BAB.7

995 Words
Hukum karma itu ada. Awalnya aku tidak mempercayainya, tetapi sekarang mendadak percaya karena mengalaminya langsung. Kemarin aku mengerjai Alfa, aku memPHP dia dengan tahu isi legend bu Nurul dan hari ini aku menerima karmanya. Aku kena kesialan beruntun. Tadi pagi, saat membuka mata, ternyata matahari sudah meninggi. Jam dindingku sudah menunjukkan jam enam pagi. Aku kaget dan mencoba memeriksa handphone-ku. Ternyata handphone milikku nge-drop makanya alarmnya tidak berfungsi. Dengan jurus mandi bebek dan terbang kilat naik sepatu, akhirnya aku tiba di sekolah dengan keringat yang sudah banjir dan belum mandi. Jadi kemungkinan, bau badanku sudah menyamai bau comberan. Aku sudah berusaha untuk menjadi Kuroko, tidak kasat mata dan transparan. Tetapi tetap saja ketahuan oleh Bu Susi, wakil kepala sekolahku. Alhasil, aku diceramahin selama sepuluh menit. Setelah itu beliau mengirimku ke ruang BK. Ultra rejekinya, aku kena ceramah lagi oleh guru BK dan kena catatan merah di buku kasus padahal ini pertama kalinya aku terlambat. Kesialanku berlanjut tatkala aku masuk kelas dan sudah disambut oleh pak Ir, guru muatan lokalku. Dengan pandangan matanya yang setajam silet, beliau menyuruhku masuk. Terpaksa, aku pun melangkahkan kakiku masuk ke kelasku yang entah kenapa mendadak menjadi memiliki aura gelap yang buruk. "Ina Zakaria," ucap Pak Ir saat aku sudah berdiri di hadapan beliau. "I-iya, Pak!" sahutku terbata, takut. "Mengapa kamu terlambat?" tanya pak Ir. "Ke-kesiangan, Pak!" jawabku jujur. "Kenapa bisa kesiangan?" tanya pak Ir lagi. "Anu, alarm saya nggak nyala, pak!" jawabku. "Hm," pak Ir memandangku ragu. "Kenapa alarmnya bisa tidak menyala?" tanya pak Ir lagi. "Handphone saja lowbat, pak!" jawabku. "Mengapa bisa lowbat?" tanya pak Ir lagi, untuk kesekian kalinya. Aku terdiam dan menatap pak Ir. Kepo amat, Pak. "Saya buat download drakor, pak dan ketiduran!" Pak Ir mengernyitkan keningnya. "Drakor itu apa?" tanyanya. "Materi pelajaran, Pak!" jawabku berbohong. "Oh, mata pelajaran apa?" tanya pak Ir penasaran. "Bahasa asing, Pak!" "Sungguh?" tanya pak Ir ragu. "Sumpah, pak!" jawabku meyakinkan. "Ya sudah, silahkan duduk!" ujar pak Ir. Aku tersenyum. "Makasih, pak!" Aku berbalik,hendak duduk ke bangkuku. "Tunggu dulu," cegah pak Ir. Aku berhenti dan menoleh ke pak Ir heran. "Ada apa lagi ya, Pak?" tanyaku sedikit cemas. "Hari ini ulangan, ini soalnya! Kamu punya waktu 45 menit!" kata pak Ir sembari memberikanku selembar kertas. Aku terkejut, tetapi berusaha tetap menjaga image dengan mengambil kertas ulangan dari pak Ir dengan setenang mungkin. Aku pun kembali ke bangkuku dan menatap kursi Alka yang kosong. Sepertinya hari ini Alka tidak masuk sekolah. Yah, Alka nggak masuk. Nggak bisa nyontek. Aku pun duduk di bangkuku. Kuletakkan tasku di sandaran kursi sementara kertas ulangan itu kuletakkan di meja. Aku membuka tasku, berniat mengambil bulpenku. Aku periksa, kotak pensilku tidak ada!!! Aku menepuk jidatku. Lupa!!! "Na," Aku menoleh dan si cowok BBF yang duduk di sebelah bangkuku itu tersenyum sembari memberikanku bulpen. "Nih!" katanya. Aku tertegun. "Lupa nggak bawa bulpen kan?" tebaknya. Aku mengangguk. "Dasar ceroboh," ucapnya sambil senyum. Aku masih terdiam, terpana dengan senyumannya. "Nih," katanya lagi. Aku segera menggelengkan kepalaku untuk menyadarkan diriku. Aku ambil bulpen pemberian Alfa lalu menghadap ke depan. Aku ambil kertas soal itu, k****a. Aku menghela napas, membacanya sekali lagi. Aku geleng-gelengkan lagi kepalaku dan kutatap soal itu. Lagi. k****a berulang kali dan aku makin menyadari kalau tidak ada satu soal pun yang bisa kujawab. Aku bahkan tidak mengerti soalnya tentang apa. Sepertinya aku benar-benar lupa kalau pernah mempelajarinya. Aku rebahkan tubuhku di meja, lemas. Ingin rasanya aku menangis dan mengeluh tapi aku tidak bisa melakukannya. "Sepuluh menit lagi," kata pak Ir mengingatkan. Aku tersentak kaget. Eh??? Aku tatap lekat lembar kerjaku, kosong!! Akhirnya, aku memutuskan untuk mengeluarkan jurus terakhir yaitu mengarang indah. Aku sudah pasrah untuk menjawabnya. Aku pun selesai tepat waktu dan memberikannya ke pak Ir walau aku yakin aku pasti remidial. Jam kedua dimulai dan kesialanku semakin bertambah. Aku lupa mengerjakan PR dan dipaksa keluar kelas. Untuk menghindari rasa malu, akhirnya aku mengungsi ke perpustakaan. Namun, lagi-lagi aku kena sial. Perpustakan tutup dan aku malah ketemu bu Iva, guru Biologiku. Aku pun dipaksa membantu beliau menyiapkan materi untuk lab. Materi? Bukan seperti yang kalian bayangkan. Beliau hanya memintaku untuk menyapu lantai lab Bio. Hanya itu. Setelah itu, aku dipaksa pergi dengan sebuah ucapan 'terimakasih'. Bel istirahat berbunyi dan aku yang memang sudah berada di luar kelas hanya mampu menatap anak-anak lain yang mulai keluar kelas. Sejak tadi aku hanya duduk menonton anak cowok kelas XII yang lagi main basket di lapangan. Lumayan, cuci mata. "Na," Aku menoleh. "Ck, pergi kau!" usirku. "Dih! Jutek amat!" ujar Alfa sembari duduk di sebelahku. "Biarin," sahutku sewot. "Aku udah minjemin kamu bulpen lho, udah jadi hero tadi!" "Idih, aku juga sial gara-gara kamu!" "Hah?" "Maksudnya?" tanya Alfa tidak mengerti. Aku hanya menghela napas panjang. "Nggak apa-apa, abaikan!" "Kamu kenapa? lemes karena Alka nggak masuk?" tanya Alfa heran. Aku menggeleng. "Kagak," sanggahku. "Terus?" "Nggak apa-apa, sial amat kayaknya aku hari ini," keluhku. "Hm," "Nih ya Fa, kalau kesialanku bertambah lagi hari ini, kayaknya aku bakal masuk rekor mu-" Duk. "Wadow!!!" pekikku saat sebuah hantaman keras menimpuk kepala bagian kiri. Aku terhempas sedikit, mulai merasa pusing dan sakit di detik berikutnya. "Na, kamu nggak apa-apa?" tanya Alfa sedikit cemas. Aku hanya geleng-geleng kepala sambil memijat-mijat kepalaku. "Dek, nggak apa-apa?" Teguran itu membuatku menoleh dan cowok berbaju olahraga itu menghampiriku dengan badan keringetan yang entah kenapa terlihat begitu.. "Tampan," gumamku keceplosan. "Heh?" "Ah, ah, aku nggak apa-apa, kak!" Cowok itu tersenyum. "Maaf ya," katanya. Aku mengangguk sambil senyum. Terpesona. "Sekali lagi, maaf! Dah," katanya lalu mengambil bola basketnya. Cowok itu pun pergi setelah melambaikan tangan. Aku hanya bisa senyum-senyum sendiri. Baper. Dia ganteng. "Na!!" Aku menoleh dengan wajah BT, merasa terganggu. "Apa sih?" Alfa memegang kepalaku yang sakit dan mengelusnya. "Jangan senyum padanya," ucapnya dengan wajah serius. "Eh?" Jantungku berpacu. Mungkinkah Alfa cemburu? "Kasihan, dia bukan homo," lanjut Alfa membuatku segera menepis tangan Alfa lalu pergi. "Oi, Na mau kemana?" teriak Alfa. "Toilet," jawabku sekenanya. Alfa ngakak. "Hati-hati di jalan. Toilet cowok sebelah kanan lho," katanya. Aku hanya mendecih kesal. Dasar cowok BBF menyebalkan!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD