Chapter 4

1438 Words
Felica kembali membuka kedua mata saat hawa dingin mengusik tidur lelapnya, tubuhnya masih terasa lemas dan rasa mual begitu ia rasakan. Perlahan ia bisa menggerakkan tubuhnya meski terbatas, dan beberapa saat kemudian ia merasakan seseorang yang memeluk tubuhnya dengan erat. Felica berusaha menoleh dan mendapati pria bersurai putih dengan tatto hitam menghiasi sudut kedua matanya. 'Xavier? Bukan, tidak mungkin Xavier bisa memasuki kediaman White. Lalu, siapa?' batin Felica bertanya-tanya. Mata indah itu perlahan terbuka dan beradu pandang dengan Felica, senyuman manis di berikan oleh pria itu sambil kembali menarik tubuh Felica. Pria itu mengecup bibir Felica sekilas dan mulai melumatnya kecil, Felica ingin sekali mendorong pria itu dan menghajarnya. Namun, tubuhnya masih terasa lemas dan pergerakannya sangat terbatas. "Akhirnya kau sadar, Felicaku sayang," ujar pria itu sambil bangun dan mengukung tubuh Felica. "Butuh berapa lama aku melakukannya sampai kau terbangun seperti sekarang?" tanya  pria itu sambil menarik tangan Felica lalu menciumnya dengan sensual. Felica mengerutkan dahinya, ia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud pria itu. Hingga ia merasakan sesuatu menyentuh area kewanitaannya, Felica baru menyadari jika tubuhnya saat ini tidak mengenakan sehelai benang pun. "Ka-kau ... si-siapa?" tanya Felica dengan suara serak. Tenggorokkannya begitu kering, sampai ia tidak tahu sudah berapa lama ia terbaring di sana. Pria itu tersenyum lembut dan sedikit menjilat tangan Felica. Ia mengambil air di atas nakas lalu menenggaknya. Dengan cepat ia menempelkan bibirnya dengan Felica dan membiarkan air itu membasahi kerongkongan Felica. "Uhuk ... uhuk," Felica sedikit terbatuk karena terkejut dengan yang di lakukan pria itu. Nekat, pria itu terlalu nekat untuk berurusan dengan Felica. Felica dapat melihat dari raut wajah pria itu, tidak ada rasa takut saat menyentuhnya. Entah mengapa Felica seperti mengenalnya, tetapi ia tidak begitu yakin siapa pria itu sebenarnya. "Kau melupakanku? Jahat sekali!" Pria itu langsung mencengkram rahang Felica, ia kembali melumat bibir Felica. Sialnya, Felica baru menyadari jika pria itu sama sepertinya, tidak memakai sehelai benang pun menutupi tubuhnya yang atletis. Felica benar-benar tidak mengingat pria itu, apalagi mengenalnya. Felica hanya seperti familiar, tetapi tidak begitu ingat seperti siapa pria itu. "Aku yang pertama kali mencintaimu, aku yang pertama kali kau cintai. Tetapi, kau justru menikah dengan mereka, kau meninggalkanku dengan manusia ular tua itu!" racau pria itu sambil menatap Felica dengan pandangan tersakiti. "Apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya?" tanya Felica yang akhirnya mendapatkan suaranya kembali. "Jika kau tidak mengingatku, maka aku akan membuatmu mengingatnya!" desis pria itu yang tanpa perasaan memasukkan kejantanan miliknya menerobos ke dalam milik Felica. "AKH!" Felica bersusah payah untuk menggerakkan tangan dan tubuhnya yang lemas. Pria itu menyeringai, ia mencondongkan tubuhnya dan kembali melimat bibir Felica. Air mata Felica mengalir dengan apa yang pria itu lakukan, rasa sakit di kewanitaannya benar-benar membuatnya ingin mengumpat kasar pada pria itu. "White...," gumam Felica berharap White akan menolongnya kali ini. BRAAAKK "s**t, menyingkir dari Mommy!" Prince memasuki ruangan dengan menghancurkan pintu yang terkunci dari dalam. Bugh Prince menendang pria bersurai putih itu dan sangat disayangkan pria itu menabrak lemari dan menghancurkan meja kaca. Braak Praank Dengan cepat Prince menutupi tubuh Felica dengan selimut agar tidak ada yang melihat tubuh indah milik wanita bersurai merah itu. "Paman! Sudah aku katakan untuk menjaga sikapmu, dasar ular tua bangka!" desis Prince yang terlihat marah akan kelakuan pria yang ia panggil 'Paman' itu. Prince langsung bergegas mendekati Felica dan memberikannya sebuah obat untuk diminum. Namun, Felica langsung saja terbatuk-batuk memuntahkan darah segar dan cairan hitam dari mulutnya ke lantai. Prince tersenyum saat obat miliknya berhasil mengeluarkan racun yang ada di dalam tubuh Felica seutuhnya. "Aku hanya ingin membuatnya teringat padaku," jawab pria itu sambil mencoba berdiri dan berjalan mendekat mengambil pakaiannya. "Dengan cara memperkosanya? Kau justru membuat Mommy akan membencimu, bagaimana jika Daddy mengetahui apa yang telah kau lakukan pada Mommy? Pasti Daddy akan mengulitimu hidup-hidup!" seru Prince yang tidak menerima pembelaan dari pria itu. "Felica mencintaiku, ia tidak akan mungkin membiarkanku dikuliti oleh manusia ular itu," jawab pria itu tenang dan menatap Felica yang sedang mencerna apa yang terjadi di hadapannya. 'Apa yang terjadi di sini?' batin Felica bertanya-tanya dengan tubuhnya yang menyandar di kepala ranjang. Prince menoleh, ia tahu jika Ibunya itu sedang menunggu penjelasan darinya. Namun, kesehatan Felica lebih penting saat ini. Prince kembali memeriksa tubuh Felica, dan racun dalam tubuh Ibunya itu kini telah sirna. "Mom, coba kau sedikit menggerakkan jemari tanganmu," pinta Prince, Felica menurut dan mencoba menggerakkan jemari tangannya. Berhasil, rasa lemas di tubuhnya perlahan mulai tergantikan dengan energi yang cukup untuk menggerakkan anggota tubuhnya. Felica tersenyum, ia merasa lebih baik daripada saat pertama kali ia membuka mata. Ia kembali menoleh ke arah Prince, lelaki bersurai putih dengan iris seperti White. "Apa kau anak White bersama Chaeri?" tanya Felica dengan senyum di wajahnya. "Jangan sebut aku anak dari wanita rubah itu! Aku adalah anak Mommy, aku adalah anakmu. Apa wajahku tidak ada miripnya denganmu? Apa kau tidak ingin menerimaku sebagai anakmu karena terlahir berbeda dari kakak dan ketiga adikku?" protes Prince, wajahnya terlihat putus asa dan menahan amarah. "A-anakku?" tanya Felica  sedikit terbata. Sebuah ingatan muncul di dalam benaknya seperti potongan film. Keanehan pada kandungannya saat mengandung Salazar, saat itu masih berusia empat bulan dan perutnya sudah seperti sembilan bulan. Ia merasakan rasa sakit yang luar biasa, hingga ia hampir pingsan dan Nero melakukan sesuatu pada perutnya. Dan ia merasa sedang melahirkan dalam keadaan setengah sadar, dan saat itu juga ia melihat seseorang bertudung hitam dan memakai topeng mengambil seorang bayi yang baru saja ia lahirkan. "Jangan-jangan ... kau ... anakku ... dan White yang mengambilmu saat itu?" tanya Felica suaranya sedikit tertahan karena ia mencoba untuk tenang . Ia kembali mengingat betapa depresinya ia setelah kehilangan putranya yang hilang di tambah hilangnya Salazar. Prince mendekat lalu memeluk tubuh Felica erat, mengantarkan rasa rindu dan haru milik lelaki itu. "Aku merindukanmu, Mom. Sangat-sangat merindukanmu." Felica meneteskan air mata, ia pikir ia telah kehilangan putranya saat itu. Felica langsung saja membalas pelukan Prince erat-erat. Putranya bersama White, ia tidak tahu apa yang terjadi pada kandungannya saat itu. Namun, ia tahu jika Prince benar-benar putranya bersama White. "Kemana saja kau selama ini, mengapa baru saat ini kau menemuiku?" tanya Felica sambil menggenggam tangan Prince. "Aku tidak bisa bertemu Mommy jika belum kuat, atau Daddy tidak akan pernah mempertemukanku denganmu, Mommy. Aku berusaha semampuku agar bisa bertemu Mommy," jawab Prince sambil menundukkan kepalanya. "Kau hebat, kau sudah banyak berusaha, Sayang. Sekarang kau harus tinggal bersamaku, aku tidak ingin White menghajarmu lebih dari ini. Aku tahu apa yang mungkin White lakukan padamu, karena White bukanlah pria yang akan mengasihani orang lain," jawab Felica sambil memeluk Prince kembali. "Memangnya apa yang sudah Daddy lakukan pada Mommy?" tanya Prince yang mengerutkan dahinya. Setahunya, White adalah sosok Ayah penyayang, pria itu mungkin kejam. Tetapi, tidak mungkin kekejaman itu ia lakukan pada orang ia cintai. "Daddy-mu pernah hampir membunuhku, karena itu aku tahu kau pasti tidak akan baik-baik saja saat bersamanya. Maka dari itu mulai saat ini kau harus tinggal bersamaku!" jawab Felica yang mengabaikan raut wajah Prince yang terkejut. "Apa tidak apa-apa? Bagaiman dengan yang lain? Aku takut mereka akan menyerangku, aku tidak sekuat Daddy," jawab Prince yang menundukkan kepalanya. "Aku akan melindungimu, mereka tidak boleh menyentuhmu. Kau percaya padaku, bukan?" ujar Felica. Melihat wajah polos Prince seperti lelaki yang selalu saja di tindas oleh White, Felica tidak tega dengan Prince yang terlihat menggemaskan di matanya. Ia yakin Prince adalah putranya yang lemah karena White mendidiknya. Secara logika, White tidak akan mendidiknya jika ia kuat, dan jika White mendidiknya dengan imbalan dapat bertemu dengan Felica. Sudah di pastikan, Prince tidak terlalu kuat dalam mengatasi White. "Ohh Putraku yang malang, aku akan menolongmu dari ujian Ayahmu yang mengerikan itu." Felica kembali menarik Prince dalam pelukannya.  Prince menyeringai, dengan mudah ia mendapati kepercayaan Ibunya, dengan begini ia dapat dengan mudah menjalankan semua tugasnya. Pria bersurai putih dengan tatto di pinggir matanya mulai berdecih. Felica menoleh dan menatap tajam pria itu, ia masih tidak mengingat siapa pria itu hingga akhirnya ia menyadari satu hal. 'Felica mencintaiku, ia tidak akan mungkin membiarkanku di kuliti oleh manusia ular itu,' Felica kembali mengingat perkataan pria itu sebelumnya. "Dan kau ... jangan-jangan," Felica menutup mulutnya saat ia menebak siapa sebenarnya pria itu. "Ahh ya, Mom. Dia adalah Paman Sam, ular besar nan m***m yang selalu berteriak ingin menikahi Mommy jika ia sudah mendapatkan tubuh kloningan manusia miliknya," ujar Prince sambil melihat reaksi Felica yang kemudian tertawa . "Hahaha," Felica tidak dapat menahan tawanya saat mengetahui siapa pria itu.          Sam yang merasa tersinggung mendekati Felica dan menyingkirkan Prince untuk mengantikan dirinya memeluk Felica. "Kau baru mengingatku? Jahat sekali," ujar Sam terdengar manja, sedangkan Felica mencoba menyudahi tawanya. "Hahaha, Prince." "Yes, Mom?" "Ingatkan aku, jika aku pernah diperkosa ular." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD