MBIS - 1

3267 Words
“Mas Raka!” Panggil Reva dengan keras. “Kenapa manggilnya teriak kayak gitu Reva?” Tegur Sheeva. “Ma, Mas Raka mana? Ini urgent banget Ma.” Reva baru saja keluar dari kamarnya dan tidak menemukan Raka di kamar pria itu. Kamar Reva dan Raka bersebelahan. “Kayaknya di belakang main basket sama Reza.” “Makasih Ma.” Kata Reva sambil mencuri ciuman di pipi Sheeva. Reva langsung berlari ke belakang rumahnya guna mencari Mas tersayangnya itu. Sheeva menggelengkan kepalanya melihat anak gadisnya itu yang masih bertingkah seperti anak-anak. Karena Reva anak perempuan satu-satunya, ia sangat di manja oleh Raka dan juga Rezkan. Padahal umur Reva sudah dua puluh satu tahun, tapi tingkahnya masih seperti anak remaja saja. Reva memang sangat dijaga sekali oleh keluarga laki-laki mereka. “Kenapa kamu berdecak kayak gitu sayang?” Tanya Rezkan sambil memeluk istrinya itu dari belakang, Sheeva memang sedang di dapur menyiapkan makan malam mereka. Lambat laun Rezkan memang mengizinkan Sheeva untuk masuk ke dapur. “Itu anak kamu, masih kayak anak-anak aja dan sangat manja. Padahal umurnya udah dua puluh satu tahun, kalian terlalu memanjakan dia.” Protes Sheeva. “Iya dong sayang gapapa, lebih baik seperti itu. Dari pada dia manja sama orang lain, aku nggak akan pernah bisa terima.” Rezkan memang seorang Ayah yang sangat overprotektif pada anak gadisnya itu. “Ya ya terserah kamu aja. Udah mandi gih aku mau siapkan makan malam dulu.” Rezkan mencium telinga Sheeva. “Mandi bareng yuk sayang, udah lama nih nggak mandi bareng.” Sheeva langsung membalikkan tubuhnya dan mendorong Rezkan. “Enggak! Aku udah tahu niat busuk kamu apa! Buruan mandi sana atau kamu malam ini tidur diluar?” Ancam Sheeva. “Kenapa sekarang kamu makin pelit dan jahat sama aku?” Kata Rezkan dengan merajuk, sudah tua padahal tapi masih bisa saja merajuk. “Pergi nggak?” Ancam Sheeva lagi, akhirnya Rezkan memilih pergi meninggalkan Sheeva. **** “Mas Raka!” Panggil Reva dari pinggir lapangan. “Sini bentar.” Panggi Reva lagi. “Ganggu banget sih lo Mbak! Kita lagi asyik main nih.” Ucap Reza dengan kesal. Reza adalah anak bungsu di keluarga Antoni. “Ribut banget sih lo. Mas Raka help me.” Rajuk Reva lagi. Raka melemparkan bola basket tersebut dan dengan sigap Reza menangkap bola basket tersebut. “Ada apa?” Reva langsung menggandeng lengan Raka dan meletakkan kepalanya di bahu Raka, sambil berjalan di salah satu bangku yang tersedia di pinggir lapangan. “Gimana sama tempat magang aku Mas? Udah dapat belum?” Tanya Reva dengan lesu. “Udah ada beberapa, Mas pilihin dulu mana yang bagus jangan asal. Besok Mas kasih tahu sama kamu keputusannya ya.” “Resek lo!” Reza melempar bola basket tersebut ke arah Reva dan dengan sigap Raka langsung menangkis bola tersebut agar tidak terkena pada Reva. “Rezaaa, jangan kebiasaan kayak gitu! Kalau kena kayak mana? Kamu mau tanggungjawab?” Kata Raka marah. “Mbak Reva ganggu aja kerjanya. Kan kita lagi main.” Reva memajukan bibirnya. “Ini urgent dari pada permainan kalian.” Kata Reva bangga, bagaimanapun dia akan tetap selalu di bela oleh Raka. “Tapi tetap aja kamu nggak boleh begitu, kalau nanti Reva luka kamu mau tanggungjawab? Kalau Papa marah sama kamu gimana?” Reza sudah tahu kalau jawaban ini yang bakalan keluar. “Iya iya tahu deh yang anak kesayangan.” Ejek Reza pada Reva. “Wekkk.” Reva menjulurkan lidahnya mengejek Reza sambil memeluk lengan Raka dan manja pada Kakaknya itu. Reva memang sangat di manja oleh Kakak sulungnya itu, selain itu Raka memang menjaga Reva sekali. Dia akan selalu siap menjadi supir sekaligus pengawal bagi Reva. Dia akan mengantar Reva kemanapun adiknya itu pergi sesibuk apapun pekerjaannya. Ia tidak akan pernah membiarkan Reva untuk pergi seorang diri. Raka akan memastikan keamanan adik perempuannya itu. “Za besok beliin kebab yang di dekat kampus ya.” Pinta Reva dengan manja. “Beli aja sendiri, minta Mas Raka beliin sana.” Ucap Reza dengan nyolot. “Kok lo jahat sih, lo nggak mau beliin gue nih? Mau pelit sama gue nih?” Tanya Reva dengan nada sedih, ia sengaja melakukan hal itu agar Kakaknya kembali membelanya. Namun sebelum Raka yang berbicara Reza langsung mengalah. “Iya besok bakalan gue beliin, mau berapa banyak?” Tanya Reza pasrah. Walaupun Reza yang anak bungsu, tapi dia yang lebih banyak mengalah dari Reva yang lebih tua. “Dua aja, eh tiga deh satunya buat Mama. Biasanya Mama suka minta kalau gue makan kebab.” “Hmmmm,” Kata Reza sambil sibuk memainkan ponselnya. “Gausah pake sayur ya.” Kata Reva lagi. “Iyaaaaa.” Jawab Reza cuek. “Banyak sausnya ya.” Kata Reva lagi. “Iya bawel.” Kata Reza kesal. “Jangan kebiasaan kayak gitu Va, kamu makanlah sayurnya. Sausnya juga dikurangin jangan terlalu banyak makan begituan.” “Enak tahu Mas. Mas Raka karena belum pernah coba aja makanya bilang kayak gitu.” “Reza nanti kalau kamu beli bu—” “Aku nggak mau ikut campur, kalian saja yang berdebat aku tidak mau jadi korban. Saya pamit undur diri Tuan dan Nyonya.” Kata Reza sambil membungkukkan badannya memberi hormat setelah itu dengan berlari dia meninggalkan Raka dan Reva. “Udah deh Mas jangan larang-larang. Pokoknya Mas Raka cariin aja tempat magang aku segera okay? Aku tunggu, makasih Mas Raka bye.” Reva juga ikut ngacir begitu saja meninggalkan Raka dan masuk ke dalam rumahnya. Reva duduk di samping Papanya yang sedang sibuk memegang laptop di teras belakang dengan sebuah teh. “Papa!” Pekik Reva yang membuat Rezkan terkejut karena kedatangan anak perempuan satu-satunya itu. “Kamu ngagetin Papa aja.” Reva memilih duduk di samping Rezkan dan meletakkan kepalanya di bahu Rezkan, bergelayut manja di sana sambil melihat apa yang sedang dikerjakan Papanya itu. “Mending Papa berhenti aja kerjanya, gausah kerja lagi. Biarin aja Mas Raka yang kerja Pa, entar Papa kecapekan loh.” “Belum bisa Papa ngelepas Mas kamu gitu aja, lagian Papa masih sehat gini. Nanti kalau Papa nggak kerja, Papa bosan di rumah aja.” “Kan ada Mama, masa iya Papa bosan ada Mama.” Rezkan mematikan laptopnya, karena tahu anaknya saat ini sedang ingin bermanja ria dengannya. “Mama kamu makin kesini makin galak, Papa nggak ngerti. Mau nemeni Papa aja banyak tanyanya, ujung-ujungnya nggak mau, Papa nggak bisa manja-manja sama Mama kamu. Papa aja heran banget lihat Mama kamu sekarang.” Adu Rezkan pada anaknya itu. “Jelekin apa kamu sama anak kamu Mas? Mau tidur di luar?” Rezkan langsung berbisik pada anaknya itu. “Nah kamu lihatkan kayak mana Mama kamu.” Seketika tawa Reva pecah melihat kedua orangtuanya ini. Sheeva langsung duduk di sebrang Rezkan. “Mama jangan galak-galak sama Papa, kasihan Ma.” “Papa kamu yang resek suka banget gangguin Mama. Kamu kan dulu juga kesal kalau Papa kamu gangguin Mama.” Sheeva memakan kue buatannya. Rezkan juga ikut serta memakan kue yang baru saja di bawa istrinya itu. “Maaaa, aku makan duluan ya?” Teriak Reza dari dapur. “Jangan! Kamu mandi dulu sana, jangan coba-coba curi masakan Mama ya Rezaaaa.” Balas Sheeva yang juga teriak. “Maaa aku udah lapar loh,” “Mama bilang enggak ya enggak, kamu jangan bandel yaa nanti Mama nggak mau kasih jatah kamu makan lagi. Kamu pasti nanti malam mau main gamekan.” Reza langsung ke teras belakang memasang wajah memelas. “Ma, ayo dong aku makan ya.” Bujuk Reza sambil bergelayut manja di lengan Sheeva. “Awas kamu jangan dekat-dekat Mama. Kamu bau belum mandi, habis olahragakan.” “Makanya kasih aku makan Ma.” Rengek Reza, kalau Reva lebih manja ke Papanya. Maka Reza akan manja pada Sheeva, Mamanya. “Rezaaaa,” Tegur Rezkan. “Kalau untuk kamu bisa main game nanti malam Papa juga nggak izinin. Kamu mandi sana.” “Nggak mau, mending aku main game sekarang.” Kata Reza merajuk. Memilih duduk di kursi santai yang ada di belakang Sheeva sambil tiduran bermain games. Raka datang dan ikut duduk di samping Sheeva tempat Reza tadi duduk. “Wah ada kue nih.” Raka hendak mengambil kuenya namun langsung di pukul Sheeva tangannya. “Habis olahraga cuci tangan dulu kalau mau makan kue.” Tegur Sheeva membuat Raka menghela naafsnya lalu bangkit berdiri guna mencuci tangannya. “Gimana tempat magang kamu?” Tanya Sheeva pada Reva. “Itu tuh Ma, Mas Reza belum pilihin yang mana. Katanya mau pilih yang terbaik, sampai sekarang ga selesai.” Adu Reva masih dengan bersandar di bahu Rezkan. “Udah kamu magang di kantor Papa aja enak. Kamu nggak perlu kerja yang berat-berat nanti, Mas kamukan bakalan bantu nanti.” “Nah itu dia Pa, aku nggak mau di kantor Papa yak arena itu. Pasti nanti Papa sama Mas Raka nggak beneren kasih aku kerja. Entar aku jadi dikucilkan di bilang enggak-enggak kalau magang disana. Entar di bilang pilih kasih karena anak boss, aku nggak mau ada KKN lebih baik aku magang di tempat lain aja. Supaya aku bisa ngerasain gimana magang yang sesungguhnya Pa.” Raka datang kembali sehabis mencuci tangannya dan mengambil kue yang sudah disuguhkan di atas meja. “Raka cari yang bener tempat magang adik kamu, kalau bisa jangan yang asal-asalan gitu. Kinerja perusahaannya juga bagus, yang udah pernah kita ajak Kerjasama juga bisa supaya tahu kualitasnya gimanakan.” Pesan Rezkan. “Iya Pa tenang aja.” “Kamu juga jaga terus adik kamu, antar dia kemanapun. Jangan lalai jaganya, kalau lagi nggak bisa hubungi Papa atau Reza jangan biarin pergi sendirian kalau kamu nggak mau kejadian kemarin terulang lagi.” Rezkan tak henti-hentinya menasehati kedua anak laki-lakinya itu untuk menjaga seorang Reva Antoni. Rezkan memang sangat overportektif sekali pada anak perempuannya itu. Mereka juga tidak percaya pada orang lain untuk menjaga Reva, maka sampai saat ini tak ada yang berani mendekati Reva secara terang-terangan. Makanya Reva tak pernah merasakan berpacaran. Pernah waktu Raka tidak bisa menjemput Reva saat pulang les dan memilih pulang sendiri, benar saja Reva mala nyasar karena mencoba naik angkutan umum yang ada Reva diganggu orang jahat saat menunggu di pinggir jalan. “Adiknya yang bener dijaga jangan lalai jaga adiknya. Reza juga jangan suka ganggu Mbaknya, dijagain mbaknya yang bener.” Rezkan tak henati-hentinya selalu memberikan nasehat itu pada kedua anak laki-lakinya untuk menjaga Reva. “Iya Pa.” Jawab keduanya dengan serentak. Kalau sudah Rezkan yang berbicara sulit bagi keduanya untuk membantah dan menolak. Karena Rezkan selalu bersikap tegas pada mereka. “Pa, ganti handphone aku dong. Udah ada keluaran yang terbaru nih Pa.” Kata Reva dengan manja sambil bergelayut manja di lengan Rezkan. “Baru aja kamu ganti handphone mau ganti lagi?” Protes Sheeva. “Hehe iya dong Ma, kan udah ada yang terbaru jadi aku mau yang terbaru.” “Terus nanti kalau ada keluar yang terbaru lagi kamu mau beli lagi. Terus kalau ada lagi yang baru kamu mau beli lagi, gitu aja terus. Mau sampai kapan Reva? Mengikuti zaman boleh tapi nggak gitu juga.” Nasihat Sheeva. “Ahhh Mama pelit banget sih. Papa mau beliin akukan?” Bujuk Reva. Sheeva langsung menatap tajam pada suaminya. Untuk soal mendidik anak-anak mereka sudah sepakat untuk sepihak, tidak boleh membeda-bedakan. Maksudnya jikalau salah satu setuju karena benar harus di dukung walaupun sebenernya Rezkan mudah mengabulkan permintaan anaknya itu. Hanya perkataan Sheeva juga benar, kalau dikeluarkan lagi yang terbaru anaknya juga akan nuntut beli lagi. “Kali ini dengerin apa kata Mama kamu ya? Yang dibilang Mama kamu kali ini bener.” Kata Rezkan menenangkan. “Yahh Papa kok gitu sih, Papa juga ikutan pelit.” “Bukan gitu sayang, lagian handphone kamu masih barukan? Jadi kamu pakai aja dulu, kecuali tadi handphone kamu rusak nggak bisa dipakai lagi baru kita ganti. Ini juga masih bagus kenapa mau diganti.” Reva sudah merajuk karena keinginannya tidak dipenuhi, tapi ia masih saja bergelayut manja di lengan Rezkan. “Udah sana kamu mandi. Anak perempuan kok udah sore gini belum mandi jorok tahu. Gimana ada cowok yang mau sama kamu, makanya kamu jomblo sampai sekarang.” Reva langsung menatap Sheeva dengan marah. “Mama tahu aku nggak punya pacar sekarang bukan karena aku jorok, tapi karena Papa sama Mas Raka. Gimana mau punya pacar, kalau bodyguardnya nyeremin kayak gini. Kalau ada cowok yang deketin aja Mas Raka langsung temui itu cowok kan kesel.” Itu merupakan fakta. Di saat ada pria yang mencoba mendekati Reva, Raka akan hadir menghalangi pria itu mendekati adiknya. Raka langsung tahu siapa aja yang mencoba mendekati adik perempuannya itu. “Tetap aja sana kamu mandi nggak usah deket-deket sama suami Mama. Suami Mama udah wangi udah bersih enggak kayak kamu, yang ada nanti suami Mama bau gara-gara kamu.” Reva langsung mencebik. “Ishhh Mama alay banget deh. Suami Mama ini juga Papanya aku ya, jadi bukan Mama aja yang punya hak atas Papa.” Protes Reva. Sheeva dan Reva memang sering sekali adu mulut karena berbeda pendapat. Tapi mereka hanya seringa du mulut saja tidak bertengkar beneren sampai membenci. Pada dasarnya mereka sangat saling mencintai makanya begitu. Apa lagi keduanya ratu di rumah Antoni. Keduanya terlalu dijaga dan dimanja sekali oleh ketiga pria di keluarga Antoni. Reza langsung bangkit berdiri sambil menggelengkan kepalanya melihat dua wanita yang dicintainya itu. “Drama dimulai, sebelum kena mending kabur.” Ucap Reza sambil mencomot kue di atas meja dan langsung lari dengan cepat. “Mama yang lebih berhak atas Papa bukan kamu. Udah sana kamu mandi, atau kamu mau keperluan kamu nggak Mama siapin lagi?” Ancam Sheeva. “Terus aja! Terus aja ancem aku kayak gitu!” Ucap Reva kesal sambil bangkit berdiri dan tak lupa menghentakkan kakinya. “Aku benci sama Mama!” Katanya kesal dan pergi untuk naik ke atas. Sedangkan Raka ikut menggelengkan kepalanya dan menyusul adiknya. Di tangga ia merangkul Reva. “Udah jangan ngambek, Mama Cuma becanda doang. Kamu kayak nggak kenal gimana Mama aja, entar kalau kamu selesai magangnya Mas beliin handphonenya. Gimana?” Reva langsung menatap Raka. “Mas Raka serius?” Raka menganggukkan kepalanya dan Sheeva langsung memeluk Raka dengan erat. “Yeaayyyyyy akhirnya, Mas Raka emang beneren baik. Mas Raka emang Kakak aku yang paling the best sedunia. Makasih Mas Raka.” Kata Sheeva dengan riang dan tak lupa ia mencium pipi Raka dengan semangat sangkin senangnya. “Gue masih bisa denger ya apa yang kalian bahas. Mbak Reva dapat aku juga harus dapat, Mas yang baik nggak akan pilih kasih sama adiknya.” Sela Reza yang sedari tadi sembunyi di balik dinding. “Elahhh elo emang ya sirik aja kalau gue dapat hadiah. Nggak bisa seneng kalau gue seneng. Emang lo ya.” Reva mengejar Reza hendak memukul adiknya itu, namun Reza lebih cepat dan langsung masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. “Reza bukaaa! Awa lo ya! Nggak bakalan gue kasih uang jajan deh lo nanti! Lihat aja pokoknya!” Kata Reva sambil menggedor-gedor pintu kamar Reza. “Udah-udah jangan berantem lagi. Kamu buruan mandi nih, entar Mama marah lagi kalau kamu lama. Bentar lagi udah mau makan malam.” “Biarin aja, nggak peduli. Mama kayaknya lagi datang bulan sensitive banget, marah terus dari tadi. Papa tadi juga bilang gitu.” Adu Reva. “Iya mungkin, yaudah kamu mandi sana. Mas juga mau mandi.” Raka langsung masuk ke dalam kamarnya sendiri, begitu juga akhirnya Reva masuk ke dalam kamarnya sendiri. ***** Dua Minggu Kemudian “Kamu yang namanya Reva Antoni?” Tanya seorang perempuan yang berwajah oriental. “Iya Mbak, saya Reva yang mau magang di kantor ini.” Jawab Reva dengan sopan. “Perkenalkan nama saya Naomi.” Wanita yang bernama Naomi tersebut mengulurkan tangannya dan Reva membalas ulurangan tangan wanita itu. “Saya sekretaris Pak Albara Pradipta.” Reva kaget yang menyambutnya sekretaris CEO-nya langsung bukan HRD. “Oh iya Mbak, kenapa saya diarahkan sama Mbak Naomi? Bukannya saya harusnya ke HRD ya?” Tanya Reva bingung. Naomi tersenyum mengerti karena kebingungan Reva. “Iya saya diminta langsung oleh Pak Albara yang mengurus kamu.” “Mengurus?” Beo Reva tanpa sadar membuat Naomi tertawa. “Eh maaf Mbak bukan bermaksud.” Reva sadar bahwa ia sudah berlebihan mungkin. “Jadi seperti ini Pak Albara minta kamu menjadi asisten saya, atau lebih tepatnya wakil saya. Jadi kamu juga ikut terlibat dalam mengurus keperluan Pak Albara karena seperti yang saya sampaikan tadi kalau saya ini sekretaris pribadinya Pak Albara, jadi kamu langsung bekerja di bawah naugan Pak Albara.” Reva kaget mendengar hal itu. “Mbak Naomi serius? Saya nggak salah denger Mbak? Padahal yang saya tahu saya hanya jadi karyawan biasa aja bantuin un—” “Iya nggak jadi, kamu dipindahkan langsung sama Pak Albara. Karena Pak Albara yang minta langsung bukan HRD.” Senyum Reva mengembang, ia sangat senang karena bisa dipercayakan hal yang sebesar itu. Ia tidak menyangka kalau akhirnya ia magang dengan jabatan yang berbeda dari seharusnya. Padahal ia sudah sangat siap akan repot nantinya menjadi karyawan biasa yang diberikan banyak beban tanggungjawab dan di sepelekan. Ia tahu hal itu dari seniornya yang terlebih dahulu mengalami hal itu. “Wahh sepertinya saya akan langsung berterimakasih nanti sama Pak Albara karena kasih saya kesempatan sebesar ini.” Ucap Reva senang. “Iya mudah-mudahan kamu betah, manatau kamu nanti bisa bekerja menetap disini membantu saya. Karena Pak Albara jarang sekali meminta langsung sampai seperti ini, saya juga senang akhirnya punya teman yang bisa membantu saya. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik ya.” Ucap Naomi tulus. “Iya Mbak sama-sama, ajarin saya ya Mbak kalau nggak tahu. Kalau saya salah bilang aja Mbak jangan sungkan juga, saya mau belajar banyak dari Mbak Naomi.” “Yaudah kalau begitu silahkan kamu lihat dulu meja kamu, susun barang bawaan kamu itu.” Kata Naomi sambil menunjuk meja yang ada di depannya itu. Meja tersebut juga baru saja di angkat dari Gudang persedaan dan baru disusun, makanya Naomi sempat bingung kenapa bossnnya itu memerintahkannya secara tiba-tiba tanpa ada himbauan terlebih dahulu. “Makasih banyak Mbak Naomi.” Reva tidak bisa bohongi perasaannya ia sangat senang saat ini. Dengan riang dan semangat Reva menyusun barang-barang yang sudah disiapkannya. Seperti alat tulis dan yang lainnya. Ia menyusun mejanya sebaik dan semenarik mungkin agar dia betah. “Mbak, boleh ketemu sama Pak Albaranya nggak? Saya mau mengucapkan terimakasih karena sudah menerima saya dan menempatkan saya disini.” Ucap Reva dengan semangat. “Nanti kamu juga bakalan ketemu kok. Pak Albara lagi ada pertemuan jadi nggak ada di ruangannya.” “Loh kok Mbak Naomi nggak ikut pertemuannya? Kan sekretarisnya.” “Iya tadi Pak Albara bilang bisa sendiri, saya disuruh nyambut kamu.” Reva menganggukkan kepalanya mengerti. “Mbak saya harus kerjain apa? Ada yang bisa saya bantu Mbak?” Tanya Reva sambil mendatangi Naomi yang ada di depannya. “Kamu bisa mulai dari ini, kamu bisa perbaiki yang salah nggak? Ini di dalam flashdisk ada filenya, nah udah di coretkan disini coba kamu perbaiki semuanya ya. Pastikan laporannya jangan ada yang salah, nanti kalau ada yang salah lagi Pak Albara bisa marah.” Jelas Naomi. “Baik Mbak, akan saya coba kerjakan. Pak Albara orangnya sangat professional sekali ya Mbak?” Tebak Reva. “Iya Pak Albara nggak suka kalau ada yang salah, makanya kamu juga harus hati-hati dan jaga sikap ya? Jangan buat Pak Albara marah.” Reva mengerti dan menganggukkan kepalanya. Ia langsung menuju meja kerjanya dan mengerjakan yang disuruh oleh Naomi. Dalam hati Reva jadi deg-degan sendiri bagaimana kalau dia berbuat salah pikirnya, Reva jadi ketakutan sendiri memikirkan boss yang dia tidak tahu bagaimana rupanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD