Suasana ruang tamu yang tadi hangat mendadak berubah menjadi medan perang yang tak kasat mata. Tawa kecil dan obrolan ringan keluarga buyar begitu Nadira melontarkan pertanyaannya. Semua orang terdiam, seakan takut gerakan sekecil apa pun akan menyalakan api yang lebih besar. Arga berdiri kaku di tengah ruangan. Nadira masih berdiri tegak dengan tatapan menantang, sementara Alya menunduk, jari-jarinya bergetar mencengkeram kain roknya. Bima menatap ke sana-kemari, bingung membaca situasi. “Apa maksudmu, Nadira?” suara Bima akhirnya terdengar, penuh heran. Nadira mengangkat dagunya, matanya tidak lepas dari wajah Arga. “Aku cuma tanya, Mas. Malam itu… kau benar-benar di kantor? Atau kau ada di tempat lain?” Bisik-bisik pelan mulai terdengar dari sudut ruangan. Beberapa keluarga menatap

