Chapter 6 Part A

2310 Words
Ckling Suara besi bergesekan terdengar, kedua mata indah itu perlahan terbuka dengan napasnya yang teratur. Felica mencoba menggerakkan tangan, tetapi sebuah rantai menahan tangannya. Mencoba membiasakan cahaya masuk ke dalam mata, wanita itu mulai mengenali di mana saat ini ia berada. "Ahh, ruang hukuman," desah Felica saat mengetahui dimana saat ini ia berada. Kedua tangannya terikat ke atas dengan rantai besi yang menjulur dari langit-langit kamar, tubuhnya setengah duduk di atas ranjang karena kedua tangannya yang tertarik ke atas. Rasa sakit di tengkung leher, membuatnya masih merasakan sedikit pusing. "Xavier benar-benar memukulku keras kali ini," desahnya lagi dengan kepala tertunduk. Melihat tubuhnya yang sudah berganti pakaian , ia yakin Vicente yang melakukan semua itu. Vicente menyukai cara bercinta yang berbeda, suaminya itu menyukai dirinya yang memakai pakaian aneh dan kini ia harus memakai pakaian dengan bahan latex. Bentuk tubuhnya kini semakin jelas terlihat tanpa adanya pakaian dalam. "Rasanya aku belum lama di perkosa oleh ular, tetapi sekarang aku harus di perkosa dengan para suamiku sendiri?" gumam Felica yang tersenyum miris dengan hidupnya. Ruangan bercat hitam dengan garis merah itu menambah suasana menjadi cukup dingin. Berbagai peralatan medis, obat-obatan, bahan makanan, dan juga benda-benda aneh yang dapat membuat yang melihat ruangan itu terasa mengerikan. Ranjang yang begitu besar dan juga sofa panjang yang terletak di hadapan ranjang, udara dingin dari ac yang terpasang mampu membuat tubuh Felica mendingin. Kondisi tubuhnya sudah mulai membaik setelah racun ular dalam tubuhnya di keluarkan. Seharusnya saat ini ia bisa mengimbangi permainan keempat suaminya. Felica kembali mendesah panjang, entah sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri hingga keempat suaminya meninggalkan tanpa menunggu ia tersadar. Felica mencoba menarik borgol hitam yang memasung dirinya dengan rantai. Terlalu kuat, ia tidak bisa menghancurkannya begitu saja. Varsa mencoba berganti dengan Eliezer untuk menghancurkan borgol rantai itu. Namun, sengatan listrik langsung saja menyambar tangan saat Eliezer menarik paksa rantai itu. Varsa kembali mengendalikan tubuh Felica. Sengatan listrik yang cukup kuat, tubuhnya sedikit melemah karena kejutan itu. Pintu besi yang menutup ruangan itu terbuka, Alucard memasuki ruangan di ikuti dengan yang lainnya. Felica dapat melihat wajah puas Xavier yang mendekat lebih dulu ke arahnya, senyuman yang memikat dan aroma tubuh Xavier yang menguar menusuk indera penciumannya. "Maaf, aku memukulmu terlalu keras," ujar Xavier sambil menaiki ranjang dan menyingkap surai merah Felica ke depan. Terlihat bekas pukulannya yang sedikit membiru. "Apa sakit?" tanya Xavier di telinga Felica sambil menyentuh bekas memar di tengkuk leher wanita itu. "Hanya sedikit terasa pusing," jawab Felica sambil memejamkan kedua matanya. Nero mendekat sambil membawa segelas air dan obat di tangannya, tidak ada senyum menghiasi wajah tampan suaminya itu. Dengan penuh perhatian, Nero menyuapi obat itu kepada Felica. Felica tahu apa yang diberikan oleh Nero kepadanya, penetralisir racun dan juga stamina yang mungkin sudah membuatnya kelelahan. "Racun itu kembali membuatmu hampir mati," ujar Nero dengan tatapan dingin. "mengapa kau menahan White untuk membunuh putranya yang telah hampir membunuhmu?" lanjut Nero menahan geramannya. "Lauye hanyalah anak kecil saat itu, Nero. Kau tahu insting membunuh Eliezer dapat membuat para ular takut dan mencoba bertahan dari tekanan itu." "Jika saja White tidak menyembuhkanmu, kau akan mati di tangan ular itu. Mengapa hidupmu harus bergantung pada White!" Felica menatap iris Nero yang penuh amarah, pria itu kesal karena tidak berguna untuk istrinya sendiri. Nero merasa gagal untuk menyelamatkan dirinya, dan hingga saat ini pria itu selalu memendam kebencian pada orang yang hampir membunuhnya. Menghembuskan napas, Felica tersenyum ke arah Nero. "Racun itu sudah hilang, White memberikan penawar lain sehingga menetralisir dan menghilangkan total racun dalam tubuhku. Sekarang kau bisa tenang dan berhenti menyalahkan dirimu sendiri." "Kau tidak akan bergantung pada White lagi?" tanya Nero yang kini melebarkan senyumannya. "Tidak, aku akan bergantung padamu, Nero," Jawaban Felica membuat Nero tersenyum  senang. "Lalu, apa yang kalian lakukan dengan rantai yang mengikat dirku ini?" tanya Felica sambil menarik rantai itu pelan. "Tentu saja menghukummu, Lica," bisik Xavier dari belakang tubuh Felica. Alucard memilih duduk di sofa dan melihat apa yang akan di lakukan adik-adiknya dalam menghukum Felica. Sofa panjang yang ia duduki tepat menghadap Felica yang juga menghadap dirinya. Felica merasakan sentuhan-sentuhan jemari Xavier yang mengelus punggungnya. "Kita mulai hukuman untukmu," bisik Nero dan langsung saja mengecup pipi Felica. Xavier mengambil kain hitam dari sakunya, ia langsung saja mengikatkan kain itu tepat di bibir Felica. Nero memotong pakaian latex Felica di bagian tangan dan kedua pahanya, pisau tajam miliknya tidak membuat Felica merasa takut dengan yang dilakukan oleh Nero. Nero kembali menegakkan tubuhnya dan mengambil sebuah troli di mana asap putih terlihat keluar dari beberapa potongan besi. Felica membulatkan kedua matanya, besi yang dapat membuat kulitnya meradang dan berubah menjadi merah hingga keunguan. Nero memakai satu sarung tangan miliknya, ia mengambil sebuah lempengan besi dan meletakkannya di perut mulus Felica.  "Ugh." Felica menahan rasa yang teramat dingin dari lempengan besi yang di letakkan oleh Nero. Napasnya semakin memburu kala lempengan itu mulai membuat bagian tubuhnya menjadi mati rasa. Tidak hanya Nero, Xavier mulai melancarkan hukumannya, kedua tangan kekar miliknya menyentuh pinggul Felica dan kemudian naik hingga menangkup kedua gundukan yang terasa semakin membesar milik Felica. Xavier menguncir rambut Felica tinggi-tinggi, di kecupnya lehernya Felica dan sontak saja membuat Felica merinding dan mencoba menjauh dari bibir Xavier. "Nikmati dan rasakan hukumanmu kali ini, Lica," bisik Xavier dengan nada menggoda. Kedua tangan Xavier kembali memijat lembut kedua d**a Felica, mengalihkan rasa dingin dari perutnya yang ia pastikan sudah memerah karena lempengan besi itu. Nero kembali mengambil lempengan besi itu dan kini mulai dengan lempengan besi lainnya dan menempelkan pada lengan Felica. "Ehmm," desah Felica yang tertahan karena kain hitam yang menutup bibirnya. Rangsangan demi rangsangan mereka bertiga lakukan, Felica membuka matanya dan menatap Alucard dengan senyuman kecil di bibirnya. Melihat Alucard yang hanya menonton dirinya di jamah ketiga suaminya, membuat libido wanita itu semakin meningkat. Rasa sakit dan juga sentuhan-sentuhan yang menggelitik tubuhnya, Felica mencoba untuk tidak terbuai dengan permainan para suaminya. Suara jentikan terdengar dan rantai di tangan Felica semakin menarik tangan wanita itu, hingga tubuh Felica setengah berdiri dengan kedua lutut menumpu berat tubuhnya. Xavier mengelus paha putih Felica dengan perlahan, memberikan rangsangan-rangsangan kecil untuk tubuh indahnya. Vicente hanya berdiri sambil memegang gelas kristal yang berisikan wine, senyumannya terlihat saat tangan Xavier mulai mengeskplor seluruh tubuh Felica dengan perlahan. Suara pergesekan antara besi tersengar, karena Felica sedikit menarik lengannya hinga suara rantai itu berbunyi. Kedua mata Felica membulat kala Nero memegang besi dengan bentuk lonjong yang lumayan panjang. Felica menggelengkan kapalanya, ia masih ingat rasa dingin hingga membuat kewanitaannya mati rasa untuk beberapa menit. Nero menyeringai melihat rasa takut yang terpancar dari iris wanitanya. Xavier kembali melakukan tugasnya, tangannya mengelus lembut area pusat gairah milik Felica. satu tangannya sedikit menarik kaki Felica untuk melebarkan kakinya. Tangan Xavier mulai menekan-nekan pusat gairah itu hingga terdengar suara desahan Felica yang tertahan karena kain yang menutup mulutnya. "Hukumanmu masilah panjang, Lica." Xavier merobek kain latex yang menutupi pusat gairah Felica, dengan satu jarinya, ia mulai menekan-nekan lembut hingga memasukkan kedalam dengan jari telunjuknya. Felica mengepalkan kedua tangannya sambil menahan rasa nikmat dari pusat gairahnya. Melihat Felica yang masih bertahan, Xavier kembali memasukkan satu jarinya lagi, dengan cepat Xavier menggerakkan tangannya keluar masuk dari pusat gairah istrinya. "Hhmm!"  Membutuhkan waktu sepuluh menit untuk membuat Felica mengalami o*****e, dan saat ia mendapatkan o*****e pertamanya, Xavier langsung saja menjilati jarinya. Napas Felica terlihat berburu, tubuhnya terasa lemas, tetapi penyiksaan selanjutnya benar-benar membuatnya ingin berteriak. Nero memasukkan besi yang ia pegang sedari tadi, Felica sedikit meronta kala rasa dingin itu membuat suhu tubuhnya juga ikut menurun. Tidak hanya menunggu, Xavier kembali meremas d**a Felica dengan lembut. Memberi pijatan-pijatan yang membuat Felica melupakan rasa sakit dan dingin di area pusat gairahnya. Xavier mencium tengkuk leher Felica dan memberikan tanda kepemilikan di daerah lehernya. Warna merah sedikit kebiruan tercetak jelas di antara kulit putihnya. Napas Felica kembali tertahan kala tangan Xavier mulai memainkan puncak dadanya. Setelah cukup bermain di daerah d**a, Xavier mulai melepaskan pakaiannya diikuti Nero dan juga Vicente. Nero menarik kembali besi yang ia benamkan di pusat gairah Felica. Dengan perlahan, tetapi pasti membuat Felica kembali mendesah. Mati rasa, Felica tidak dapat merasakan apapun di kewanitananya saat tangan Xavier mulai kembali bermain dan mengaduk-aduk dalamnya. Pakaian Felica kembali terpotong saat Nero mengayunkan pisau miliknya. Kini tidak ada kain yang menutup tubuh polos Felica, melihat puncak d**a Felica yang menegang membuat Xavier ingin mengulumnya. Tetapi, saat ini bukanlah saatnya bermain ke inti hukuman. Vicente mulai menumpahkan wine di gelas miliknya ke tubuh Felica. Perlahan air dingin itu mengalir membasahi tubuh Felica dan sedikit menetes di atas ranjang. Tidak lupa dengan cream cokelat yang ia pegang dan mulai menghiasi d**a Felica. Kepala Felica mendongak ke atas saat Xavier menariknya lembut, di leher atas leher Felica Vicente kembali meletakkan cream cokelat untuk Xavier menikmatinya. Jilatan demi jilatan Felica rasakan di tubuhnnya dan membuat gairanya semakin meningkat. Mati rasa di kewanitaannya mulai terasa membaik saat kedua kaki Felica di tarik kedepan oleh Nero dan Vicente hingga tubuhnya seperti melayang. Nero sedikit membuka pintu pusat gairah Felica dengan dia jarinya, sedangkan Vicente langsung saja menyemprotkan cream cokelat ke dalamnya. Tanpa menunggu, Vicente langsung menjilati pusat gairah Felica hinnga membuat tubuh Felica melengkung ke atas. "Ehhhmmm." Kedua tangan Felica semakin terkepal saat merasakan sensasi sensasi yang mamacu adrenalin miliknya. Felica kembali merasakan jika Xavier mulai kembali menjilati lehernya dan kemudian turun dan mengulum puncak dadanya. Mengigit kecil-kecil dan memberikan tanda berwarna merah di seluruh d**a Felica. Suara tarikan rantai kembali terdengar, Vicente dapat merasakan jika Felica kembali mendapatkan o*****e untuk yang kedua kalinya. Vicente menurunkan kaki Felica, dan kini giliran Nero yang beraksi. Nero memasukkan pusat gairahnya kedalam kewanitaan Felica, begitu sempit dan terasa memijit miliknya di dalam sana. Meski sudah bertahun-tahun, milik Felica selalu seperti pertama kali di masuki. Nero mulai menggerakkan pinggulnya dengan posisi Felica seperti duduk di atasnya. Xavier tidak tinggal diam, ia kembali mengulum d**a kiri milik Felica. Sedangkan Vicente mulai megulum d**a kanan Felica. Rasa nikmat itu terus menerjang tubuh Felica, tetapi ia tidak bisa mendesah hebat karena kain yang menutupi mulutnya. Membutuhkan waktu lama untuk membuat Felica dan Nero mencapai puncak kenikmatan. "Ahh, Felica ... kau selalu membuatku ingin lagi dan lagi memasukimu," bisik Nero sambil melepaskan ikatan kain di mulut Felica. "Seperti biasa, kau selalu sempit dam membuat milikku merasakan cengkraman nikmat dari dinding milikmu," lanjut Nero yang akhirnya akan mendapatkan pelepasan pertamanya. "Ugh ... Felica!" "Ahhh ... Nero ... aku tidak tahan lagi," "Bersama, Sweethrart." Nero mempercepat tempo gerakan pinggulnya hingga membuat tubuh Felica bergoyang dan mulai melengkukngkan tubuhnya ke depan. "Ahhh ... ahhh ... Nero!" "Licaaa!" Nero mencapai pelepasan pertamanya, senyum puas menghiasi wajahnya. Felica terengah-engah dengan kakinya yang terasa lemas, tetapi sepertinya mereka tidak akan membiarkan Felica beristirahat. Setelah Nero mencabut pusaka miliknya, kini milik Vicente mulai bermain di dalam pusat gairahnya. Tubuh Felica yang terlihat mengkilat dan aroma wine terlihat begitu menggoda bagi Vicente, sama halnya dengan Nero, ia membutuhkan waktu lama untuk mencapai klmaks yang ia nantikan bersama Felica. Dengan bibir mereka yang saling bertautan, di tambah dengan sentuhan Xavier yang membuat Felica hilang kendali. Rasa nikmat dan juga sakit saat Nero menyayatkan pisau miliknya di lengan Felica. Darah mengalir dan Xavier langsung saja menjilati darah dan luka yang Felica terima. Nero menikmati raut wajah Felica yang menahan sakit dan juga gairah dalam waktu bersamaan. Vicente melepaskan tautan bibirnya, ia melihat wajah Felica yang menahan sakit dan juga gairah begitu seksi dan membuatnya ingin terus memompa tubuh Felica. Senyuman Felica saat melihat Vicente, membuat pria itu menjadi hilang kendali. Vicente mulai menghujam kewanitaan Felica dengan keras dan sedikit kasar. "Akh ... Vicente, kau terlalu ... dalam, akhhh!" Vicente menyeringai, ia mulai mengulum d**a Felica dengan sedikit kasar hingga membuat puncak dadanya memerah. "Akhh ... ya ... di sana, lebih cepat!"  Vicente menuruti perkataan Felica dan mempercepat tempo gerakan tubuhnya, begitu nikmat saat dinding kewanitaan Felica mencengkram miliknya dengan kuat. Setelah sepuluh menit berlalu akhirnya mereka berdua mendapatkan pelepasan bersamaan. Pusat gairah Felica begitu terasa berdenyut dan sakit karena di masuki dalam waktu singkat, Felica menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Tidak menunggu lama Xavier menggantikan Vicente, hukuman tidak terasa baik jika Felica menikmatinya. Ia harus membuat Felica jera dengan semua kesalahannya kali ini. Xavier melepas eyepatch miliknya, pria itu mulai menyeringai dan mulai menggerakkan pinggulnya dengan kasar. "Akhh!" Desahan Felica terdengar begitu menggairahkan, Xavier mencium kasar bibir Felica. Begitu memaksa dan begitu menuntut, ia mengegrakakn pinggulnya kasar dan memperdalam miliknya hingga Felica mendesah panjang. Xavier kembali membuat bercak merah di seluruh leher Felica hingga wanita itu meringis kesakitan karena Xavier mengigit dan menghisap kulitnya terlalu kuat. "Akhhh ... Xavier, kau ... terlalu liar!" desah Felica dan membuat Xavier menyeringai, ia kembali memompa tubuh Felica lebih ganas dari sebelumnya. Dengan tubuhnya yang terus bergerak dan menghentakkan tubuh Felica, Nero hanya bisa bermain-main dengan tangan Felica dengan gores-goresan yang mambuat Felica sedikit berteriak karena menahan sakit di darah kewanitaan dan juga tangannya. Setelah beberapa lama, akhirnya Xavier dan Felica mencapai puncak kepuasan mereka berdua. Felica memejamkan kedua matanya, rasa sakit dan juga nikmat membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Napasnya terlihat tidak teratur, tubuhnya terasa lengket dan juga rasa pegal di sekujur tubuhnya.  Bahkan Alucard belum turun tangan untuk menghukum tubuhnya, pria itu hanya duduk sedari tadi dan menatap intens tubuh Felica. Akhirnya Alucard beranjak dari duduknya setelah mereka selesai memberi sedikit hukuman kepada Felica. "Buka borgol itu," ujar Alucard, Nero menurut dan segera membukakan borgol di tangan Felica. Tubuh Felica langsung saja ambruk di pelukan Alucard, pria itu mencium pipi Felica yang masih tersadar dengan rasa lelah di tubuhnya. Alucard langsung saja membawa Felica masuk ke dalam ruangan lain yang merupakan kamar mandi yang berisikan kolam dengan ukuran dua kali dua meter persegi yang berisikan cairan darah milik Xavier. Nero, Vicente dan juga Xavier ikut memasuki ruangan yang lumayan besar itu. Felica langsung saja merinding saat melihat kolam darah itu, "Kalian ... apa yang ingin kalian lakukan padaku?" tanya Felica was-was. "Nikmati saja apa hukumanmu selanjutnya, Felica." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD