Anak panah Lady Anne kembali melesat sia-sia, sudah hampir setengah hari sang Lady hanya membuang anak panahnya dengan percuma. Konsentrasinya sedang sangat buruk belakangan ini, tadinya dia pikir dengan pergi berburu akan bisa sedikit memperbaiki mood nya. Waktunya akan segera habis, Lady Anne harus segera kembali ke Scotland untuk terjebak kembali dalam segala rutinitas yang sudah di atur ketat oleh sang Duke, Brandon Lington memang semakin memperketat pengawasannya sejak peristiwa yang menimpa tunangan saudarinya itu. Meski hanya Brandon yang yakin bahwa kecelakaan itu pasti di sengaja oleh seseorang dan bukan tidak mungkin jika sebenarnya saudara perempuan nya lah yang sebenarnya menjadi sasarannya, itulah kenapa Brandon Lington tidak pernah setuju jika Lady Anne masih ingin mengunjungi Estate Harrington .
"Apa ini anak panah Anda, Lady? "
Lady Anne terkejut saat seorang Gipsy pekerja mendatanginya dengan membawa salah satu anak panahnya.
"Kuharap saya tidak mengganggu apapun pekerjaan, Anda," sang Lady coba bersikap sopan meskipun ia tau Gipsy bertubuh besar itu masih nampak tidak senang.
"Sebaiknya seorang gadis muda seperti Anda berhati-hati untuk tidak bermain terlalu jauh, Nona, adik perempuanku ditemukan meninggal di tengah hutan ini dengan anak panah tertancap di dadanya."
Cerita itu terdengar cukup mengerikan jika benar, tapi Anne memilih tidak begitu saja mempercayai perkataan orang, sepertinya sifat seorang Brandon mulai menularinya, saudara laki-lakinya itu kadang kala memang ada benarnya. "Jangan begitu mudah mempercayai siapapun !"
"Terima kasih sudah mengingatkan."
Lady Anne berniat pergi mengabaikan Gipsy tersebut tapin kuda Gipsy itu justru seperti sengaja menghalangi jalannya.
Anne belum bisa menebak pasti apa sebenarnya keinginan Gipsy itu, tapi Anne sudah berniat menerjangnya jika dia tidak juga mau menyingkir, secara kuda arab yang di tungganginya pasti tidak akan kesulitan jika hanya untuk menendang kuda kurus yang sepertinya kurang makan itu. Ketegangan mulai terjadi saat Lady Annelies sudah menarik kekang kudanya, tapi Gipsy itu tidak juga mau menyingkir.
"Apa ada yang bisa ku bantu?"
Sebuah suara tiba-tiba mengejutkan mereka berdua.
Kedua pasang mata itu segera mengenali sosok pemuda yang baru saja datang dengan kuda Arab jantan berbulu hitam pekat milik Ethan Harris. Jeremy terlihat seperti sudah cukup akrab dengan kuda pemilih itu, Lady Anne agak heran karena dia tau pasti seperti apa sifat kuda kesayangan pamannya itu, karena kuda itu tidak akan segan melemparkan siapapun yang coba menunggangi punggungnya. Selama ini memang hanya Ethan Haris dan William yang bisa menungganginya, bahkan putranya Natthan pun tidak pernah berani menyentuhnya sejak kuda itu pernah melemparkan nya ketanah kering hingga tulang punggungnya hampir patah. Sepertinya siapapun akan heran jika melihat Jeremy bisa begitu percaya diri menungganginya.
Gipsy itu pun mulai mundur memberi salam hormat pada tuannya.
"Tidak, Tuanku, sebenarnya saya sedang berkeliling, sama sekali tidak bermaksut mengganggu kegiatan, Anda."
Gipsy itupun segera pergi mengundurkan diri, sementara Jeremy hanya menatapnya sambil berpikir.
"Anda juga suka memanah?"
Kali ini Lady Anne yang bertanya, saat mengoreksi peralatan memanah yang di bawa oleh Jeremy.
"Sebenarnya aku tidak bisa memanah, aku lebih suka berburu dengan peluru."
"Lalu untuk apa semua benda itu? "
"Untuk mengikuti Anda."
"Jawaban macam apa itu!" Anne kembali terkejut karena tidak habis pikir dan menganggap pemuda itu hanya asal bicara.
"Tapi aku berhasil menakuti Gipsy itu," kilah Jeremy.
Anne memilih diam, bukannya dia tidak tau jika Gipsy itu pergi karena rasa hormatnya.
"Dia benar jangan ber main terlalu jauh," tambah Jeremy tiba-tiba.
"Terima kasih, saya tidak tau seberapa banyak Anda suka ikut medengarkan pembicaraan orang," sindir sang Lady kemudian.
"Aku serius, siapapun bisa tiba-tiba memiliki niat jahat jika melihat gadis seperti Anda, my Lady."
"Anda tidak perlu khawatir."
Bukannya Jeremy tidak tau jika Gipsy tadi memang punya niat tidak baik pada Lady Annelies entah apa alasannya, tapi gadis ber surai merah di depanya itu memang terlalu menarik untuk di abaikan oleh siapapun.
Itulah kenapa seorang Jeremy Winston pun bisa merasa begitu bodoh karena kadang hanya tersisa sedikit batas etika konyol yang selama ini menahannya untuk tidak menggoda sang lady, tapi apa daya jika gadis itu justru seperti sengaja menarik perhatiannya belakangan ini.
"Aku akan merasa terhormat jika Anda mau berbagi sedikit pengalaman memanah Anda, Lady."
"Anda bisa menemukan ribuan guru yang jauh lebih baik daripada saya, Tuanku."
"Tidak akan ku temukan yang seperti Anda, Lady," Jeremy sengaja menatap dua netra biru sang lady dengan sangat terus terang.
"Bisakah Anda berhenti menatap saya, Tuanku!"
"Panggil saja, Jeremy," Jelas pemuda itu sedang menggodanya.
"Omong kosong !" umpat sang Lady karena kesal, dan sepertinya hal itu justru membuat putra James Winston itu tersenyum.
"Aku lebih suka sifat aslimu yang itu!" tunjuk Jeremy.
Anne coba berpura-pura tidak terkejut dengan ketepatannya, jujur dia sendiri juga lelah dengan tata krama palsu yang coba dia tunjukkan selama ini.
"Lihatlah pipi Anda nampak lebih merona saat sedang kesal."
"Itu tidak sopan!" koreksi Anne tegas.
"Apa peduliku, aku bukan bocah sembilan tahun yang harus mengikuti kelas tata krama lagi."
"Apa semua Winston dibesarkan tanpa aturan."
Sang Lady sudah lebih lama mengenal seperti apa seorang Edward Winston yang tidak pernah akur dengan saudara laki-lakinya Brandon.
"Tidak ada saudara yang benar-benar sama, Lady."
Apa bedanya? menurut Lady Annelies mereka sama saja, meski dia sendiri juga tidak pernah memuji sifat saudaranya sendiri yang tidak pernah mau berdamai dengan siapapun, lagi pula siapa yang tida mengetahui Arogansi seorang Brandon Lington. Meski Anne tau saudaranya itu sangat menyayanginya, tapi memang tak jarang segala aturanya itu terlalu kejam untuk di terapkan.
Jeremy mengikuti Lady Annelies sampai mereka berdua kembali ke istal. Seorang pengurus istal mengambil kuda mereka dan Jeremy ikut membantu pemuda itu menurunkan beberapa peralatan memanahnya, Anne hanya memperhatikan karena memang tidak biasa seorang bangsawan harus sampai ikut melepas pelana.
"Terimakasih, Key, " kata Jeremy sambil tersenyum saat menyerahkan pelana kudanya pada anak muda yang ikut tersenyum lebar.
Sekali lagi Anne terkejut ternyata Jeremy Winston juga sudah cukup akrab dengan para pekerjanya, disadari atau tidak hal macam itu kembali mengingatkan Annelies pada sifat William yang memang tidak pernah membatasi diri . Lady Anne coba kembali menarik nafas dalam dan sedikit menyesal kenapa kembali memikirkannya karena d**a nya mulai terasa sesak dan nyeri tiap kali memikirkan kekasihnya itu.
Jeremy memperhatikan sang Lady yang tiba-tiba seperi terburu-buru ingin meninggalkan istal.
"Apa Anda baik-baik saja, Lady?" kejar Jeremy.
"Ya!" jawab tegas sang Lady tanpa merasa perlu menoleh.
"Berhati-hati lah lain kali," suara Jeremy masih terdengar tulus meski jelas-jelas dia sedang di acuhkan.
"Aku baik-baik saja, Anda tidak perlu khawatir."
Anne terus berjalan menyebrangin halaman rumput tanpa pelu merasa harus melewati jalanan paving karena gadis itu hanya ingin segera kembali ke rumah bibinya. Jeremy behenti di halaman mansion Harrington memperhatikan sang Lady sampai di depan rumah Ethan Harris, dua orang pelayan nampak menyambutnya dan Jeremy cukup merasa lega untuk kembali kedalam rumah di mana Albert sudah menyambutnya seperti biasa.
"Tuanku, aku khawatir flu Anda akan semakin parah jika tidak segera diobati."
"Jangan khawatir, Paman, aku hanya sedikit terganggu oleh debu."
"Maaf apa Anda memanah bersama Lady Anne? "
"Kami hanya tidak sengaja bertemu."
Bukannya Albert tidak tau jika tuannya sengaja menyusul sang Lady, meski mengetahuinya kondisinya sedang kurang sehat.
"Paman apa yang di kerjakan para Gipsy di hutan ?"
"Gipsy? " ulang Albert yang kebetulan juga separuh berdarah Gipsy.
"Ya, aku sempat bertemu salah satu dari mereka saat berburu tadi."
"Biasanya para Gipsy hanya bekerja di ladang, Tuanku."
"Mungkin mereka juga suka ber buru?"
"Tidak, Tuanku, para Gipsy lebih suka berkumpul dengan keluarga dan memainkan musik di saat mereka tidak keladang."
Selanjutnya Jeremy hanya coba kembali berpikir tetang kecurigaannya, dan mulai takut jika apa yang di hawatirkannya benar.
"Siapa Gipsy yang bertemu dengan Anda, Tuanku? mungkin aku mengenalnya, jika dia bukan pekerja baru yang tersesat."
Jeremy menggeleng saat berjalan meraih gelas anggur yang ada di meja.
"Sebaiknya Anda memilih teh dulu, Tuanku."
Jeremy coba mengabaikan peringatan Albert saat tetap menuang anggurnya sendiri ke gelas.
"Ada berapa banyak pekerja baru di estate ?" tanya Jeremy kemudian.
"Sebenarnya sangat jarang Lord Richard membawa pekerja baru belakangan ini, kecuali dimusim panen Raya."
"Aku tidak suka jika ada pekerja yang berani mengganggu Lady Annelies."
Albert agak terkejut.
"Kurasa mereka tidak akan berani, Tuanku."
"Kuharap kau benar," Jeremy sudah kembali meletakkan gelasnya dengan agak mantap saat membentur meja.
"Sebaiknya Anda beristirahat, Tuanku, sungguh saya Khawatir flu Anda sepertinya agak memburuk."
"Aku tidak apa-apa, Albert."
Jeremy melepas mantelnya kemudian berjalan kembali ke beranda setelah melonggarkan beberapa kancing kemeja bagian atasnya untuk mendapatkan sedikit udara.
"Albert siapkan kudaku besok pagi-pagi," kata Jeremy masih melihat ke halaman mansion mereka yang cukup luas.
"Baik, Tuanku."
Albert memilih mengundurkan diri dan membiarkan tuannya yang mungkin memang sedang tidak ingin di ganggu.
JANGAN LUPA LIKE KARENA LIKE KALIAN SANGAT BERARTI