Chapter 6 - Pecah Perawan (bagian 2)

581 Words
Iin cuma bisa pasrah menahan perih di kewanitaannya dari hunjaman kasar Dino sambil menangis perlahan. Tak lama kemudian, Dino melenguh keras dan menancapkan kelelakiannya sedalam-dalamnya ke mahkota Iin yang sekarang tidak lagi perawan itu. Iin pun menjerit kencang ketika merasakan kelelakianDino memasuki tubuhnya yang paling dalam, tempat yang belum pernah dimasuki oleh siapapun. Dino terlihat mengejang-ngejang selama beberapa saat sebelum akhirnya terkulai lemas di atas kasur. Iin menangis sesenggukan di bawah tindihan tubuh Dino. Mahkotanya terasa perih sekali dan tubuhnya juga terasa pegal disana sini. Tapi ketika Iin melihat senyum kepuasan di wajah Dino, rasa sakit di tubuh Iin sedikit berkurang. Mereka berdua saling berpelukan dalam keaadaan itu selama sepuluh menitan ketika setelah itu Dino mencoba bangkit berdiri dengan tubuh yang bergetar. “Mas Dino kenapa?” tanya Iin agak kuatir melihat tubuh Dino yang bergetar keras saat berusaha mengangkat tubuhnya. “Enak banget Mbak. Asli. Dino sampai lemes sama gemeteran gini,” jawab Dino. Muka Iin langsung memerah mendengar kata-kata Dino, “tapi tadi Mas Dino janji nggak ngasarin Iin, awal-awal sih lembut, tapi terakhirnya Mas Dino kasar banget. Iin sampe nangis lho Mas,” protes Iin. Dino tersenyum kecut, “sorry, maafin Dino ya Mbak?” kata Dino sambil bibirnya maju berusaha mencium pembantu berwajah manis yang barusan dia perawani itu. Setelah mereka berciuman, Dino merebahkan dirinya di samping Iin yang menggunakan selimut Dino untuk menutupi tubuhnya yang telanjang bulat. Mereka berdua terdiam selama beberapa saat, “terus sekarang gimana?” tanya Dino sedikit takut, ya, setelah semuanya berakhir dan nafsu meninggalkan otaknya. Logika kini kembali. Dia sudah memperkosa dan mengambil perawan pembantunya sendiri. Kalau sampai Papa atau Mama tahu, bisa digampar sampai ke Zimbabwe si Dino. “Maksud Mas Dino apa sih?” tanya Iin kebingungan. “Mmmmm, kan Dino sudah ngambil perawannya Mbak Iin, jadi Dino harus ngelakuin apa gitu?” tanya Dino pelan dan ragu-ragu. Iin tertawa kecil mendengar kata-kata Dino, “Mas Dino ini aneh ya? Iin ini kan cuma pembantu Mas, Iin nyadar siapa diri Iin. Mas Dino tu tuan kecilnya Iin. Nggak mungkin kalau Bapak sama Ibu ngijinin kita jalan bareng Mas,” kata Iin pelan, Dino bisa menangkap sedikit kesedihan di sana. “Yang ada nanti, Bapak atau Ibu ngasih Iin sejumlah uang terus mereka nyuruh Iin pulang ke kampung Iin. Terus Iin musti ngapain? Siap-siap menerima pinangan jadi istri kedua pak Kadus atau mungkin istri perjaka tua yang nggak laku-laku di kampung Iin?” lanjut Iin yang lebih mirip dengan sebuah keluhan. “Iin nggak nuntut apa-apa ke Mas Dino, yang penting Mas Dino baek ke Iin. Jangan pernah lupain Iin." "Iin wanita pertama buat Mas Dino kan?” tanya Iin dengan senyuman menggoda. Dino menatap Iin yang sedang terbaring di sebelahnya dengan pandangan menerawang keatas. Dino nggak nyangka kalau gadis yang usianya cuma selisih dua tahun darinya itu sudah jauh lebih dewasa daripada umurnya yang seharusnya. “Makasih Mbak,” dan Dino hanya bisa membalas kata-kata Iin dengan sebuah ciuman di keningnya. Iin tersenyum manis sekali saat itu, “lain kali, mas Dino nggak boleh kasarin Iin lho. Kalau Iin dikasarin Iin nggak mau lagi kalau diajak begituan sama Mas Dino,” ancam Iin dengan muka memerah. “Lain kali?” cuma dua kata itu yang terngiang-ngiang di kepala si m***m Dino. Itu artinya, Mbak Iin bakalan mau dong kalau kuajak beginian lagi? Yuhuuuuuuuu. Go to hell Onani!!!! Teriak Dino dalam hati yang baru saja kehilangan keperjakaannya saat duduk di kelas 3 SMP dan berhasil melepaskan diri dari jeratan onani.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD