Taksa langsung menyambar laptopnya sendiri dan mencoba mengakses sistem pendukung. Namun hasilnya sama seperti sebelumnya. Akses ditolak. Setiap pintu digital yang biasanya terbuka lebar kini tertutup rapat dengan gembok tak terlihat. “Anjir… kita diblokir. Siapa yang bisa ngelakuin ini, Val?” cetus Taksa, menatap layar laptopnya dengan sorot mata tak percaya. Rivaldi berdiri dengan langkah goyah, lalu menjatuhkan dirinya ke sofa, duduk bersandar di sana dengan ekspresi kalut. Matanya kosong, seperti baru saja kehilangan separuh nyawanya. Hatinya juga bertanya, siapa? Ini benar-benar pukulan keras yang datang secara tiba-tiba, tidak terduga. Dia selama ini merasa di atas angin. Semua aktivitas tersembunyi yang dia lakukan melalui akun-akunnya tidak pernah terdeteksi. Dia dengan mud

