Beberapa hari berlalu sejak Cindera resmi menjadi dokter pribadi Nadira. Setiap pagi, ia datang ke ruang perawatan VIP itu dengan wajah tenang, mengenakan jas dokter putih dan senyum profesional yang menutupi segala pergolakan dalam dirinya. Nadira selalu menyambutnya dengan hangat. “Pagi, Dokter Cindera…” ucapnya lembut, meski wajahnya pucat dan tubuhnya tampak lemah. “Pagi, Nadira. Bagaimana tidurmu semalam?” tanya Cindera sambil mengecek infus dan tekanan darah pasiennya. “Lebih baik,” jawab Nadira pelan. “Kak Elvan sempat menemani sebentar sebelum pulang.” Nama itu membuat jantung Cindera sedikit bergetar, tapi ia berusaha tetap fokus. “Oh ya? Itu bagus. Dukungan keluarga memang penting untuk proses penyembuhan.” Nadira tersenyum samar. “Kak Elvan bukan keluarga… tapi dia sanga

