Chapter 7 - Dapur (bagian 1)

516 Words
“Mas Dino, apaan sih? Ntar kalau ada yang ngelihat kaya mana Mas,” protes Iin pelan sambil berusaha melepaskan dirinya dari dekapan si Dino yang memepetkan tubuh seksi Iin ke tembok dapur. “Pengen banget nih Mbak,” kata Dino. “Iya, tapi jangan disini, nggak enak kalau dilihat orang, Mas,” kata Iin sambil memegangi kaosnya yang tadi mau diangkat Dino karena Dino mau netek ke nenen Iin yang kenceng tapi nggak bakalan keluar susunya itu. Iin dengan teguh meronta dan memegangi kedua tangan Dino yang jahil kemana-mana. Bukan apa-apa, Iin h***y juga, Iin pengen juga, tapi ini kan di dapur, ntar kalau Bulek Darmi atau Bulek Ijah ngelihat terus gimana? Bisa-bisa Iin digampar habis-habisan sama dua orang ART senior itu. Ntar dikira si Iin yang kegatelan ngegoda tuan kecil mereka. Padahal kan Iin sama Dino ngelakuin ini karena suka sama suka. “Udah dulu deh Mas? Ya?” kata Iin sambil memegangi kedua pipi Dino. “Terus ni dedek kecil Dino mau diapain? Sakit bener lho Mbak,” sungut Dino. Iin melirik ke arah kemaluan si Dino yang sudah beberapa kali memasuki tubuhnya itu dan tersenyum pahit. Tuan kecilnya ini memang keliatannya hypersex. Sejak Dino memperkosa Iin seminggu lalu, hampir tiap hari, Dino mencari-cari kesempatan untuk membawa Iin ke kamarnya dengan berbagai alasan. Alhasil, mereka pun ngeseks sepuasnya hampir tiap hari. Iin yang pertama-tama merasakan perih di mahkotanya juga sudah merasakan enaknya bercinta. Apalagi saat Dino mencumbuinya dengan mesra dan memperlakukan dia seperti seorang kekasih. Itu adalah saat-saat paling berbahagia bagi Iin. Dino menepati janjinya kepada Iin untuk tidak kasar saat menyetubuhi Iin, karena itu, Iin berangsur-angsur menikmati hubungan seks antara mereka. Tapi sejak kemarin, libido tuan kecil Iin tiba-tiba meledak, seperti sekarang ini. Dino nekat mencumbu Iin di dapur. Sesuatu yang jelas saja membuat Iin gugup setengah mati. “Ish, Mas Dino sih, kurangi dikit napa sih liat film begituan, jadi piktor terus tau,” kata Iin sambil meremas dedek kecil Dino. Dino langsung berdiri dan menyenderkan tubuhnya ke Iin setelah menikmati remasan tangan lembut Iin, Dino aja juga heran, Iin sering ngepel dan nyapu, tapi kok tangannya masih lembut banget ya? Enak kalau buat ngeremes Dino. Nggak seperti pas Dino ngocok pake tangannya sendiri, maklum, tangan cowok. Kasar banget. Dino yang sudah kembali memepet Iin ke tembok dapur kemudian membisikkan sebuah kata-kata ke telinga Iin, “isep ya Mbak?” Iin mendelik kaget mendengar kata-kata Dino, “kayak yang di filemnya Mas Dino itu ya?” tanya Iin tak percaya. “He ehm,” jawab Dino sambil menganggukkan kepalanya. “Emoh,” kata Iin tegas. “Napa?” tanya Dino kaget dengan penolakan Iin, tak pernah-pernah si Iin nolak dia. Iin kemudian mendekatkan tubuhnya dan berbisik ke telinga Dino, “punya Mas Dino segitu gedenya, mana muat di mulut Iin, Mas Dino tega?” Iya juga ya, batin Dino, “jilat sambil kocok aja deh kalau gitu. Ya Mbak?” pinta Dino. Iin terlihat berpikir sebentar, setelah itu dia menganggukkan kepalanya, “tapi jangan ditahan-tahan ya? Kalau dah mau keluar, keluarin aja,” kata Iin. Dino tersenyum lebar sambil menganggukkan kepalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD