Part 9 : Kecewa (2)

555 Words
"Maaf, Maafin abang El.." ucap Cakra penuh penyesalan, entah sejak kapan air matanya mulai mengalir. Ellia tertawa sumbang, ia melepaskan diri dari pelukan Cakra. "Maaf?? Kenapa harus minta maaf??" Tanya El sengak dengan wajah sembab. Cakra berusaha menggapai El yang terduduk angkuh di sofa, namun bahkan orang bodoh saja dapat melihat betapa rapuh dan hancurnya Ellia. Ellia menepis kasar tangan Cakra. "Abang salah El, tapi ini semua abang lakukan demi kebaikan kita?" Ucap Cakra frustasi. "Kita?" beo El lirih, "Ya, aku dan kamu." potong Cakra cepat. "Tau apa abang soal aku?!" bentak Ellia dengan wajah yang benar-bena kacau "Kebaikan yang bagaimana yang abang maksud?! Kebaikan saat dokter memvonis rahimku mengalami kerusakan karena obat sialan ini?! Iya?!" teriak Ellia menjadi-jadi sambil menyampar puluhan pill yang bercecer di sampingnya. "Saat aku akan sulit hamil?! Bahkan kecil kemungkinan untuk aku hamil?! Kebaikan macam apa yang kamu maksud CAKRA?!!" bentak Ellia dengan amarah dan rasa kecewa yang menggunung. "Maaf El.. Maaf.. Aku hanya ingin fokus pada pendidikan ku El, kamu tau bahwa aku adalah satu-satunya penerus Daddy dan Mom, aku hanya ingin mengerjar sedikit mimpiku," Cakra mengehela nafasnya gusar. "Aku nggak nyangka ya, kamu bisa sepicik ini, kamu mengorbankan mimpiku demi meraih mimpimu, aku nggak ngerti apa salah aku sama kamu." Ellia tak dapat lagi membendung tangisnya, tangis yang begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. "Tega kamu, kalua kamu mau balas perbuatanku karena kamu ngerasa terjebak dalam pernikahan ini, nggak gini caranya.” lirih Ellia dengan air mata yang masih menganak sungai. Wanita itu berulang kali memukul dadanya untuk menetralisir rasa sesaknya. Berulang kali Cakra ingin menggapai Ellia, namun berulang kali itu juga Ellia menepisnya kasar, ratusan kata maaf bahkan meluncur bersamaan dengan setiap tetes air mata Ellia, Ia menyesal, sungguh menyesal. jika ia harus berhenti dari semua mimpi-mimpinya tak masalah, agar Ellia mau memaafkannya, ia tak sanggup melihat Ellia menangis dan bersedih seperti ini, namun sialnya adalah ia penyebab dari semua kekacauan dan air mata ini. Ia menyesali keputusan gegabahnya kemarin, ia benar-benar tak bermaksud demikian. Dirinya dan Ellia masih terlalu muda, perjalanan mereka masih panjang. Rasanya terlalu merepotkan jika ada anak ditengah-tengah mereka. Sungguh ia tak menduga obat yang diberikan oleh temannya itu berefek samping sebesar itu. "Selamat! Selamat Cakra! Selamat kamu bisa menggapai mimpi kamu dengan bebas dan leluasa.."ucap  Ellia dengan nafas tercekat, ia menghela nafas, "Selamat kamu berhasil menghancurkan mimpi sederhana seorang istri yang ingin menjadi ibu, kamu berhasil meruntuhkan harapannya, menghancurkan hatinya hingga ke kepingan paling kecil." Tangis Ellia kembali luruh. Dengan sekuat tenaga Cakra berusaha memeluk Ellia meski berulang kali ellia memukul dadanya, ia tak peduli. Ia ingin Ellia-nya. Tangisan Cakra pecah saat Ellia mulai luluh dan membalas pelukannya, "Maafkan aku sayang.. Aku benar-benar egois.. Maafkan aku.. Maaf.. Maaf.. Tolong jangan tinggalkan aku." Ellia mengeratkan pelukannya pada sang suami “Pulangkan aku kepada ayah dan bunda.” Pinta Ellia dan langsung dijawab dengan gelengan tegas oleh Cakra. “Kamu nggak akan kemanapun, kamu nggak boleh meninggalkan abang.” Ujar Cakra penuh penekanan namun juga sarat akan kesedihan. Ellia diam, pikirannya tak tentu arah. Ia ingin  membenci Cakra tapi kenapa harus sesulit ini. “Tolong biarkan aku egois, izinkan abang memperbaiki segala kesalahan abang.” Ellia pasrah, tak tau harus berbuat apa, wanita itu masih terlalu  muda untuk menghadapi semua ini, yang jelas hatinya benar-benar sakit sekarang dan ia tak tau kapan akan sembuh   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD