BAB.16

1178 Words
Aku menatap diriku di cermin. Ini sudah sore dan sudah jam setengah empat lewat. Aku sudah memoles wajahku dengan beberapa riasan kecil seperti bedak dan pelembab bibir. Pakaian yang kukenakan pun hasil meminjam pada Elvira yang tinggi badannya sama denganku. Walau aku sedikit lebih gemuk dari Elvira tetapi baju Elvira masih muat di tubuhku. Aku sudah duduk manis di sofa ruang tamuku. Tinggal menunggu mas Angga datang dan menjemputku. Setelah itu, kami akan pergi berkencan. Akhirnya setelah sekian lama ngejomblo, aku bisa pergi kencan untuk pertama kalinya. Walau sebenarnya, saat dulu aku sering pergi dengan Alfa, tetap saja itu bukan kencan. Karena status kami hanyalah teman. Tiba-tiba pintu rumahku terbuka. "Kak," panggilan itu membuatku kaget. "Apa sih, Elvira! Kaget tauk!" sahutku sedikit kesal. Elvira mengerucutkan bibirnya sedikit. "Si ganteng udah dateng!" kata Elvira sambil senyum. "Heh? Masak sih? Belum jam 4, kok!" ujarku nggak percaya. "Nggak tahulah, pokoknya ada tamu tuh di depan!" kata Elvira sambil senyum-senyum. "Ganteng banget lho tamunya," imbuh Elvira. Aku yang mendengar pernyataannya spontan ikutan senyum. Sudah bukan rahasia lagi kalau mas Angga itu emang ganteng banget. Aku setengah berlari ke teras rumah untuk segera bertemu dengan mas Angga yang sudah sampai. "Mas Angga," panggilku. Cowok itu berbalik dan aku terdiam menatapnya. Bingung. "Lho?" seruku kebingungan. Cowok yang juga ganteng itu tersenyum tetapi mendadak senyumku sirna. "Alfa?!" Alfa nyengir. "Hai," sapanya ramah. "Ngapain kesini?" tanyaku heran. "Mau ngajak kamu keluar," jawab Alfa. "Heh? Tapi aku udah janjian sama mas Angga," kataku menolak secara halus ajakannya. "Udah tahu," sahut Alfa. "Udah tahu kok masih kesini?" tanyaku tambah bingung. "Aku mau ikut kamu kencan," jawab Alfa. "Hah? Kamu udah gila?" tanyaku setengah terkejut dengan pernyataannya. "Nggak, masih waras kok. Cuma ya emang sengaja gitu, biar kamu nggak bimbang milih antara aku dan mas Angga. Jadi aku ngalah, aku ikut kalian kencan aja! Ntar kamu sekaligus bisa bantuin aku buat nyari hadiah buat sepupuku yang ultah!" jelas Alfa. Aku hanya menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal sama sekali. "Tapi mas Angga belum tentu setuju lho!" elakku. Alfa senyum. "Aku yang bakalan ngomong ntar," kata Alfa santai. "Nggak usah lah, kamu jemput aku besok aja! Hari ini aku mau fokus sama mas Angga!" kataku masih bersikukuh agar Alfa tidak ikut. Alfa menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Nggak bisa! Kalau kamu nggak setuju sama usulku, aku culik kamu sekarang!" ancam Alfa. "Dih ngancem-ngancem, udah kayak tahu bacem kadaluarsa aja!" ledekku. Alfa nyengir. "Parah, nusuk banget kata-katamu Na," sindir Alfa. "Bodo amat! Pulang sana! Aku maunya bonceng mas Angga!" ucapku menegaskan. "Iya, nggak apa-apa. Aku juga nggak ngarep kamu  mau bonceng aku!" sanggah Alfa. Aku menghela napas panjang. "Kok gini amat si, Fa? Bukannya kamu udah nolak gue?" tanyaku heran. Alfa senyum. "Aku ngelakuin ini bukan karena nggak terima kamu mau move on dariku! Aku nggak mau ajakanku ditolak cuma karena Angga. Toh kita ini temen lama kan?" kata Alfa beralasan. "Iya, kita teman lama!" sahutku pelan. "Makanya, aku cuma mau ngebuktiin kalau aku baik-baik saja meski kamu udah move on. Aku nggak suka kamu, Na!" ujar Alfa menegaskan. Aku hanya tersenyum kecut mendengar pernyataan Alfa. "Iya, udah tahu!" Alfa menatapku dengan sebuah tatapan yang sulit untuk diterjemahkan atau aku saja yang enggan menerjemahkannya. Aku terlalu takut untuk tahu arti dari tatapannya itu. Cukup lama kami berdiam sampai pada akhirnya keheningan itu sirna ketika mas Angga tiba. "Lho? Kok kamu disini?" tanya mas Angga heran saat melihat Alfa. "Aku ikut," jawab Alfa tanpa basa-basi. "Kau mau ikut kencanku sama Ina?" tanya mas Angga memastikan. Alfa mengangguk mengiyakan. "Boleh kan?" tanya Alfa lagi. Mas Angga terdiam sejenak. Kakak kelasku yang ganteng itu menatapku sebentar lalu beralih pada Alfa. "Okelah, tapi sepeda motorku cuma muat buat satu orang!" kata mas Angga mengijinkan Alfa ikut. "Heh? Jangan, dong kak! Ntar dia ngeganggu!" ucapku menolak tegas niat mas Angga untuk mengijinkan Alfa ikut. "Nggak apa-apa, Na! Biar Alfa tahu, kalau aku naksir kamu apa nggak! Dia kan cowok, otomatis dia bakalan lebih peka soal perasaan tertikung!" kata mas Angga setengah menyindir. Alfa hanya diam saja, tidak memberikan sebuah reaksi. "Yaudah, ayo berangkat!" ajak mas Angga. Aku mengangguk mengiyakan. "Eh, bentar deh!" kata mas Angga mencegahku yang sudah mau pergi. "Kenapa, mas?" tanyaku heran. "Hari ini kamu cantik banget, Na!" puji mas Angga. Aku senyum-senyum. "Makasih, mas!" sahutku malu-malu. "Cantik? Darimananya? Nggak usah GR, kamu jelek!" celetuk Alfa. Aku menyipitkan mata dan melihat tajam ke arah Alfa dengan ekor mataku. "Sirik aja! Katarak!" dengusku kesal. Alfa manyun. "Mataku sehat!" bantahnya. "Udah jangan berantem!" lerai mas Angga. "Ayo, Na!" ajak mas Angga sambil mengulurkan tangan kirinya. Aku pun menerima uluran tangan dari mas Angga. Kami berjalan sambil bergandengan tangan sampai ke sepeda motor mas Angga. Kakak kelasku yang emang ganteng itu ternyata sangat peka dan perhatian. Dia memasangkan helm padaku, mengklik tombolnya bahkan menurunkan pijakan kaki sepeda motornya untukku. Sumpah, mas Angga so sweet gila. Parah, hatiku melayang jauh terbang tinggi bersama kebaperan maksimal. Mas Angga melajukan sepedanya ala pembalap, kecepatan tinggi atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Kami berhenti di sebuah parkiran mall. Mas Angga menggandengku masuk dengan mesra ke dalam mall. Sesekali aku melihat ke belakang, mencari Alfa. Namun, cowok BBF itu tidak terlihat. Sepertinya dia ketinggalan. Lagian dia ikut bukannya bawa otor malah naik angkot. Ada-ada saja dia tapi untunglah, jadi dia nggak akan jadi obat nyamuk di kencan pertamaku ini. Mall sore ini tampak ramai dan aku hanya menoleh kiri-kanan, melihat banyaknya pengunjung yang bertebaran. Mas Angga membawaku ke sebuah kafe di mall itu. Dia memesankanku sebuah roti dan segelas cappucino. "Tunggu sini!" suruhnya sembari menyuruhku duduk di sebuah tempat duduk yang sudah disediakan. Aku mengangguk. "Mas mau kemana?" tanyaku. "Aku mau beli tiket dulu, antriannya panjang banget. Daripada kau capek mending tunggu sini ya!" Aku mengangguk mengiyakan. "Aku sekalian ada keperluan!" kata mas Angga menimpali. Aku sekali lagi hanya mengangguk. "Kalau pesanannya datang, minum dan makan duluan aja ya!" pintanya. "Oke," sahutku. "Jangan kemana-mana lho!" kata mas Angga mengingatkan sekali lagi. Aku mengangguk lagi. "Iya," Mas Angga tersenyum kecil lalu pergi. Aku pun duduk sembari menatap keadaan mall. Tempat dudukku tepat di dekat pagar lantai tiga, jadi aku bisa melihat sisi mall yang lain. Waktu terus berlalu, pesanan roti dan kopi kami pun datang. Aku nikmati sedikit roti dan cappucino-ku sambil menunggu mas Angga datang. Aku terus menunggu tetapi mas Angga tidak kunjung kembali. Aku lirik jam tanganku. "Sudah setengah jam," gumamku pelan. Aku menghela napas panjang, menatap cangkir minumanku yang sudah kosong. Rotiku pun telah habis kumakan. Namun, mas Angga tidak kunjung datang. Aku merebahkan tubuhku di meja. Bosan dan mendadak ngantuk. Tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di pundakku. Aku menoleh pada si pemilik tangan dan dia tersenyum menatapku. "Ayo!" ajaknya. Aku hanya terpaku dan menurut saja kemanapun tangan itu pergi. Kutatap punggung yang sedang berjalan di depanku dengan tangan panjang dan lentiknya yang kini menggenggam erat tanganku. "Alfa," panggilku. Cowok itu berhenti dan menoleh padaku. "Apa?" sahutnya. "Mau kemana?" Alfa senyum. "Bersenang-senang!" jawabnya sambil tersenyum. Aku membalas senyuman Alfa. Fa, kenapa lu sebaik ini sama gue? Gue harus gimana setelah ini? Jantung gue berdebar lagi buat lu. Lagian mas Angga kemana sih?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD