Samuel menatap Amelia, berusaha membaca perubahan di wajah istrinya. Ada kekhawatiran yang mencuat di matanya, ada luka lama yang seperti tiba-tiba menganga di antara mereka. Mereka baru sehari mengikat janji suci sebagai suami istri. Seharusnya pagi ini dipenuhi tawa, kehangatan, dan impian tentang masa depan mereka. Tapi kini... kini nama itu …. Ricky …..kembali hadir, membawa badai kecil ke dalam dunia baru mereka.
Samuel tahu, dia tidak boleh merasa cemburu. Tidak adil rasanya cemburu dengan nama itu, mengingat siapa Ricky di mata mereka berdua. Ricky bukan sekedar masa lalu Amelia... dia juga ayah biologis Samuel, yang tak pernah sempat dia temui.
Pernikahan Ricky dan Amelia hanya berjalan seumur jagung, sebelum bencana tsunami di Aceh dua puluh tahun lalu merenggut segalanya dan memisahkan Amelia dan Ricky tanpa pamit.
Namun yang Samuel tahu pasti, Amelia selama hampir dua dekade menutup hatinya untuk pria lain. Dia membesarkan impian dan usahanya sendirian, membangun klinik kecantikan yang berkembang pesat, membuka pabrik skincare, membangun kehidupan stabil yang bersinar tanpa ada pendamping di sisinya, bukan karena tidak ada lelaki yang mendekatinya, tapi karena Amelia hatinya masih terluka dan tidak bisa melupakan perpisahannya yang tragis dengan Ricky yang hilang tersapu gelombang tsunami. Dalam kesendiriannya, Amelia juga setia mengurus ayah dan ibu Ricky, mertua yang tetap ia panggil "Papa" dan "Mama" dengan penuh cinta sebagai baktinya pada mereka karena Ricky adalah satu-satunya putra dari kedua mertuanya itu.
Samuel, lelaki muda yang baru dua bulan ini menembus pertahanan Amelia, tahu betul dia bukan cinta pertama Amelia. Tapi ia berharap bisa menjadi cinta terakhir dan terbesarnya.
Sejak mereka bertemu pada reuni mama Samuel, Anneke di Danau Toba. Pertama kali mata Samuel memandang sahabat mamanya tercinta , Amelia…..Samuel jatuh cinta pada wanita imut yang umurnya hanya berbeda satu tahun dengan mamanya.
Dengan seluruh keberaniannya, dia mengejar Amelia, membuktikan cintanya yang tulus, meski Amelia berulang kali menolak karena takut merusak persahabatannya dengan Anneke, mama Samuel dan takut pandangan orang-orang akan kesenjangan usia mereka yang berbeda sangat jauh,16 tahun.
( Baca Reunion Scandal 2 untuk kisah cinta Samuel dan Amelia)
Tapi cinta, pada akhirnya, menemukan jalannya.
Dua bulan penuh perjuangan itu berbuah manis. Pada 14 Februari kemarin, mereka mengikat janji suci untuk saling setia di hadapan Tuhan.
Samuel percaya... ia bisa membuat Amelia bahagia.
Namun kini, melihat kilau harap di mata Amelia, saat nama Ricky kembali disebut, hatinya tak bisa bohong , ada gemuruh di dalam dadanya. Ada perasaan gelisah yang tidak bisa ditepisnya begitu saja dari hatinya. Ada beribu pertanyaan di benaknya.
Apakah aku hanya pelarian baginya?
Apakah cinta Amelia untuk Ricky tak pernah benar-benar padam?
Apakah cintanya padaku tak sedalam cintanya pada Ricky?
Samuel menahan napas, menanti. Ia tidak ingin mendesak, takut mendengar jawaban yang tak sanggup ia terima.
Amelia mengusap air matanya yang mengalir tanpa disadarinya. Suaranya lirih, nyaris patah ketika akhirnya ia berbicara.
“Teleponnya... terputus lagi, Sam...” bisiknya.
Samuel menggeser tubuhnya mendekat, menggenggam tangan Amelia yang gemetar. “Apa yang David katakan, Mel? Apa... dia bilang pasiennya itu mirip... ayahku?” tanyanya, berusaha agar suaranya tetap tenang, meski hatinya tetap bergejolak bagaikan air mendidih.
Amelia mengangguk perlahan.
“Ya... David bilang... wajahnya sangat mirip Ricky. Bahkan... bahkan Namanya juga mirip…. Muhammad Rizky.” Suara Amelia pecah di akhir kalimat. “Itu sebabnya dia meneleponku. David bilang... bagaimana mungkin ada kebetulan sebesar ini? Wajah yang hampir tak berubah, hanya lebih kurus dan hitam karena mungkin terpapar matahari dan nama yang hampir sama...”
Amelia berhenti sejenak, menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak.
Samuel hanya bisa memandangnya, jantungnya kini berdetak lebih keras seakan-akan Samuel bisa mendengar detaknya tanpa steteskop yang biasa dia gunakan sebagai seorang dokter.
“David bilang... dia ingin memastikan dulu, bicara dengan pasien itu dan keluarganya. Katanya... mungkin... mungkin saja kalau itu benar Ricky...” Amelia tersendat. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan, suaranya terisak. “Mungkin dia bukan tidak mau kembali padaku... mungkin dia hanya... lupa...”
Kalimat itu menghantam d**a Samuel seperti palu godam.
Amnesia.
Satu kata itu lebih dari cukup untuk kembali membuat jantungnya berdetak , kali ini ditambah dengan mengacak-acak ketenangan hatinya.
Jika Ricky masih hidup... jika dia benar-benar kehilangan ingatannya... apakah Amelia akan tetap menjadi miliknya?
Samuel memejamkan mata, merasakan dinding ketakutannya runtuh perlahan.
Ia ingin memeluk Amelia, ingin menghapuskan rasa sakit yang kini menyelimuti wanita yang baru saja ia nikahi. Tapi bagian kecil di hatinya…. bagian yang paling rapuh…..bertanya:
Jika Ricky benar-benar kembali, di mana tempatku di hati Amelia?
Ia menelan kekhawatiran itu, memaksakan dirinya untuk tetap menjadi sandaran Amelia, bukan malah memperkeruh luka yang baru terbuka.
Amelia terisak pelan, tubuhnya berguncang dalam pelukan Samuel.
“Maafkan aku, Sam...” isaknya. “Aku... aku tidak tahu mengapa aku seperti ini...”
Suaranya pecah, penuh luka dan ketidakpastian, membuat hati Samuel terasa tercabik.
Ia menggeleng kepalanya perlahan, membelai rambut Amelia dengan kelembutan yang bertolak belakang dengan badai yang sedang mengamuk di dadanya.
“Tidak apa-apa, Sayang,” bisiknya, menahan suara bergetar. “Kamu berhak merasa seperti ini. Ricky adalah bagian dari hidupmu. Aku mengerti...”
Kalimat itu meski terdengar tulus, terasa seperti pecahan kaca yang ia telan bulat-bulat.
Samuel tahu, hatinya mungkin terluka ketika melihat raut wajah istri tercintanya. Tapi ia lebih memilih menahan luka itu sendiri, daripada menambah beban di pundak Amelia.
Karena cinta... cinta yang sejati... adalah tentang bertahan. Bahkan saat hati sendiri terluka.
Dalam diam, Samuel berdoa, sekuat tenaga.
Tuhan, apapun yang terjadi... biarkan Amelia tetap memilihku. Tetap mencintaiku.
Karena ia tahu, cinta yang baru mereka rajut ini... sedang diuji oleh badai yang tak mereka undang.
Badai yang datang dari masa lalu, badai yang membawa nama yang dulu pernah memenuhi seluruh hati Amelia ….. Ricky.
Samuel menghela napas dalam-dalam, seolah berusaha menahan dunia yang nyaris runtuh di sekelilingnya. Ia hanya bisa menunggu... menunggu jawaban dari masa lalu Amelia yang kini perlahan-lahan bangkit kembali dari kedalaman waktu.
Di pagi yang sama, jauh di kota Banda Aceh, di sebuah ruang perawatan rumah sakit yang sunyi, hanya diisi dengan bau khas obat-obatan dan suara mesin monitor yang berdetak lambat...
seorang pria dengan perban melilit kepalanya perlahan membuka matanya.
Pandangannya kosong. Dunia di sekelilingnya terasa asing, buram, seolah ia baru dilahirkan kembali di tempat yang sama sekali tidak ia kenali.
Ia mengedipkan mata perlahan, mencoba fokus, saat sosok lelaki berpakaian jas putih mendekat dan menatapnya dengan ekspresi penuh perhatian.
Pria itu mengerutkan kening, mencoba keras mencari sesuatu di dalam benaknya yang terasa kosong.
Siapa lelaki ini?
Mengapa wajahnya begitu familiar, seolah terpatri dalam lapisan terdalam pikirannya?
Apakah dia mengenalnya? Ataukah ini hanya ilusi dari ingatan yang tak bisa ia jangkau?
Tiba-tiba, hatinya terasa sesak. Ada sesuatu yang hilang... sesuatu yang amat penting, sesuatu yang membuat dadanya terasa berlubang.
Sebuah nama. Sebuah wajah. Sebuah tawa.
Semuanya berkedip samar di ujung kesadarannya, lalu menghilang sebelum sempat ia genggam.
Ia menatap ruangan putih itu, menatap jas putih sang dokter, menatap dunia yang terasa begitu asing...
dan bertanya dalam hati yang sepi:
Siapakah aku? Dan... apa yang telah aku lupakan?