Chapter 5

1699 Words
Sudah beberapa hari Felica berada di laboratorium milik White,  ia tidak tahu saat ini berada di negara atau bahkan di pulau mana. Yang ia lihat dari keseluruhan tempat itu hanyalah bangunan megah yang ia tempati dengan hutan di sekelilingnya. Tidak lupa para ular yang selalu mendekati Felica. Varsa terpaksa bertukar dengan Ashura, dengan senang hati Ashura akan bermain dengan ular-ular yang sudah lama tidak ia lihat itu. Rury, Diego dan Flupy hadir dengan sisik mereka yang berubah. Mereka sudah menjadi ular mutan karena hampir mati termakan usia. White memasuki kamar yang Felica tempati bersamaan dengan Prince, lupakan Sam yang saat ini White hukum dengan menggantungkan tangannya dengan rantai dekat dengan tubuh aslinya. "Felica, kau sudah baik-baik saja?" tanya White sambil memeriksa kondisi tubuh wanita kesayangannya. "Sudah ratusan kali aku menjawabnya," jawab Felica dengan seulas senyum di wajahnya. "Kau tidak perlu memikirkan para suamimu itu, mereka sudah aku kabari sebelumnya," ujar White menjawab keresahan di wajah Felica. "Mengapa kalian tidak menikah saja?" Prince memutar bola matanya kesal. "Diam atau aku jahit bibirmu itu!" jawab White menatap tajam putranya. Felica hanya tertawa kecil sambil mengelus kepala Rury yang berada di atas pangkuannya, ular itu terlihat begitu manja dengannya. Tentu saja Rury begitu manja dengan Felica. Selama ini Varsa menguasai tubuh Felica dan ular anaconda itu sulit mendekati Felica. "Siapa nama lengkapmu, Prince?" tanya Felica yang akhirnya bertanya setelah beberapa hari hanya mengamati Prince yang bermanja pada dirinya. "Dracania Prince Snake," jawab White sebelum putranya itu menjawab pertanyaan Felica. "Pangeran ular?" Felica menaikkan satu alisnya. "Berbeda dengan Cancri, kau-" "Aku tidak memberikan nama mereka bertiga," potong White sambil menatap tajam Felica. Felica terdiam sejenak, tatapan White memang dapat membuat orang-orang yang melihatnya merasakan ketakutan. Prince langsung saja mendekat dan memeluk Felica, seperti biasa Ayahnya selalu saja membuat suasana menjadi tegang. "Dad, jangan menatap Mommy seperti itu, kau seperti ingin menerkamnya saja." White menghembuskan napasnya pelan, ia tidak suka membicarakan anak-anak yang tidak pernah ia anggap. Terlebih salah satu anaknya hampir membunuh Felica, jika saja saat itu Felica tidak menghentikan dirinya untuk membunuh putra keduanya, mungkin rasa bersalah itu akan sedikit berurang dari lubuk hatinya. "Kau bisa bertahan bersama Daddy-mu itu selama ini? Aku salut padamu, Prince," ujar Felica sambil memeluk Prince dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin tinggal bersama Mommy," gumam Prince sambil sedikit menundukkan kepalanya. Felica yang mendengarkan gumaman Putranya langsung saja tersenyum senang, tentu saja ia akan membawa Prince pergi dari tangan White. Putranya bisa mati jika terus berada di sisi White yang tidak peduli apapun selain dirinya. "Dalam usia ular, Prince masih terlalu muda, karena itu aku tidak sarankan untuk pergi dari laboratoriumku, Prince masihlah anak kecil yang tidak tahu apa-apa," ujar White sambil mengambil tempat duduk di samping Felica. Felica mengangguk mengerti, tetapi akan lebih berbahaya jika terus bersama White. Mengingat jika ia pernah dikurung bahkan hampir mati karena White, Felica tidak ingin sesuatu terjadi pada Putranya. "Aku akan merawatnya, Prince harus berada di dekatku. Aku tidak ingin kau tidak sengaja membunuhnya," jawab Felica sambil menatap tajam White. White hanya tertawa kecil memperlihatkan wajah tampannya, tidak mungkin ia membunuh putra kesayangannya. Rury yang merasa terusik mulai terbangun dari pangkuan Felica, ular anaconda itu mulai menciumi wajah Felica dan kemudian mengigit kepala Prince yang menurutnya mengganggu. "Rury!" Felica terkejut dengan yhang di lakukan Rury, sedangkan prince hanya tertawa meski kepalanya sudah mengeluarkan darah. "Rury, kau melukainya!" ular anaconda itu langsung saja melepas gigitan di kepala Prince. "Rury hanya sedang bermain dengan Prince, biarkan saja," ujar Whte yang sepertinya sudah terbiasa dengan apa yang dilakukan para ularnya. Felica hanya bergumam sambil menatap tajam White, ia langsung saja mengambil handuk kecil untuk membersihkan luka di kepala putranya. Prince tersenyum saat Felica mencoba mengobati luka-luka itu, ia dapat merasakan kasih sayang yang dipancarkan Felica padanya. Awalnya ia takut jika Felica tidak menerimanya, tubuhnya bukanlah tubuh manusia biasa. Ia bisa berubah menjadi ular atau setengah ular jika ia ingin. Dan mudah saja baginya menjadi manusia kembali, ini semua karena gen dari ayahnya yang terlalu kuat dan menjadikannya monster. "Selama ini sudah berapa tulang tubuhmu yang patah?" tanya Felica sambil memberikan obat di kepala Prince. "Aku tidak ingat, mungkin sudah tiga ratus kali tulangku patah karena lilitan Rury dan Paman Sam," jawab Prince enteng. Lagi-lagi Felica menatap tajam White yang sepertinya tidak merasa bersalah, beruntung Prince tidak mati atau tidak sengaja mati karena White. Felica menggelengkan kepalanya pelan, ia semakin yakin untuk membawa Prince pulang bersamanya. "Kau harus ikut denganku, biarkan saja Daddy-mu itu tinggal bersama dengan istri dan anak tercintanya," ujar Felica. White kembali merasa kesal karena Felica membawa  wanita rubah dan anak-anaknya yang tidak berguna. Berdecih, White menarik tangan Felica agar mereka saling berhadapan. "Kehadiran Prince adalah tanda jika aku mencintaimu, apa kau tidak mengerti?" Felica terdiam sejenak, ia tahu perasaan White kepadanya. Hanya saja, ia tetap tidak dapat memiliki White, Felica melepaskan tangan White yang mencengkram lengannya. Bukan saatnya untuk membahas perasaan White, karena hal itu sia-sia. Sia-sia untuk Felica yang tidak akan pernah bersanding dengan manusia ular yang ia tolong itu. "Bisa kita kembali sekarang? Aku sudah baik-baik saja, dan aku ingin memperkenalkan Prince pada mereka semua,"  ujar Felica sambil mengecup kening Prince yang hanya diam dari tadi. White mengepalkan tangannya, ia tidak bisa apa-apa untuk saat ini. Ya, hanya saat ini ia tidak bisa melakukan apapun yang ia inginkan. Jika sudah tiba waktunya, ia akan mengambil Felica dari keempat suaminya. White bangkit dari duduknya, mengecup kening Felica lalu berjalan keluar ruangan. "Hector," panggil White sebelum ia benar-benar menghilang di balik pintu. Seseorang muncul dengan tudung berwarna hitam dan topeng yang menutupi wajahnya. "Siapkan kendaraan untuk mengantar Felica," ujar Whte tanpa menoleh ke arah pria bertudung itu. Pria itu membuka topeng dan tudung miliknya, menoleh ke arah Felica yang kini menatapnya penuh dengan tanda tanya. Hector tersenyum lalu menunduk hormat, Prince yang melihat itu langsung saja menatap tajam Hector.          "Jangan menggoda Mommy!" Hector hanya menggeleng pelan lalu meninggalkan tempatnya berdiri, Felica hanya tertawa kecil melihat tingkah kekanakan Prince. Benar apa yang dikatakan White, Prince masihlah anak kecil yang perlu ia lindungi. Namun, Felica tidak mengetahui satu hal tentang Prince, lelaki bersurai putih itu kembali memeluk tubuh Felica sambil menyembunyikan seringaian di wajahnya. Perjalanan membutuhkan waktu beberapa jam, sebelumnya Felica sudah memberitahu kepada keempat suaminya jika ia akan kembali hari ini. Ia yakin Nero pasti sudah menyiapkan beberapa hukuman yang mampu membuat suaminya itu terpuaskan. Ia menoleh ke arah Prince yang tidur dengan tenang di samping kirinya, tetapi saat ia menoleh ke arah kanan. "Mengapa Sam juga ikut dengan kita?" tanya Felica yang sedikit risih karena Sam sedang bermanja di pundaknya. "Kau tidak ingin melihatku? Kau ingin meninggalkan ku sendiri? Itu tidak akan terjadi, Felicaku sayang. Lagi pula aku harus menjaga wilayahku," jawab Sam sambil mengecup pipi Felica. "Aku akan menembak kepalamu jika tidak menjauh dari Mommy, Paman Sam." Felica tertawa sambil mengusap kepala Prince yang sepertinya terganggu dengan suara Sam. Yang di maksud Sam dengan wilayahnya adalah seluruh wilayah Istana Roulette saat ini, Felica pikir Sam akan memakai wujud aslinya untuk berjaga di wilayah yang luas itu. "Mom menjauhlah dari Sam, dan ingatlah jika kau pernah diperkosa ular!" desis Prince sambil menatap tajam Sam yang tidak terima dengan perkataan keponakannya itu. "Ok, baiklah. Jangan sampai para Daddy-mu yang lain mendengar jika aku pernah diperkosa ular besar yang sekarang menjadi manusia dan duduk di sebelahku. Mereka akan memburu Sam hingga dapat dan menguliti Sam hidup-hidup." Memasuki kawasan Roulette, Hector memberhentikan mobil mereka di salah satu Mansion. Felica menjelaskan jika Prince dan Sam harus menunggu di Mansion itu hingga persiapan penyambutan Prince selesai. Prince dan Sam mengangguk patuh, Felica mengecup kening Prince lalu meninggalkan mereka. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Sam sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Prince menyeringai. "Ini akan semakin menarik, Paman. Aku ingin melihat reaksi ketiga kakak tiri saat Mommy memperkenalkan diriku, " jawab Prince, di belakangnya sudah ada beberapa orang memakai jubah dan bertudung hitam tidak lupa dengan topeng yang menutupi wajah mereka. "Kau membawa semua anak buahmu?" tanya Sam, ia mengenal semua anak buah Prince sejak pertama kali ia harus memakai tubuh manusia kloningan miliknya. "Kami tidak ingin Prince terluka sedikit pun," ujar anak buah Prince dengan memakai topeng berbentuk rubah dengan warna merah darah. "Menjaga Prince sama saja seperti menjaga nyawa kami," timpal seseorang bertopeng sisik ular dengan warna biru muda. "Mereka hanya terlalu protektif kepadaku," jawab Prince dengan tawa kecilnya. Sam tertawa terbahak-bahak, ia tahu tujuan sebenarnya dari semua anak buah Prince. Mereka hanya ingin menjaga Prince agar tidak lepas kendali, lagi pula Sam sudah merasakan amukan Prince dan membuat tubuh ular miliknya hampir rusak. Bisa ia katakan jika yang sebenarnya mereka lakukan adalah menjaga orang-orang di sekitar Prince agar tidak terbunuh dengan mudah. "Kalian boleh pergi," usir Prince. Anak buah Prince langsung saja menghilang tanpa meninggalkan jejak. Di sisi lain Felica baru saja turun dari mobil milik White, tubuh Felica menegang saat ia melihat Alucard dan ketiga suaminya berdiri sejajar dan menatapnya tajam. "Felica," desis Alucard yang maju selangkah mendekati Felica yang hanya diam mematung di tempatnya berdiri.  Mobil White melaju pergi meninggalkan Felica menghindari dari serangan dadakan jika Hector tidak cepat-cepat pergi dari tempat itu. "Bisa kita bicarakan nanti, aku ingin melaporkan hasil misiku hari ini juga." Felica mencoba mengalihkan perhatian mereka, tetapi sepertinya Felica lupa untuk menghapus bercak warna merah di lehernya. Alucard langsung saja mengambil chip yang susah payah Felica dapatkan. "Glory, laporkan keberhasilan misi Felica pada Pemerintah Dunia. Katakan pada mereka untuk beberapa hari Felica tidak akan menerima misi apa pun," ujar Alucard yang langsung saja mendapatkan tatapan tidak percaya dari Felica. "Alucard-" "Diam, kau sudah melewati batas kali ini!" potong Alucard yang sepertinya tidak main-main dengan perkataannya. Felica ingin kembali membantah, tetapi tiba-tiba saja penglihatannya menggelap. Felica terjatuh ke dalam pelukan Alucard, terlihat Xavier yang baru saja memukul tengkuk leher Felica agar wanita itu tidak sadarkan diri. "Hukuman apa yang kali ini kita berikan?"  tanya Alucard yang langsung saja mengangkat tubuh Felica. "b******u dengan panasnya," Xavier memberi saran. "Kalau begitu, jangan biarkan Felica berjalan dalam beberapa hari," jawab Alucard sambil berlalu membawa Felica. "Apa kali ini kau akan bermain aman?" tanya Vicente pada Alucard. "Tidak perlu bermain aman, biarkan Felica merasakan bercinta dengan kita hingga ia menyerah!" jawab Alucard. "Jadi kami boleh bermain kasar?" tanya Nero sambil menyeringai. "Lakukan!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD