Kembali Pulang Setelah Sepuluh Tahun

1093 Words
"Ayah," sapa Alisha dengan suara bergetar. Sofyan memisahkan antara Widya dan Alisha, lalu menarik kasar gadis itu hingga keluar dari rumahnya. "Yah, jangan!" teriak istrinya dari dalam rumah. "Kau bukan bagian dari keluarga ini lagi!" hardik Sofyan dengan emosi memuncak, lalu membanting pintu hingga menimbulkan bunyi yang bedebum keras. Alisha terduduk di teras rumah dengan tangis pilu. Gadis itu masih mendengar suara Ibu yang memanggil namanya. Sesak di hatinya semakin menjalar, dia menyesal telah membuat sang ibu kembali menangisinya. "Maafkan, Sha," rintih Alisha, masih di depan pintu rumah orang tuanya. Senja telah berganti gelap, pertanda malam mulai merajai hari. Alisha bangkit berdiri dari duduknya, dia akan mencoba esok hari lagi berusaha meluluhkan hati sang Ayah yang masih memendam amarah pada dirinya. Alisha melangkah gontai meninggalkan teras rumah orang tuanya, sambil sesekali menoleh ke arah rumah. "Alisha?" Revan, Kakak kandung Alisha, berdiri di depannya dengan raut terkejut. Alisha terdiam mematung di tempatnya, takut bila sang Kakak juga masih menyimpan kemarahan pada dirinya. Dia sudah pasrah kali ini, bila Revan akan meluapkan emosi padanya. Tanpa diduga, Revan merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Alisha kembali meluapkan tangisnya dan menggumamkan ucapan maaf. Entah sudah berapa banyak kata maaf yang keluar dari bibir gadis itu sepanjang sore ini. "Akhirnya kamu pulang, Sha," ucap Revan serak. Pria berusia tiga puluh tahun itu menahan tangisnya agar tidak pecah di hadapan Adik kesayangannya. Alisha mengangguk dalam dekapan sang Kakak, dia tidak menyangka bila pria yang dia ketahui sangat tegas ini tidak membenci dan masih menganggapnya sebagai adik. "Untuk Ayah, Abang harap kamu bersabar. Ayah masih belum bisa melupakan masa lalu, Sha," ujar Revan. Alisha mengangguk dan memahami ucapan kakaknya. "Ayo, Abang antar pulang," ajak Revan seraya melingkarkan tangan di pinggang Alisha. Revan membuka pintu mobil untuk Alisha. Selanjutnya mobil yang dikendarai Revan bergerak menuju jalanan protokol. Gadis berlesung pipi itu terkejut begitu sang Kakak melajukan mobilnya ke arah toko kue di mana dia tinggal selama ini. "Kamu kaget ya, Sha. Kenapa Abang bisa tahu di mana kamu tinggal selama ini?" kata Revan setelah melihat wajah adiknya mulai berubah panik. "Abang tahu?" tanya Alisha panik. Revan menghentikan mobilnya di trotoar seberang toko kue milik Karina. Revan mengangguk. "Kamu kira Abang selama ini diam saja. Malam setelah kamu pergi dari rumah, Ibu panik, Ayah masa bodo. Ibu meminta Abang buat nyari kamu, malam itu, Sha. Tapi sayang, Abang kehilangan jejak kamu," terang Revan tanpa emosi. "Sampai berapa bulan kemudian Abang masih cari kamu ke seluruh tempat. Tetap saja nihil. Tapi, Abang gak menyerah sampai di situ, Sha. Setiap pulang kuliah Abang selalu sempatkan waktu buat nyari tahu keberadaan kamu." "Lalu Ayah tahu apa yang Abang lakukan, kemudian beliau mendiamkan Abang berhari-hari," tambahnya lagi. Alisha masih menyimak penuturan Kakaknya dengan air mata yang merembes di pipinya. Memang semenjak Alisha melahirkan, dia tidak pernah keluar dari toko. Tante Karin menyiapkan semua yang dia butuhkan ketika depresi paska melahirkan. Alisha sangat berhutang banyak pada wanita baik hati itu. Barulah setelah Kyara tumbuh besar, Alisha mulai beraktivitas normal. "Abang senang akhirnya kamu mau kembali ke rumah lagi, Sha," kata Revan dengan wajah berbinar. "Itu tandanya kamu gak melupakan dari mana kamu berasal." "Selama ini, Abang tahu kamu, tapi sengaja memantau dari jauh. Kamu sudah dewasa sudah seharusnya kamu berpikir matang soal hidupmu," ucap Revan penuh nasihat. "Boleh Abang bertemu sama keponakan?" pinta Revan. Alisha menatap Revan, dan mengangguk mantap. Akhirnya kedua kakak beradik itu keluar dari mobil, kemudian melangkah masuk ke dalam toko. Suasana toko malam ini tidak begitu ramai, hanya beberapa pengunjung yang mengisi meja. Karina terlihat berada di balik konter bersama dengan Kyara tengah bercakap santai. "Tuh, Mama," kata Karina memberitahu Kyara. "Hai, sedang apa?" tanya Alisha menyapa kedua perempuan berbeda generasi itu. "Ngobrol aja sama, Bunda," jawab Kyara seraya melirik pria yang di belakang Ibunya. Alisha mengerti arti tatapan putrinya. "Tante, ini Bang Revan, Kakak kandung, Sha. Rara ini Om Revan, Kakak Mama," ucap Alisha mengenalkan Revan pada Ibu angkat dan putrinya. "Oh, syukurlah. Saya Karina, Ibu angkat Alisha. Senang bertemu denganmu," ujar Karina mengulurkan tangan ke arah Revan. "Senang bisa mengenal anda, Tante, dan terima kasih karena sudah menolong adik saya," balas Revan penuh simpati. "Begitu pun dengan saya, kehadiran Alisha dan Kyara sangat melengkapi hidup saya," balas Karina dengan senyum tulus. "Halo, Kyara," sapa Revan. Gadis berusia sembilan tahun itu sedikit menjaga jarak dari pria yang baru dilihatnya. "Maaf, Bang, Rara memang seperti itu bila bertemu dengan orang yang baru dikenalnya," kata Alisha memberitahu. "Tidak apa-apa, Sha. Abang senang bisa bertemu dengan kalian langsung." Kyara kembali duduk di depan konter kue, Karina membelai surai hitam gadis kecil itu lembut. Alisha mengajak Revan duduk di kursi cafe, untuk membahas hal lain. "Kamu jangan menyerah untuk mengambil hati Ayah, Sha," ucap Revan. "Ajak Kyara, Ibu pasti senang bertemu dengan cucunya." "Apa Ibu akan menerima Kyara, Bang?" tanya Alisha ragu. "Tentu saja, Sha! Ibu mana yang tega mengabaikan putri dan cucunya," balas Revan meyakinkan Alisha. Alisha gamang. Rasa khawatir menyeruak dalam hatinya, bukan apa-apa, Kyara lahir tanpa seorang Ayah. Selama ini semua orang mengira Kyara adalah anak kandung Karina. Sedangkan Karina sendiri adalah seorang istri yang diceraikan tanpa adanya kata talak dari suami sahnya. Suami Karina meninggalkan wanita itu karena tidak bisa memberi keturunan. Di pernikahannya yang ke sepuluh tahun, suaminya meninggalkan dia dan menikah lagi dengan wanita lain tanpa izin dari Karina. "Sha?" Alisha tersentak dengan panggilan Revan. "Iya, Bang, nanti Sha bawa Rara ketemu Ibu," ucap Alisha. "Eng ... Abang belum nikah?" tanya Alisha spontan. "Nunggu kamu pulang, Sha." "Abang." Wajah Alisha kembali berubah sendu, Alisha tak menyangka sesayang ini Kakaknya terhadap dirinya. "Maka dari itu, Sha, kamu mau kan memperbaiki ini semua?" Alisha mengangguk, dia menyadari semua masalah berawal darinya, jadi dia akan memperbaikinya sendiri. "Sha janji akan meluluhkan hati Ayah, gak peduli seberapa bencinya Ayah ke Sha." "Bukan benci, Sha, tapi lebih ke kecewa," kata Revan meluruskan. "Sha janji gak akan lagi mengecewakan Ayah, Ibu, dan Abang," ucap gadis itu yakin. Tak berselang lama Revan pamit pulang, Alisha beruntung Kakak dan Ibunya masih mau menerima kembali dan memaafkan semua kesalahannya. Sekitar tiga puluh menit kemudian Revan tiba di rumah, ketika masuk ke ruang keluarga nampak sang Ayah tengah duduk di kursi kebesarannya. "Yah, belum tidur?" tanya Revan basa basi. "Jangan harap Ayah akan menerima wanita itu kembali ke rumah ini!" ucap Sofyan dingin. "Dia putri kandung Ayah." "Tidak lagi!" "Jangan bicara seperti itu, Yah. Dia sudah berubah." "Sudah cukup dulu dia mencoreng nama baik keluarga kita, Van. Sudah cukup!" Sofyan masih berucap tegas tak ingin dibantah. Dari balik dinding kamar yang bersebelahan dengan ruang keluarga, Widya menangis dengan suara tertahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD