Elang nyaris gila mendengar tangis pilu Nara di telepon, apalagi permintaan tolongnya. Pikirannya ambyar membayangkan hal buruk terjadi pada gadis itu. Terlebih dia tahu betul sebusuk apa keluarga tirinya. Beruntung dia belum pergi jauh dari sana. Khawatir keselamatan Nara terancam, Elang memintanya menyingkir ke tempat yang lebih aman menunggunya datang. Jantungnya seperti diremas ketika akhirnya dia mendapati gadis itu duduk di pinggir jalan dengan keadaan kacau. “Na ….” Elang buru-buru menghampiri Nara yang duduk seperti orang linglung. Nara hanya diam menatapnya lekat dengan air mata yang masih mengalir. Berlutut meraih tangannya yang gemetar, Elang menggenggamnya erat. Sumpah! Rasanya sesak bukan main mendapati Nara yang biasa tenang dengan wajah angkuhnya, jadi kacau dan terteka