Ruangan itu hening seketika. Lantas, terdengar suara berdebam keras. Berasal dari tubuh Lenoid yang terjatuh ke lantai. Belati yang menancap dalam di dadanya membuat tubuh itu segera bersimbah darah.
Igor membelalak menatap pemandangan itu. Bukan, bukan karena itu pemandangan mengerikan. Ia sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu. Tapi karena Jennifer berhasil melempar pisau tepat ke jantung Leonid dari jarak sekitar lebih dari lima meter.
Anak buah Leonid yang tersisa gemetar gentar. Mereka segera berlutut di lantai. “Tolong ampuni kami!”
Igor menunduk, menatap tiga anak buah Leonid yang menyerah begitu saja. Lantas beralih menatap Jennifer yang masih berdiri dengan nafas memburu. Tatapan Jennifer terpaku pada Leonid yang kini sedang meregang nyawa.
Igor menekan earpiece di telinganya dan bicara pelan. “Ke kamarku sekarang, Mikhail.” Setelah itu ia langsung beralih menatap tiga anak buah Leonid yang berlutut dan menunduk. “Kalian tetap di sini,” perintahnya tegas.
Igor segera melangkah lebar menghampiri Jennifer. “Hey, you okay?” tanyanya sedikit khawatir.
Jennifer menoleh. Sorot matanya tampak campuran antara perasaan bersalah, terkejut dan ketakutan. Igor segera membawa Jennifer ke dalam pelukannya. “Sshh… It’s over now. I’ve got you,” bisiknya sambil mendekap Jennifer dekat ke dadanya.
Tubuh Jennifer bergetar pelan saat wanita itu menangis. Untuk orang yang tak pernah membunuh, pasti akan sangat menakutkan saat mengetahui tangannya pertama kali mencabut nyawa seseorang. Dan Igor sangat mengerti itu. Maka ia terus mendekap Jennifer hingga Mikhail dan anak buahnya datang.
“Apa yang terjadi, Bos?” tanya Mikhail setelah mengedarkan pandangan dan membaca situasi.
“Bawa mereka ke tahanan bawah tanah.” Igor menunjuk tiga anak buah Leonid dan beralih pada tubuh Leonid yang bersimbah darah dan sudah tak bernyawa. “Kirimkan mayatnya ke markas The Viper, sertakan peringatan untuk tidak berurusan denganku lagi,” imbuhnya tegas. Tangan Igor masih membelai punggung Jennifer lembut.
Mikhail mengangguk, memberi instruksi yang sama pada lima anak buah di belakangnya. Lantas tatapannya turun ke Jennifer yang masih menangis di pelukan Igor.
Igor mengerti tanda tanya di wajah Mikhail. “Dia yang membunuh Leonid.”
“Apa?!” Mikhail jelas membelalak. “Bagaimana bisa?”
“Kita bicarakan nanti, Mikhail. Urus mereka dulu, aku akan mengurus Jennifer.”
Mikhail mengangguk mantap dan segera mematuhi perintah bosnya itu. Sementara Igor segera membawa Jennifer masuk ke dalam kamar tidur, menggendongnya ala bridal.
Tak ada bedanya dengan ruang tamu mini di kamar itu, kamar tidur Igor juga sudah acak-acakan. Pakaian berhamburan di lantai, berkas-berkas berserakan di mana-mana. Namun untungnya, brankas yang tersembunyi di salah satu dinding kamar itu tidak berhasil mereka temukan.
“Kamu mau mandi?” tanya Igor sambil tetap menggendong Jennifer.
Jennifer mengangguk. Ia menyembunyikan wajahnya di pundak Igor. “Aku merasa tanganku bersimbah darah,” lirihnya lemah.
“Oke. Ayo mandi.”
Igor membawa Jennifer ke salah satu sudut kamar tidurnya, membuka pintunya dengan lengan dan terus melangkah masuk. Ia melewati kamar mandi dan terus menuju ke area belakang. Ke sebuah jacuzzi mewah.
Igor mendudukkan Jennifer di dekat jacuzzi. “Tunggu di sini, aku akan menyiapkan airnya.”
Lagi-lagi, Jennifer hanya mengangguk. Tubuhnya masih bergetar pelan karena menangis dan ketakutan. Tangannya saling meremas seolah ingin membersihkan noda darah di sana, padahal sama sekali tak ada darah.
Setelah beberapa menit, bak jacuzzi itu telah penuh oleh air. Igor beralih pada Jennifer dan mulai melepas gaun tidur wanita itu. Ia harus menahan diri untuk tidak menyentuh tubuh indah Jennifer saat tubuh itu perlahan-lahan terekspos di hadapannya.
Ia menuntun Jennifer untuk masuk ke dalam jacuzzi. Wanita itu terus diam hingga air hangat dan jet air di bagian bawah bak memijat tubuhnya.
Tanpa menunggu persetujuan Jennifer, Igor juga sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Senjata yang masih tersisa di pakaian Igor membuat suara berkelontang saat pakaiannya jatuh ke lantai.
“Sini, bersandar padaku,” ucap Igor saat ia telah bergabung bersama Jennifer di dalam jacuzzi, duduk di belakang sang wanita dengan kedua lengan dan kakinya mengurung tubuh Jennifer.
Jennifer menurut, merebahkan punggung dan kepalanya ke d**a Igor. Ie mendesah pelan, tubuhnya mendadak jadi rileks.
Igor memejamkan mata, tubuhnya juga terasa rileks saat air hangat dan jet air dari sistem kolam jacuzzi miliknya mulai memijat tubuhnya yang lelah. Jemari Igor terus membelai kulit polos Jennifer, hampir tanpa sadar melakukannya.
“Bagaimana kamu melakukannya?” tanya Igor setelah beberapa menit hening. Ia sudah membuka mata, menatap Jennifer yang tampak lebih rileks dalam pelukannya.
“Melakukan apa?” balas Jennifer. Suaranya tak lagi bergetar, pertanda ia telah cukup tenang.
“Melempar pisau itu, bagaimana bisa tepat sasaran?”
“Aku tidak tahu, sepertinya kebetulan.”
“Bohong,” sergah Igor cepat. “Terlalu presisi untuk disebut kebetulan.”
“Justru karena terlalu presisi, jadi terlihat sangat kebetulan kan?”
Igor menggeleng tegas. “Kamu tidak bisa membodohiku, Jen. Aku belajar menggunakan berbagai jenis senjata sejak aku belum bisa bicara. Jadi aku tahu orang-orang yang memang bisa menggunakan senjata dan yang tidak.”
Jennifer menghela nafas pelan. “Itu kebetulan, Igor.”
Igor meraih dagu Jennifer, menolehkan kepala wanita itu hingga mata mereka beradu. “Kamu pikir agar pisau itu bisa menancap di jantung Lenoid hanya dibutuhkan keberuntungan dan kebetulan?”
“Memang itu yang terjadi.”
“Tidak, Jen.” Igor menggeleng tegas, tatapannya tajam ke manik mata Jennifer. “Dibutuhkan kekuatan lemparan yang pas, sudut lemparan yang presisi, dan cara memegang pisau yang tepat.”
Igor mencengkram dagu Jennifer semakin kuat. Wajahnya mendekat, tatapannya semakin tajam ke mata Jennifer. “Katakan, Dokter Jen, bagaimana semua hal itu bisa begitu sempurna hingga pisaumu menancap tepat sasaran?”
“Itu pisaumu, Igor.” Jennifer menjawab lugas.
“Jangan mengalihkan pembicaraan!”
Jennifer mendengus pelan. “Aku tidak tahu, oke? Aku hanya merasa perlu melempar pisau itu padanya, entah kena atau tidak aku tidak peduli. Tapi ternyata keberuntungan sedang di pihakku. Aku benar-benar tidak tahu, Igor.”
Mata Jennifer berkaca-kaca. Ia kembali teringat dengan kejadian tadi, bagaimana Leonid terkapar karena pisau yang ia lempar.
Rahang Igor mengetat saat melihat bulir air mata itu kembali menggenangi pelupuk mata Jennifer. “Aku tidak percaya,” desisnya. “Tapi untuk sekarang, anggap saja aku percaya.”
Jennifer mengangguk, menggigit bibir sambil menahan air mata.
Jempol Igor mengusap bibir yang digigit itu. “Jangan digigit, Jen. Aku cemburu pada bibirmu karena bukan bibirku yang kamu gigit.”
Tepat setelah mengucapkan itu, Igor langsung melahap mulut Jennifer. Ia sudah menahan diri sejak tadi untuk tidak menerkam Jennifer. Tubuh indah wanita itu benar-benar kelemahan Igor. Membuat Igor kehilangan kendali atas dirinya dan satu-satunya yang ia inginkan hanyalah mencicipi setiap inci tubuh Jennifer.
Ciuman itu memanas. Jennifer yang awalnya enggan pun segera larut dalam permainan.
Igor mengangkat tubuh Jennifer, membaliknya hingga ia duduk di pangkuan Igor dan mereka berhadapan. Lantas, Igor kembali menyatukan bibir mereka. Menempelkan dadanya ke d**a Jennifer lekat, sementara kedua tangannya mulai mengembara ke seluruh tubuh sang wanita.
Air hangat dan aroma menenangkan yang melingkupi mereka, membuat ciuman itu dengan cepat berubah menjadi kegiatan yang lebih menggairahkan.s
***
“Selidiki semua hal tentang Jennifer, semuanya.” Igor memberi perintah pada Mikhail. Ia sudah berada di ruang kerjanya, sementara Jennifer terlelap di kamar tidur Igor.
“Kamu mencurigainya, Igor?” tanya Mikhail memastikan.
Igor tak menjawab.
“Baiklah. Kamu mau sedalam apa intel kita mencari tahu tentang dokter cantik itu?” Mikhail bertanya lagi.
“Sedalam mungkin. Dia pernah tinggal di panti asuhan kan? Selidiki tentang panti asuhan itu, orang-orang yang terlibat dengannya, hingga sumber dana milik panti asuhan itu.”
Mikhail mengangguk. “Baik, Bos.”
“Semua hal yang berkaitan dengannya, sekecil apapun, gali sampai akarnya. Kamu mengerti, Mikhail?” Igor menatap Mikhail lekat, tatapannya tegas tak terbantahkan.
“Roger that, Boss!” balas Mikhail mantap.
“Bagus. Aku mau tidak ada yang terlewat, detail sekecil apapun itu.”
“Haruskah aku menempatkan mata-mata di sekitarnya saat bekerja, Bos?” usul Mikhail.
Tatapan Igor berkilat tajam saat mendengar usulan Mikhail, namun kemudian ia mengangguk. “Ya, lakukan saja. Tapi begitu dia masuk ke kamar tidurku, dia berada dalam pengawasanku sepenuhnya.”