“Kamu kalah, Fina. Kamu benar-benar kalah! Kamu menangis? Lihatlah! Meski kenyataan bisa memungkiri, tapi tidak dengan batinmu!” Jina tersenyum sarkastis. Senyum licik yang mengibarkan kemenangan. “Batinmu benar-benar tersiksa? Tentu saja itu yang kamu rasakan!” “Hidup ini bukan perlombaan! Hidup ini merupakan makna dan menikmati.” Rafael menarik sebelah tangan Fina dan membimbingnya untuk berdiri di belakangnya. Kehadiran Rafael langsung membuat Rena mengantongi napas lega. Akan tetapi, tidak dengan Jina yang langsung kebingungan bahkan menggeragap. Tak ubahnya Fina yang berlindung di balik punggung suaminya, Rena yang awalnya mendekap kuat-kuat sang anak, di mana Rena sengaja menekap kedua telinga Mumu agar buah hatinya tidak sampai mendengar kata-kata racun dari Jina, memilih untuk m