Devan berdiri di depan wastafel kamar mandi, menatap wajahnya sendiri di cermin dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Rahangnya mengeras, tangan mengepal di sisi tubuhnya, dan napasnya terdengar berat. Pikiran tentang ketidakmampuannya memberikan cucu untuk orang tuanya terus berputar di kepalanya, seolah menambah beban amarah yang sudah memuncak. "Kenapa selalu ada halangan..." gumamnya dengan nada penuh kegeraman, tangannya mencengkram tepi wastafel hingga buku-buku jarinya memutih. Ia merasa, sebagai lelaki, ini adalah kegagalan terbesar. Ia kembali mengingat kata-kata dokter yang menjelaskan kondisi Eve, bahwa depresi yang dialami istrinya adalah salah satu penghalang terbesar bagi keinginan mereka memiliki anak. Rasa frustrasinya semakin memuncak; ia tak pernah memahami bagaimana pi