Before The Tragedy 1.1

1173 Words
Lucy mendandani wajahnya dengan makeup tipis seperti biasanya, ia memakai gaun merah di atas lutut dan keluar menemui Hans yang sudah rapi seperti biasanya. Sangat tampan, berwibawa, elegan, pesona, aura sexy, dan mampu membuat siapa saja menoleh padanya. Pesonanya dapat memabukkan setiap kaum hawa, tubuh yang memiliki otot namun tidak berlebih terbalut di kemeja serta tuxedo-nya. Dialah suamiku.... milikku seorang.... Rahang yang tegas, tubuh yang lumayan kekar melambangkan kegagahan dan kejantanan dirinya. Bibir pink yang tipis melambangkan sedikitnya berbicara namun menggoda. Hidungnya yang mancung melambangkan kesempurnaan ciptaan tuhan namun hanya satu kesalahan tuhan saat menciptakannya yaitu, hati. Ia hanya diberikan hati yang kecil sehingga hanya dapat menampung orang-orang di sekitarnya tidak semua orang yang ia kenal. Hans the Coldest Mafia.... Jika mustahil mendapatkan ucapan 'aku cinta kamu' darimu, maka jika kau benar-benar mencintaiku ekspresimu pun bisa kubaca dan kuartikan. Akan kucari ekspresi itu sampai dapat.... Lucy membalas genggaman Hans membuat Hans tersenyum lembut. Baru saja aku mencari ekspresi itu tapi kau sudah menunjukkannya.... Kau memang memiliki gengsi yang tinggi.... kau memang pemalu.... kau memang dingin.... kau memang mafia.... tapi hanya aku yang dapat melihatmu sebagai berlian, berlian tidak tertandingi. Lucy menyenderkan kepalanya, ia harus positif bahwa Hans tidak memanfaatkannya, jika Hans benar memanfaatkannya Hans tidak mungkin mengajaknya kencan sekarang lagipula banyak gadis yang mengincar Hans bisa saja itu adalah salah satu diantaranya yang ingin mereka berpisah. Hans mengambil sebuah kain berwarna hitam dari balik tuxedo-nya kemudian menepuk Lucy. "Apa?" Tanya Lucy bingung. "Aku ingin memperlihatkanmu sesuatu namun belum siap jadi setelah siap kau boleh membukanya. " jawab Hans. Lucy tersenyum dan mengangguk mengiyakan, Hans mengikat kain itu untuk menutup mata Lucy. Setelah berhasil terikat Hans dan Ken keluar dari mobil. "Hans?" Tidak ada jawaban. "Hans? Kau di mana?" Hening. "Hans, jangan bercanda! Itu tidak Lucu!" Masih tidak ada jawaban, Lucy yang takut langsung membuka kain itu dan keluar dari mobil, mereka di pantai. Anehnya tidak ada satupun orang di sana. Airmata Lucy mulai mengalir ia benar-benar takut di dalam kegelapan apalagi sendirian. "Hans!" Teriak Lucy berusaha mencari sosok itu. Lucy menangis ia benar-benar takut bisa saja ada orang yang berlaku jahat padanya atau mungkin anjing liar yang siap menikam dirinya. "Hans!" Lucy mencoba memanggil Hans sekali lagi namun masih tidak ada jawaban. Apa benar Hans hanya kasihan padaku? Memilih gadis misterius itu? Dan meninggalkan aku di sini? "Hans, kumohon jangan tinggalkan aku!" ★ Hans menatap Lucy yang keluar dari mobil, Hans sekarang bersembunyi dibalik semak-semak tebal. "Hans!" Lucy berteriak mencari Hans. Membuat Hans tersenyum lembut. Lucy menangis ia memeluk tubuhnya, gadis itu gemetaran terlihat sekali ia sangat ketakutan. "Hans!" Lucy mencoba memanggil Hans sekali lagi dan itu membuat Hans iba. "Sekarang!" Bisik Hans tidak sabar. "Sabarlah Hans, kau tidak pintar membuat kejutan." balas Ken datar. "Dia menangis, bodoh!" "Memang pantas." jawab Ken acuh. Hans menatap tajam Ken dan hampir memukul rahang pria itu namun terhenti saat Lucy berteriak lagi. "Hans, kumohon jangan tinggalkan aku!" "Sekarang!" Hans memberikan kode pada anak buahnya tidak peduli Ken setuju atau tidak. ★ "Hans, kumohon jangan tinggalkan aku!" Lucy menutup wajahnya dengan kedua tangannya namun, Duar! Kembang api terus menerus menembak ke atas bertubi-tubi dari berbagai arah, tulisan Lucy Setya Febriana terlihat di atas langit itu terbuat dari asap pesawat atau entahlah Lucy kurang tahu. Lucy melihat kembang api berhenti meledak dan berganti dengan ratusan lampion yang terbang, indah sekali. Greb! Pinggang Lucy dipeluk erat oleh Hans dari belakang, "Kau menyukainya?" Lucy membalikan tubunya sehingga mereka saling bertatapan, Lucy mencium bibir Hans singkat. "Aku sangat menyukainya." Hans masih shock dan membatu, Lucy tersenyum dan memeluk prianya itu dengan sangat bahagia. "Aku adalah gadis paling bahagia di dunia." Hans perlahan tersenyum lembut dan melumat bibir Lucy, gadis itu menikmatinya dan mengalungi tangannya ke leher pria itu, ia tidak peduli lagi pada orang-orang yang melihat mereka, ia hanya memikirkan Hans adalah kebahagiaan terbesar dalam hidupnya. Enchanted to meet you, Hans.... "Aku mengkosongkan jadwalku besok, kita akan pergi ke tempat yang kau sukai?" Hans.... Kau adalah hal terindah yang diberikan tuhan padaku.... Lucy memeluk Hans dengan sangat erat, "Aku sangat mencintaimu.... Berapa kalipun kuucapkan tidak akan pernah cukup." Lucy menangis terharu sebab ini kali pertamanya merasakan cinta dan itu sangat membahagiakan. Perlahan Hans mengusap pucuk kepala Lucy dan tersenyum lembut. "Jangan menangis.... sekarang ayo makan." ajak Hans merangkul Lucy sambil menuntun menuju meja yang baru saja disiapkan anak buah Hans. Terdapat lilin indah mengelilingi meja makan itu dan berbentuk love, menghadap pemandangan pantai malam, ombak-ombak menghantamkan tubuhnya ke batu karang besar serta permukaan pasir pantai yang lembut. Hans menarik kursi untuk Lucy mempersilahkan wanita itu duduk kemudian duduk di hadapan gadis itu. Lucy tersenyum bahagia dan terkekeh pelan. "Berapa lama kau siapkan ini?" "Tadi siang." Hans menuang wine yang ada di atas meja ke dalam kedua gelas cantik dan pada saat itu juga Agnes membawakan ayam panggang. Mereka makan malam bersama dan usai dari itu Agnes membawakan beberapa bucket Juliet Rose. Juliet Rose terkenal dengan harganya yang mahal bahkan, 10 tangkai Juliet Rose dijual dengan harga $82 atau sekitar 1,28 juta Rupiah. Lucy tersenyum dan menerimanya dengan sangat manis. "Hans...." "Apa?" "Berjanjilah kau tidak menolak tempat yang ingin kukunjungi besok." Hans tersenyum lembut, "I promise." Lucy menarik sudut bibirnya ke atas setelah selesai makan malam, Hans menariknya menuju air. Hans melepas sepatunya diikuti Lucy di sampingnya, mereka menelusuri pantai dengan kaki yang menyentuh sedikit ombak. "Kau menikmatinya?" Tanya Hans menatap Lucy. "Tentu saja." "Aku pikir hanya aku yang bahagia sekarang." Lucy menggenggam Hans dan lagi-lagi Hans sedikit shock kemudian perlahan tatapannya melembut. Lucy berhenti melangkah dan membungkuk. "Apa yang kau lakukan?" Tanya Hans menaikkan alis kanannya. Lucy kemudian berjongkok dan mengambil sesuatu dari pasir itu, "Lihat! Cantik!" Hans menatap kerang dan keong yang dipegang Lucy menyeringai tipis, "Aku pikir kau lebih cantik." Lucy memanyumkan bibirnya, "Bullshit." kemudian terlintas ide di dalam pikiran Lucy, "Ingin main game?" Hans menaikkan alis kanannya dan tersenyum jahil, "Tidak, aku lebih tertarik berhubungan sexs denganmu." "Hans!" Tegur Lucy, ia berdiri dan menatap Hans, "Siapa yang mengumpulkan keong dan kerang lebih banyak ia yang menang." Hans terkekeh, "Game apa itu?" Lucy menatap Hans kesal, "Bilang saja kau tipe orang yang tidak banyak bergerak karena itu kau tid-" "Baiklah." Hans menyeringai, "Bersiaplah untuk kalah." Lucy berdegik ngeri ia merasa ada sesuatu yang buruk namun ia tidak punya alasan untuk menolak dialah yang menantang Hans. "Tidak akan!" Lucy tidak mau kalah ia langsung berlari dan mengumpulkan keong dan kerang.“ Hans terkekeh ia mulai memunguti satu demi satu keong juga kerang yang ia lihat, Ken menatapnya shock bukan main. Raja Mafia? Memungut keong? Kau bercanda? Belum lagi Hans yang terkenal dengan sifat dinginnya. "H-Hans, k-kau yakin?" Tanya Ken mendekat pada Hans. "Kau pikir aku akan kalah?" "B-bukan, mengapa tidak mencoba game yang lebih elit?" Hans tersenyum dan menepuk pundak sahabatnya itu, "Uang tidak akan membahagiakanmu sepenuhnya." Hans kembali mencari keong tanpa mempedulikan tuxedo mahalnya basah, Lucy pun begitu ia tidak mempedulikan gaun mahal yang basah terkena air asin ia menikmati permainannya dengan Hans. Lucy pelan-pelan mendekati Hans dan menjatuhkan keong-keong yang ada di tangan Hans, "Ups, aku tidak sengaja." Lucy langsung berlari dan mengolok-olok Hans kemudian kembali mencari keong. Hans menghela napas kemudian terkekeh pelan. "Awas kau, boneka nakal." Hans kembali memunguti keong-keongnya yang terjatuh setelah selesai ia mendatangi Lucy dan membalas perbuatan gadis itu. "Tidak sengaja." ucap Hans tertawa. Lucy menatapnya kesal, mengejar pria itu namun kakinya tersandung karena batu karang. Hans awalnya tertawa terbahak-bahak seperti biasa semua orang yang ada shock tapi terkecuali Ken yang tersenyum lembut ia sudah terbiasa dengan Hans yang seperti ini dan ia turut senang namun kapan hidup Ken juga berubah menjadi lebih baik karena gadis pujaannya? Lucy menunduk tidak juga bangun dari situ, Hans khawatir gadis itu ada masalah Hans segera mendatanginya. "Lucy? Ada apa?" Tanya Hans menyentuh pundak gadis itu. Byur! Lucy mencipratkan air ke wajah Hans membuat pria itu basah dari rambut hingga ke leher karena air asin mata Hans sedikit perih tapi ia tidak mau menghancurkan momen itu ia berusaha mengabaikannya dan mengusap-usap matanya. Hans menyeringai dan mengejar Lucy yang sudah lari dari tadi, jangan remehkan Hans ia berlari cukup cepat mencipratkan air itu dengan kakinya, mereka saling mencipratkan satu sama lain tanpa memikirkan status mereka. Ken tersenyum menatap kedua sosok itu, benar-benar romantis dan menyentuh. Ken yang sebenarnya selama ini kesepian merasa iri pada Hans, ia mendecih pelan. "Ternyata sexs bukanlah cinta yang sebenarnya." gumam Ken menatap foto Sarah yang sudah menjadi touch screen ponselnya. Setelah keduanya basah sepenuhnya mereka tertawa lepas menertawai kebodohan mereka yang seperti anak kecil. "Hans, kau terlihat seperti mafia terjeblos ke kolam." tawa Lucy sambil menunjuk Hans. Hans ikut tertawa namun ia mulai berucap, "Dan kau terlihat seperti boneka yang masuk ke dalam parit." Lucy tertawa namun wajahnya terkejut dengan candaan Hans, "Brengsek." Hans tertawa, "Kau lihat tataan rambutmu, seperti lumut di dalam parit." Lucy menatapnya kaget dan tertawa, "Apa aku harus memberimu kaca? Lihat rambutmu seperti bulu babi." "Lebih baik dari lumut di dalam parit."Hans tertawa sambil memegang perutnya. Lucy memukul Hans, "Brengsek!" Hans melihat jam yang melingkar di pergelangan kanannya, "Ayo kita pulang." Lucy melihat jam Hans yang menunjukkan pukul 11.57PM. "Wow, waktu berjalan begitu cepat."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD