Suasana rumah besar keluarga Bima akhir-akhir ini semakin terasa pengap. Alya berusaha menampilkan wajah tenang setiap kali mertua menatapnya, setiap kali Bima pulang dengan langkah berat, atau ketika Nadira melempar senyum tipis penuh arti. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu sesuatu mulai tidak beres. Pagi itu, Alya sedang menyusui bayinya di ruang tengah. Cahaya matahari masuk lewat celah tirai, membuat wajah mungil sang bayi tampak semakin jelas. Ada satu ciri yang terus menghantam benaknya—mata bayi itu terlalu mirip Arga. Setiap kali bola mata mungil itu menatapnya, d**a Alya terasa sesak. Tiba-tiba suara langkah mendekat. Alya buru-buru menunduk, menyembunyikan keresahannya. Nadira muncul dengan gaun rumah berwarna krem. Wajahnya terlihat lelah, tapi sorot matanya tajam. “Kamu

