perlahan, “Iya .. dan sekarang aku tak tahu harus berbuat apa ..” Kedua tangan Nathan langsung mengepal erat, “Damn ..” Elena menatap Nathan khawatir, “Apa yang harus aku lakukan sekarang, Nathan?” Nathan menghela napas sejenak lalu kembali menangkupkan wajah cantik Elena dengan kedua tangannya. “Kamu tidak usah khawatir. Apapun yang terjadi, aku akan selalu ada di sampingmu, Elena. Aku berjanji padamu,” ucapnya serius. Elena hanya tersenyum tipis. Elena terdiam sejenak sebelum kembali bicara, “Aku harus ke bank sekarang.” “Untuk apa?” tanya Nathan penasaran. “Ada hal penting yang harus aku cari tahu sekarang juga,” jawab Elena serius. Setelahnya, akhirnya Nathan menemani Elena menuju sebuah bank terdekat. “Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang teller bank seraya tersenyum ramah.  “Saya mau cek kepemilikan nomor rekening ini,” ucap Elena seraya memberikan teller bank tersebut sebuah nomor rekening yang tercantum dalam buku tabungannya. “Baik, mohon tunggu sebentar.” Tak sampai lima belas menit kemudian, teller bank tersebut akhirnya kembali seraya memberikan Elena buku tabungannya kembali. “Ada lagi yang bisa saya bantu?” tanyanya ramah. Elena menggeleng seraya tersenyum, “Tidak, terima kasih.” Begitu dilihat, ternyata benar apa yang dibicarakan kedua orangtua Elena kemarin. Nomor rekening itu, Alberto Romano pemiliknya. “Ternyata benar, selama ini seluruh uang yang aku dan orangtuaku dapat asalnya dari laki-laki ini ..,” lirih Elena seraya memperhatikan buku tabungannya dan tersenyum kecut. “Kamu kenal dengan laki-laki ini?” tanya Nathan penasaran. Elena langsung menggeleng, “Tidak. Tapi kemarin, dia memang sempat datang ke rumahku bersama dengan dua orang anak buahnya, dan ..” Elena terdiam sejenak sebelum kembali bicara. Memorinya membawanya masuk kembali ke dalam kenangan pilu dimana dirinya melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ayahnya dipukuli secara membabi buta kemarin. “.. dan di sana dia memukuli ayahku ..,” lanjutnya. ‘Br*ngsek,’ benak Nathan yang merasa semakin geram. “Kenapa kamu tidak meneleponku, Elena?” ucapnya kesal. “Pikiranku sedang sangat kacau saat itu, Nathan. Aku tak bisa berpikir tentang hal lain selain tentang seluruh uang yang sudah dipinjam kedua orangtuaku ..,” ucap Elena seraya menatap Nathan nanar. Elena lanjut bicara seraya menunjukkan pada Nathan jumlah uang yang tertera pada buku tabungannya, “Kamu lihat ini? Jumlah uang yang harus aku bayar besar sekali .. Aku takut sekali, Nathan ..” Tanpa menunggu lama, Nathan langsung beranjak memeluk tubuh mungil Elena yang terlihat sedikit gemetar. “Shh .. it’s okay, Elena. Aku ada di sini untukmu. Aku akan membantumu mencari jalan keluar, kamu tak usah khawatir,” ucapnya seraya mengelus perlahan rambut panjang Elena, mencoba sebisa mungkin untuk terus menenangkannya.  Nathan melepas pelukannya beberapa saat kemudian. “Aku harus berangkat kerja paruh waktu sekarang. Aku akan segera mengunjungimu lagi nanti, oke?” ucapnya seraya menangkupkan wajah cantik Elena dengan satu tangannya. “Eh? Tidak mau mampir sebentar dan makan dulu di rumahku?” ucap Elena terkejut. Nathan tersenyum seraya menggeleng, “Tidak usah, nanti saja.” Nathan lanjut bicara seraya merangkul pundak Elena dengan penuh kasih sayang, “Ayo, aku akan mengantar kamu pulang dulu.” ***** Nathan Gauthier kembali bicara sesampainya di depan pekarangan rumah Elena, “Hati-hati, Elena.” Elena tersenyum geli, “Kamu yang seharusnya hati-hati, Nathan. Bukankah kamu yang harus berangkat kerja sekarang?” Nathan tersenyum lebar, “Hubungi aku kapanpun kamu mau, oke? Aku pasti akan langsung datang dan membantumu.” Elena hanya tersenyum seraya mengangguk. Setelahnya, Nathan beranjak mencium lembut bibir dan kedua pipi mulus Elena lagi, sesaat sebelum akhirnya dirinya pergi menuju tempat kerjanya. “Aku sangat mencintaimu, Elena,” bisiknya. Elena tersenyum haru, “Aku juga sangat mencintaimu, Nathan.” Nathan mencium bibir Elena lagi sekilas, “Aku berangkat dulu.” Elena tersenyum lebar, “Hati-hati di jalan!” Sementara itu, baik Nathan maupun Elena nampaknya sama sekali tak menyadari kalau nun jauh di sana, ada beberapa pasang mata yang diam-diam memandangi keduanya dari kejauhan. Ya, dan salah satu pemilik pasang mata itu adalah Alberto Romano, yang diam-diam sedang memandangi Elena dan Nathan dari balik mobil jaguar hitamnya. Persis seperti seekor singa yang diam-diam sedang sibuk mengintai mangsanya. Kedua tangan Alberto langsung mengepal erat seketika dirinya melihat bagaimana Nathan mencium bibir dan pipi Elena dengan lembut tadi. “B*ngsat..,” ucapnya geram. “Siapa laki-laki muda itu, boss?” tanya salah seorang anak buah Alberto penasaran. “Bukan siapa-siapa, hanya laki-laki pengganggu yang harus segera kita singkirkan,” jawab Alberto dengan raut wajahnya yang dingin dan nada bicaranya yang terdengar amat datar, yang seolah-olah mampu membuat siapapun bergedik ngeri karenanya. ‘Kamu akan segera jadi milikku sepenuhnya, Elena,’ benak Alberto sebelum akhirnya beranjak pergi dari rumah Elena. ♥♥TO BE CONTINUED♥♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD