Part 2
Alam bisa berbicara padamu, hanya tinggal bagaimana kamu merasakan keberadaannya.
***
Aku melangkahkan kakiku menyusul tiga pemuda yang lebih dulu beranjak dari Istana. Mereka melangkah dengan cepat seakan mereka mengejar waktu. Padahal menurutku malah, kita harus hati-hati. Karena kita semua tidak pernah tahu apa yang akan kita temui nantinya.
Padahal ya, kupikir perkataan Raja benar adanya. Kalau ada yang meminta tolong kenapa dia tidak mengirim surel tersebut kepada Raja? Kenapa mengirim kepada kami? Dan pengirim ini sangat tahu kalau kami kehilangan kedua orang tua kami yang bertugas. Tapi, siapa orang jahil ini? Siapa pun dia pasti sangat mengetahui pekembangan kerajaan termasuk kejadian-kejadian di dalamnya.
"Hai kamu! Jalannya cepat sedikit, hari mulai gelap jika kami hanya menunggu langkah kakimu yang kaya siput itu," kata Matteo padaku membuat aku tidak peduli akan perkataannya. Aku memilih melangkahkan kakiku sesuai kemauanku. Bukan kemauan orang lain. Punya hak apa dia padaku?
"Duluan saja, aku harus melihat setiap jalan yang kita lewati, kali saja alam memberikan petunjuk pada kita," jawabku padanya.
"Alah jangan sok idealis! Kita ini hanya mau menemui pemimpin di kota itu, jadi tidak perlu mengurus hal-hal aneh seperti yang kamu sebutkan itu! Dan apa katamu tadi? Alam bisa memberikan petunjuk?! Bodoh sekali kamu! Mana bisa alam memberikan kita petunjuk! Kamu pikir ini negeri dongeng?! Sadarlah wahai anak muda!" aku mendengus mendengar perkataannya.
Benar yang Raja katakan. Manusia di depanku ini sangat sombong, bahkan lelaki itu menghina apa yang Tuhan ciptakan. Padahal segala yang Tuhan ciptakan pada dunia ini memiliki arti masing-masing dan sangat penting bagi makhluk seperti kita. Misalnya saja Matahari, apa jadinya hidup kita tanpa matahari? Apakah pepohonan akan tumbuh? Dan apakah makhluk hidup bisa menjalankan kehidupannnya? Aku rasa tidak. Dunia akan gelap gulita. Listrik akan mati dan semua orang akan menjadi resah. Aku heran dengan manusia sombong ini, apa yang dia dapatkan ketika di bangku sekolah. Apa dia tidak di ajari bagaimana mensyukuri nikmat Tuhan?
"Aku sadar dengan apa yang aku katakan, sebaiknya lanjutkan saja perjalanan kalian. Aku akan mengikuti dari belakang, tenang saja aku tidak akan menyusahkan kalian," kataku pada ketiga pemuda yang ada di depanku. Mereka hanya bisa menatapku sinis, seakan aku adalah musuh mereka.
"Aku curiga, jangan-jangan kamu bekerja sama dengan Raja. Pasti kedatangan kita ke kota itu adalah ulah kamu dan Raja, benar bukan?" aku menatap lelaki bernama Lazuard. Ah, jangankan untuk berkenalan mereka semua seperti mencurigaiku, jadi aku tahu hanya karena name tag di d**a mereka.
"Kalau itu ulahku, kenapa aku kaget melihat kalian bertiga di sana?" tanyaku membuat lelaki itu terdiam.
"Dia benar, kalau dia tahu semuanya tidak mungkin dia kaget melihat keberadaan kita semua. Sudahlah ada baiknya kita lanjutkan saja perjalanan ini, hari mulai gelap kita tidak tahu apa yang akan kita temui nantinya."
Aku setuju. Ada baiknya mereka melanjutkan perjalanan ini daripada banyak berbicara. Lagi pula aku tidak peduli mereka mau melakukan apa, yang terpenting aku mengurus diriku sendiri. Biarkan saja mereka mau melakukan apa yang terpenting aku harus berhati-hati.
***
Hari mulai gelap saat kami memasuki kawasan hutan yang belum pernah aku masuki sebelumnya. Hutan ini berbeda menurutku pribadi. Entah apa yang aku rasakan saat ini semua seakam terasa salah. Baru mau memasuki saja aku sudah tidak enak. Apalagi saat nanti aku dan yang lainnya memasuki hutan ini. Apa aku nanti saja masuknya? Besok pagi mungkin? Toh kalau pagi hari mereka akan terlindung oleh cahaya matahari. Kalau sekarang, apa yang akan melindungi mereka. Bahkan cahaya bulan saja seakan tidak mengizinkan aku masuk ke sana. Ingat perkataanku tadi? Alam selalu bisa berbicara pada kita.
"Gelap sekali, apa kalian ada yang membawa senter?" pertanyaan dari Aristide membuatku spontan menganggukkan kepala. Bahkan dua orang di sampingnya juga melakukan hal yang sama dengan apa yang aku lakukan.
"Bagus. Nyalakan senter kalian," katanya.
"Maaf, menurutku ada baiknya jangan kita gunakan semua senter di sini. Kalau ternyata perjalanan masih panjang dan malam kembali kita temui, dari mana penerangan nantinya? Aku bukan menggurui, aku hanya memberikan saran sedimit saja. Sebab, jika kita berempat ada di sini. Berarti kita butuh empat hari untuk sampai di kota itu. Tapi kalau kita gunakan keempat senter tersebut maka kita harus sampai ke sana dalam satu hari."
"Banyak omong sekali kamu! Aku bawa banyak senter! Memang hanya kamu yang membawa senter satu. Ya, wajar lah ya kamu kan anak dari prajurit rendahan jadi untuk hal seperti ini saja kamu tidak bisa mengatasi. Menyedihkan! Sudahlah ikuti saja langkah kakiku! Toh aku tahu ke mana kita harus tiba dengan cepat."
Aku terdiam menatap Matteo. Dari mana dia tahu jalan menuju ke sana? Sedangkan surelku saja hanya berisi permintaan tolong dan janji si pengirim tidak ada peta di sana, hanya sebuah note kecil bertuliskan jangan mempercayai siapa pun. Ah, entah lah apa yang sebenarnya terjadi di sini? Apa mungkin surel mereka berisi hal yang berbeda? Cuma mereka merahasiakan perbedaan tersebut. Sedangkan aku tidak ada yang aku sembunyikan, sebab surelku dibaca oleh Yang Mulia Raja.
"Dari mana kamu tahu?" tanyaku spontan, membuat mereka bertiga yang berjalan di depanku menghentikan langkah kakinya.
"Pertanyaan bodoh! Ya, jelas saja dari surel itu. Sudah kamu jangan berisik. Bocah kaya kamu seharusnya tidak ada di sini. Paling ibu dan ayahmu mati bunuh diri karena terlalu bodoh."
Aku tidak boleh terpancing. Aku harus sabar. Bagaimana pun lelaki itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini. Di tambah lagi kita semua di kirim dengan alasan yang berbeda. Siapa pun yang mengirim aku dan yang lain keini sudah aku tebak orang itu sangat mengatahui kehidupan kami. Jika bukan orang kerjaan bisa saja orang lain yang mengiginkan sesuatu yang buruk. Di tambah ketiga orang di depannya memiliki pangkat tertinggi di kerajaan. Pasti mereka bisa membocorkan rahasia Istana dengan mudah, apalagi dalam kondisi terjebak.
Aku harus menjaga mereka bertiga, tidak akan aku biarkan mereka membocorkan kerajaan. Apalagi sampai membuat hal yang tidak diinginkan terjadi. Aku bersumpah dengan nyawaku akan aku lindungi negara kelahiranku.
"Mungkin kamu benar lelaki ini sangat bodoh, tapi aku malah sepemikiran dengan lekaki ini. Untuk apa dia mengirim kamu sebuah peta sedangkan aku dan mungkin yang lain saja tidak?" lagi dan lagi Aristade membelaku, aku jadi curiga padanya. Apa jangan-jangan dia dalang dibalik semua ini? Bisa saja bukan? Karena dia yang paling berani melawan Raja. Sedangkan dua orang yang lain hanya bertingkah angkuh di depannya.
"Jawabannya mudah! Karena aku ditunjuk sebagai pemimpin kalian. Sudah ikuti saja langkahku, atau aku tinggal kalian di sini!"
Rasanya kepalaku mau pecah saat ini, jika ada peta bukan berarti mereka semua di jebak? Lalu bagaimana aku bisa kembali keluar dari hutan gelap ini, melihat ke belakang saja aku tidak bisa melihat apapun, seakan aku berada dalam sebuah kotak yang tidak bisa keluar tanpa bantuan orang lain. Ini seperti sebuah permainan yang begitu menakutkan.
"Aaaaa...."
Suara teriakan seseorang membuat langkah kami semua terhenti. Senter yang Matteo arahkan ke sumber suara membuat kami semua terpaku.
Di sana ada sosok wanita yang berdiri sambil gemetar dan sepasang mayat yang mirip dengan wajah kedua orang tuaku. Ya, benar mayat itu mayat kedua orang tuaku. Tapi, apa yang terjadi pada keduanya?
Saat aku mau mendekatinya, tangan wanita itu menahan tanganku dan dia berbisik sangat lirih. Sangat amat lirih seakan dia berbicara pada angin dan angin menyampaikan padaku.
"Lihat? Ayah dan ibunya itu pasti mati di sini! Dan Raja sialan itu pasti menyembunyikan rahasia besar pada kita. Kamu percaya bukan? Kalau Raja yang kamu hormati itu sangat picik."
Aku tidak menjawab melainkan wanita di sampingku lah yang menjawab perkataan Matteo dengan nada tegasnya, "Tidak ada manusia yang mati di sini."
Aku tidak mengerti apa maksudnya, tapi saat aku melihat ke dalam mata perempuan itu aku jadi teringat perkataan Raja. Jika aku tidak boleh percaya akan mayat yang ada di sini. Ssbanyak apa pun mayat yang akan aku temui, aku yakin mayat itu hanya ilusi.
"Kamu terlalu naif! Lihat mayat ini! Itulah buktinya kalau Raja itu sangat keji!"
"Jaga mulut kamu jika tidak tahu apa-apa. Kita semua ke sini mencari kebenaran bukan mencari pembenaran."
Aku menoleh pada wanita yang tidak aku ketahui namanya, tapi aku merasa terikat padanya entah alasannya apa. Yang pasti akan aku cari tahu semuanya. Akan aku cari jawaban dari semua teka-teki ini.
"Hanya orang bersih yang bisa keluar dari sini."
Aku tersentak di tempatku tatkala gadis itu menepuk bahuku sebelum akhirnya menghilang dalam gelapnya malam. Hilang tanpa jejak menyisakkan mayat mengerikan tersebut di sana.
"Kita lanjutkan saja perjalanan, sepertinya kita akan mendekati kota itu."
Aku tidak tahu kita semakin dekat dengan kota itu atau semakin menjauh. Karena wanita itu bilang mayat tidak akan ada di sini. Kalau mayat ada si sini tandanya kita salah jalan? Atau mungkin peta itu adalah jebakannya.
Peta itu bukan peta seharusnya! Lalu kemana peta itu membawa aku dan yang lain?
****