Ruang tamu rumah besar itu terasa sesak, padahal pintu dan jendela terbuka sedikit memberi sirkulasi udara. Tapi panas dari emosi yang tertahan membuat semua terasa berat. Nadira berdiri tegak di depan Alya dan Arga, matanya menyala dingin, tangan terkepal perlahan di samping tubuhnya. “Kalian pikir bisa terus bermain-main di belakangku?” Nadira memulai dengan suara rendah tapi menusuk. “Aku sudah dengar semua dan aku tidak akan diam lagi.” Alya menelan ludah. Tangannya menggenggam erat lengan Adrian yang tertidur di gendongannya. Bayi itu tidak tahu apa yang terjadi, tapi Alya tahu bahwa dunia di sekitarnya baru saja berubah. Arga berdiri di samping Alya, wajahnya tegang, matanya menatap Nadira seolah mencoba menilai seberapa jauh ia bisa menahan amarahnya. “Kau tidak mengerti, Nadira,

