Alya duduk di kursi rotan di teras rumahnya, menatap kosong ke arah halaman yang basah setelah hujan sore tadi. Aroma tanah bercampur daun basah memenuhi udara, tapi tidak cukup untuk menenangkan hatinya yang terus diguncang gelombang kecemasan. Bayi di pelukannya baru saja tertidur setelah lama rewel, namun bukannya merasa lega, ia justru semakin dihantui rasa takut. Setiap kali ia menatap wajah kecil itu, hatinya bergetar. Ada garis halus pada mata bayi itu yang terlalu mirip dengan Arga. Bukan hanya Alya yang melihatnya, beberapa kali ia mendapati tatapan panjang dari Bima, suaminya, saat menggendong si kecil. Tatapan yang bukan sekadar penuh kasih sayang seorang ayah, melainkan juga disertai tanda tanya besar yang menusuk, dan membuat Alya ketakutan, kalau Bima akan segera menyadariny

