Bab 1

1642 Words
“Saya terima nikah dan kawinnya Hannara Putri Hulgo dengan mas kawin sebagaimana tersebut dibayar tunai,” kata Randy dengan sekali tarikan napas. Suara akad nikah yang menggema di ruang inap sebuah rumah sakit meluncur dengan lancar dari mulutnya. Matanya kosong menatap ranjang rumah sakit dan terlihat seorang wanita dengan berbagai alat terpasang di tubuhnya. Matanya berair tapi bibirnya tidak berhenti menyunggingkan senyum. Sudah waktunya aku pergi, Mas. Jaga Nara dan anak-anak kita. Maafkan aku, aku gagal menjadi istri yang baik untukmu. Berbahagialah dengan Nara, anggap dia sebagai pengganti aku di hati Mas, bathin wanita bernama Nera itu. Wanita yang duduk di sebelah Randy tidak berhenti menangis terisak, begitupun keluarga besar kedua belah pihak. “Sahhhhhh,” kata para saksi dengan lemah. Mereka pun pilu mengucapkan kata itu. “Alhamdullilah, akhirnya sah juga Randy dan Nara sebagai suami istri,” kata para tetua yang merupakan orang tua kedua mempelai. Tidak banyak pembicaraan setelah akad nikah selesai, seluruh keluarga harus meninggalkan ruang rawat agar Nera bisa istirahat. Setelah seluruh keluarga pergi meninggalkan mereka bertiga, Nara melihat Randy menghampiri tempat tidur Nera yang sedang terbaring lemah setelah mengalami komplikasi setelah melahirkan anaknya yang kedua. “Makasih ya mas sudah nurutin keinginan terakhir aku, aku bisa pergi dengan tenang saat meninggalkan mas dengan Nara, anak-anak akan menganggap Nara sebagai ibunya karena wajah kami yang mirip, jadi aku mohon jangan pernah memberitahu anak-anak kalau mamanya sudah nggak ada saat aku meninggal nanti ya,” kata Nera sambil memegang tangan suaminya yang juga sudah sah menjadi suami Nara. “Sudah puas kasih wasiatnya? Kalau sudah permisi!” katanya dengan emosi tinggi dan meninggalkan ruang rawat menuju pintu keluar. Hati Nara sakit mendengar bentakan Randy kepada Nera yang sedang lemah, Nara mengganggap tidak bisakah Randy memperlakukan Nera dengan baik sedangkan Nera sedang berjuang untuk hidup. “Mas mau ke mana, Mbak Nera butuh Mas di sisinva, jangan pergi ke mana-mana,” ujar Nara. Langkah kaki Randy langsung berhenti mendengar ucapan Nara barusan. Emosinya sudah naik ke ubun-ubun. Pernikahan ini dia lakukan karena paksaan dan mendengar wanita yang baru saja dinikahinya mulai mengaturnya membuatnya semakin muak. “Jangan mulai ngelunjak ya, aku nikahin kamu itu CUMA karena permintaan papi dan dia, jadi jangan bersikap selayaknya istri dihadapan aku,” kata Randy sambil menunjuk wajah Nara dengan kasar. Nara tidak sedih mendengar ucapan Randy barusan, apa yang dikatakan Randy benar tapi kali ini kondisi Nera semakin mengkuatirkan dan Randy lah yang dibutuhkan Nera saat ini. “Tapi … ” Nara masih berusaha menahan kepergian Randy. Randy mengangkat tangannya. Dadanya sesak berada di ruangan ini. Randy bisa gila kalau tidak melampiaskan amarahnya. “Stopppp jangan banyak omong lagi, aku benar-benar muak dengan kalian berdua, kalian tidak pernag bertanya bagaimana perasaan aku dan kamu Nera …” Randy menarik napas beberapa kali lalu membuangnya, “istri macam apa yang menyuruh suaminya menikahi adik iparnya. Aku nggak habis pikir darimana kamu mendapat ide brengsek seperti ini,” lanjut Randy dengan suara serak. Nera menutup matanya mendengar makian Randy. Bagi Nera Randy marah seperti itu memang sudah seharusnya. “Demi mas dan juga anak-anak,” balas Nera pelan. Randy menyunggingkan senyum sinisnya. “Oh ya? Demi aku apa demi dia?” kata Randy sambil melihat Nara dengan tatapan benci. “Apa dia nggak rela melihat kebahagiaan kita, sehingga suami kakaknya pun ingin dimilikinya?” sindir Randy tajam. Nara yang dari tadi diam membisu sedikit terganggu dengan ucapan Randy barusan. “Bukan mas, Nara … Nara nggak seperti itu!” bela Nera. “Ahhh sudah jangan banyak berkilah, kamu kira aku nggak tau …” kata Randy sambil menghentikan ucapannya dan kembali memandang Nara dengan wajah jijik dan muak. Nara pun tersulut. “Kalau Mas nggak suka besok silakan urus perceraian kita! Sudah cukup ya Mas menghina aku dan menuduhku macam-macam, Mas kira aku mau menikah dengan Mas, nggak! Denger ya tuan Randy Bratawijaya, aku rela ninggalin Restu pacar yang sudah aku pacari 10 tahun demi Mbak Nera jadi tidak hanya kamu yang tersakiti di sini tapi aku dan mbak Nera juga!” kata Nara berapi-api dengan tatapan kesal dan benci. Randy menyunggingkan lagi senyum sinisnya. “Ya sudah besok aku ajukan perceraian buat kalian berdua,” kata Randy dan pergi meninggalkan Nara dan Nera. Kepergiannya diiringi dengan isak tangis Nera yang tersakiti mendengar ucapan kasar dari suami yang dicintainya. “Sudah Mbak jangan nangis lagi, lebih baik kita bercerai daripada menikah tapi banyak kebencian di antara kita bertiga,” ujar Nara. Nara yakin rumah tangga ini tidak akan berlangsung dengan baik. “Nggak ... nggak boleh ... Kalian nggak boleh bercerai, Mbak mohon Nara kamu harus bertahan dan membuat Mas Randy jatuh cinta sama kamu,” ujar Nera dengan wajah sendu. Sedih mengucapkan itu tapi kematiannya sudah dekat. “Mbak aku itu cuma istri pengganti dan nggak bakal ada cinta di antara kami, karena aku sayang dengan Restu mbak, mbak tau kan Restu itu pacar aku dan kami sudah 10 tahun kami pacaran," ujar Nara dengan sedikit putus asa. “Nggak, kamu nggak boleh sama Restu! Kamu harus jadi istri dan ibu untuk Rania dan Radya, Mbak mohon sekali ini kabulin permintaan mbak ya,” bujuk Nera dengan wajah mengiba. Nera melepaskan pegangannya di tangan Nera. “Mbak nggak pernah mikirin perasaan aku!" kata Nara sambil berlari meninggalkan saudari kembarnya yang sedang sekarat. Nara kesal dan marah, kenapa dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan nggak pernah bertanya maunya Nara apa. **** Flashback on. 2 tahun yang lalu. Hannera Putri Hulgo dan Hannara Putri Hulgo terlahir sebagai anak kembar yang mempunyai wajah bagai pinang dibelah dua, memiliki wajah cantik dan keibuan, walau mereka kembar tapi kehidupan percintaan mereka sangat bertolak belakang. Nera sudah menikah dengan Randy Bratawijaya pewaris tunggal group Bratawijaya, mereka dijodohkan oleh orang tua masing - masing, meski awalnya mereka menikah tanpa cinta, lama kelamaan cinta yang tidak ada mulai menghampiri mereka. Nera dan Randy mempunyai anak, Rania Bratawijaya yang sekarang berumur 1,5 tahun. Sedangkan Nara walau memiliki kekasih yang telah dipacari 10 tahun yang bernama Restu, tapi sampai detik ini Restu tidak pernah melamarnya jangankan melamar datang untuk bertamu ke rumah saja tidak pernah. Hal itu yang membuat keluarga Hulgo termasuk Nera tidak menyetujui Nara dan Restu Pacaran. Nera dan Randy menjalani rumah tangga mereka dengan baik bersama Rania yang mulai tumbuh besar, karena Nera seorang wanita karir, Nera meminta Nara untuk menjaga Rania di rumahnya, karena Nara sudah tidak bekerja lagi, Nara mengundurkan diri dari perusahaan Bratawijaya karena mulai bosan dengan pekerjaannya dan karena tidak ada pekerjaan dia menerima permintaan saudari kembarnya untuk menjaga Rania yang juga keponakannya. Disaat usia Rania masih 1,5 tahun, Nera hamil kembali, dokter sudah melarangnya untuk mengandung karena akan membahayakan nyawanya, tapi karena ingin memberikan keturunan laki-laki sebagai pewaris group Bratawijaya, dia mempertahankan kehamilannya dengan taruhan nyawa. Selama kehamilannya Nara lah yang mengurus rumah, Rania dan Randy karena Nera diharuskan untuk istirahat total, kalau tidak mau mengalami keguguran. Dibulan ke 8 karena bosan hanya tidur di kamar, Nera berniat untuk jalan -jalan ke taman, tanpa memberitahu Nara yang sedang mengasuh Rania di kamarnya. Saat akan melangkah untuk turun melewati tangga, Nera tergelincir dan jatuh terhempas ke lantai, teriakannya didengar oleh Randy dan dengan tergesa - gesa Randy mengangkat tubuh Nera yang telah bermandikan darah. “Ya ampun Mbak, kenapa bisa seperti ini!” kata Nara setelah mendengar teriakan Nera. “Apa saja sih kerja kamu, Mas kan sudah bilang tolong jaga dan jangan biarkan Nera ke mana-mana, kayak ginikan saat kamu nggak perhatikan dia,” cevcar Randy dengan nada tinggi. “Aku... maaf mas... aku...” kata Nara dengan panik. “Sudah siapkan mobil, Nera harus selamat, istri dan anakku harus selamat, lebih baik kamu berdoa Nera tidak kenapa-napa...” ujar Randy masih dengan nada tinggi. Nara menggigit bibirnya saking takut mendengar ucapan Randy barusan. **** Di rumah sakit dokter memberitahu bahwa keadaan Nera sangat mengkuatirkan dan bayinya harussegera dioperasi kalau ingin selamat dan Randy menyetujui semua permintaan dokter asal anak dan istrinya selamat. Sudah 2 jam Nera berada di ruang operasi, Randy dan Nara berjalanmondar mandir dengan gelisah, menunggu kabar dari istri dan saudari kembarnya. “kalian berdua bisa diam nggak? Pusing Papi melihat kalian mondar mandir nggak jelas gini,” kata Papi Hulgo. “Nara cemas keadaan Mbak Nera pi, Papi sih nggak ngerti!” gerutu Nara. Papi Hulgo membuang napasnya. Dia lebih kuatir dibandingan siapapun, namanya orangtua tidak mungkin mengkuatirkan kondisi anaknya. “Papi juga cemas, tapi keadaan nggak bakal bisa berubah saat hanya mondar mandir, kalian harus berdoa meminta kepada Tuhan supaya Nera selamat dan juga bayinya,” ujar Papi Hulgo dengan bijak. “Papi kamu benar Nara, nggak ada guna juga saat kalian mondar mandir,” sela papa Bratawijaya. Nara dan Randy menghela napas dan duduk di sebelah orang tua masing - masing. Tidak lama dokter keluar dari ruang operasi dengan wajah kusut, Nara dengan tergesa - gesa menghampiri dokter itu dan diikuti oleh Randy. “Bagaimana keadaan istri dan anak saya dok?” tanya Randy dengan panik. “Selamat ya pak bayinya cowok sehat dan nggak ada kurang satu pun,” ujar dokter. Kedua keluarga langsung bersorak bahagia. “Aduh besan, akhirnya kita punya pewaris laki - laki!” kata kedua pihak orang tua. “Istri saya bagaimana dok? Apa dia nggak apa - apa? Bagaimana kondisinya?” tanya Randy bertubi-tubi. “Istri bapak mengalami pendarahan yang sangat hebat dan keadaannya sangat parah, hanya mukzizat dari Tuhan yang bisa membuatnya sembuh seperti semula, jadi silahkan Bapak dan keluarga mempersiapkan diri,” balas dokter itu. Wajah Randy langsung tegang dan berubah merah, dengan kasar dia mengarahkan tangannya di kerah baju dokter. “Brengsek! Lo itu dokter!” Amarah Randy semakin memuncak mendengar kata-kata dokter itu. Papi Hulgo dan Papa Bratawijaya menarik tubuh Randy agar melepaskan dokter itu. “Ya ampun mbak, kenapa jadi kayak gini, maafkan Nara yang nggak bisa jagain mbak,” kata Nara sambil menangis. Randy yang kadung emosi menatap Nara dengan tatapan marah. “sudah - sudah jangan nangis, percuma juga keteledoran kamu membuat Nera sekarat dan membuat Radya akan kehilangan sosok ibu!” kata Randy dengan pedas ke arah Nara. Nara tidak membalas makian Randy, karena ini memang kesalahannya. “Maafin aku mas...hikss.” “Kalau sesuatu terjadi dengan Nera, ini semua salah kamu!” tatapan benci dan amarah dikeluarkan Randy sambil melihat wajah adik iparnya. “Maafin aku,” ujar Nara dengan rasa bersalah menggelayuti hatinya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD