bc

Suamiku Mencintai Wanita Lain

book_age18+
3.0K
FOLLOW
22.5K
READ
HE
arrogant
kickass heroine
boss
heir/heiress
tragedy
bxg
affair
like
intro-logo
Blurb

"Izinkan aku menikah lagi, Na. Izinkan aku membantu Yunita," ucap seorang Tama akarsana pada istrinya.

***

Nadin terkejut melihat betapa pacarnya, Tama, sangat peduli pada Yunita - teman masa kecilnya. Meski Yunita sudah menikah dan memiliki seorang putri, Tama akan selalu menjadi orang pertama yang membela dan melindunginya. Namun Nadin tidak pernah menyangka cinta Tama akan tetap murni dan setia pada Yunita bahkan setelah pernikahan mereka. Mungkinkah Tama tidak pernah benar-benar menganggap Nadia sebagai cinta dalam hidupnya? Ataukah ada perasaan yang belum terselesaikan terhadap Yunita yang tersembunyi jauh di lubuk hatinya?

chap-preview
Free preview
KEMATIAN VINO
"Yun, aku turut berdukacita sekali lagi. Yang tabah, ya. Aku tau kamu kuat." Nadin tersenyum, memegang kedua bahu wanita yang mengenakan gamis di depannya. "Makasih, ya, Na." Seorang wanita cantik bernama Yunita, sahabat masa kecil suaminya, tersenyum begitu lembut pada Nadin. Namun seberapa baik senyum yang Yunita tampilkan, tetap saja raut kesedihan tidak bisa di tutupi oleh semua itu. Nadin mengangguk dengan pelan. Malam ini adalah malam kedua setelah kematian Vino, suami dari Yunita yang sudah menikahi Yunita selama hampir sepuluh tahun. Nadin tidak pernah menyangka bahwa Vino akan pergi secepat itu. Memang, umur, jodoh, dan rezeki hanya tuhan yang maha mengetahui. "Ayo, Mas, pulang. Dinda udah ngantuk banget ini," ajak Nadin pada Tama. Tama Akarsana, pria yang memiliki segalanya. Entah secara fisik dan materi, Tama adalah pria idaman semua wanita. Termasuk Nadin yang dinikahinya delapan tahun lalu. Bahkan sampai sekarang, terlepas dari permasalahan mereka, Nadin merasa beruntung dinikahi oleh seorang Tama Akarsana dan dikaruniai putri cantik yang mereka namai Dinda Lutfi Akarsana. "Kamu pulang duluan, aku di sini dulu nemenin Nita. Kasian di rumah ini mereka cuma berdua, aku takut kalau terjadi sesuatu." Tama menatap Nadin, mengatakan hal seperti itu seolah bukan masalah besar. Raut wajah Nadin berubah. Lagi-lagi hal itu terjadi. Bukan pertama kalinya bagi Tama untuk meminta izin pada Nadin agar pria itu bisa 'menemani' Yunita. Nadin tau bahwa Tama dan Yunita adalah sahabat dekat, tapi tidak harus sampai membiarkan istri dan anak pulang sendirian di jam malam seperti sekarang. "Tapi aku enggak bisa bawa mobil, aku juga harus gendong Dinda." "Kamu tunggu di sini, aku pesankan kamu Taksi ya, Na," sahut Yunita melenggang pergi, masuk kedalam rumah untuk mengambil ponselnya. Menatap kepergian Yunita yang sepertinya tidak merasa ada yang salah dengan Tama menginap di rumahnya sementara istri dan anak Tama pulang sendirian malam-malam, Nadin benar-benar tidak habis pikir. "Mas, gimana kalau aku sama Diana kenapa-napa? Masa kamu biarin aku pulang berdua naik taksi sama Dinda." "Na, kamu bukan anak kecil lagi yang harus sama aku terus ke mana-mana," balas Tama, menatap Nadin seolah Nadin adalah orang yang paling egois yang pernah ada, "Vino baru aja meninggal, aku khawatir ninggalin Nita sama Kaila berdua di rumah ini. Kamu ngerti, kan?" Nadin ingin mengatakan bahwa Yunita mempunyai seorang pembantu rumah tangga dan sopir yang menemaninya di sini, bukan berarti Yunita dan Kaila, nama putri Yunita dan Vino, benar-benar sendirian di rumah sebesar ini. Tapi rasanya terlalu melelahkan berdebat dengan Tama yang selalu mementingkan semua urusan Yunita tanpa memikirkan perasaannya. "Aku enggak mau tau, pokoknya kamu ikut aku pulang." Nadin bersikukuh mengajak Tama pulang, ia tidak akan membiarkan Tama dan Yunita berduaan di malam hari, apalagi di saat Vino baru saja meninggal. "Kenapa kamu selalu egois, sih, Na? Aku itu khawatir sama Nita. Aku enggak bisa membiarkan sesuatu terjadi sama dia. Dia baru aja kehilangan suaminya, aku takut Nita nekat melakukan sesuatu yang berbahaya. Lagi pula, Nita itu perempuan baik-baik, dia-" "Perempuan baik-baik mana yang membiarkan laki-laki beristri menginap di rumahnya sementara suaminya baru aja meninggal dua hari lalu?!" Nadin memotong perkataan Tama dengan tidak sabar. "Nadin!" "Mas Tama, Mbak Nadin?" suara Yunita terdengar, menatap keduanya dengan rasa bersalah. "Mas, kamu kenapa bentak-bentak Mbak Nadin kaya gitu?" Yunita sebenarnya sudah datang sedari tadi, tapi ia bersembunyi di balik dinding yang memisahkan ruang tengah, menunggu waktu yang pas untuk ia datang dan menengahi pasangan suami istri itu. Tama menghembuskan nafasnya, mencoba untuk tenang di depan Yunita. Ia tau bahwa sedari dulu Yunita tidak pernah suka dia terlalu terbawa emosi. Bahkan sekarang, ketika Yunita melihatnya dengan tatapan menyedihkan dan merasa bersalah, hati Tama berdenyut perih. "Maaf, di mana Kaila?" tanya Tama melihat anak perempuan itu tidak datang lagi bersama Yunita tadi. "Kaila tidur, dia kayaknya kecapean." Yunita mengalihkan tatapannya pada Nadin, "Mbak Nadin, aku dan mas Tama sudah seperti adik-kakak, kami enggak ada hubungan apapun. Mas Vino juga baru saja meninggal, aku enggak mungkin setega itu sama dia." "Jangan dengerin Nadin, dia cuma lagi emosi aja," ujar Tama pada Yunita. "Mbak Nadin bener, Mas. Kamu sebaiknya pulang sama mbak Nadin dan Dinda. Ini sudah malam, aku takut mereka kenapa-kenapa di jalan." Tama menghela nafas, mengangguk pada Yunita. "Kamu hati-hati di rumah. Kunci pintu sama jendelanya," saran Tama, tersenyum untuk menenangkan Yunita. Yunita menganggukkan kepalanya dengan wajah sedikit sendu. Mata ibu dari satu anak itu memerah, seolah dunia telah menganiayanya. Ada rasa sakit di hati Tama, ia ingin memeluk wanita itu, menepuk punggungnya, mengecup keningnya dan mengatakan padanya bahwa semua akan baik-baik saja, ia ada di sini. Nadin melihat keduanya berbicara, saling memandang dengan penuh kasih. Benar-benar tidak tertahankan, jelas-jelas ia masih berdiri di sini, tapi Yunita bahkan masih berani menampilkan raut wajah tidak rela nya di depan Tama. "Ayo pulang," ajak Tama pada Nadin. Nadin menghela nafas, dia menuntun Dinda yang terkantuk-kantuk menuju mobil Tama terparkir. Ia masuk terlebih dahulu untuk meletakan Dinda di kursi belakang. Nadin merendahkan sandaran kursi dan memakaikan Dinda sabuk pengaman agar putrinya merasa nyaman. Setelah itu, Nadin menoleh pada Tama yang terlihat sedang mengobrol dengan Yunita. Nadin masuk kedalam mobil, duduk di samping kursi kemudi. "Mas!" panggil Nadin pada suaminya. Wajah Tama terlihat kesal, pria itu berjalan menuju mobil, duduk di kursi kemudi. Saat mobil melaju membelah jalanan kota yang mulai sepi karena sekarang sudah pukul sepuluh malam, Tama membuka suaranya, "Yunita bahkan lebih dewasa dari pada kamu." Nadin melirik Tama, tidak peduli dengan yang pria itu katakan karena ia sudah terbiasa. Selama dua tahun berpacaran dan delapan tahun menikah, Nadin terbiasa dengan sikap Tama yang lebih memihak Yunita. "Wajar, kamu, kan, suami aku. Aneh kalau dia maksa kamu nemenin di rumahnya," balas Nadin dengan acuh. Tama menoleh sekilas pada sang istri. Ia jengah dengan Nadin yang selalu mencari-cari kesalahan Yunita yang sebenarnya tidak ada. "Ini bukan masalah nginep atau apa pun Nadin, ini masalah sikap." Nadin menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, ia melirik ke kaca mobil, melihat putrinya yang masih tertidur tanpa terganggu sedikit pun. Nadin menghela nafas, menutup matanya sebentar. Suasana hati Nadin benar-benar buruk, bahkan jika Nadin merasa terbiasa dengan sikap Tama yang lebih memihak pada Yunita, di lubuk hatinya yang paling dalam, tetap saja Nadin merasa sakit. "Bangunin aku kalau udah sampe rumah."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.3K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.2K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook