Part 3
Terkadang kamu tidak menyadari betapa beruntungnya sebuah tim jika dapat bekerja sama dengan baik.
***
Aku melangkahkan kakiku mengikuti para seniorku yang ada di depan sana. Dengan keadaan yang semakin gelap gulita, membuat suasana malam ini terasa begitu mencengkam. Langit merah pekat kehitaman, baru pertama kali aku lihat sepanjang hidupku selama ini. Langit yang terasa begitu aneh karena warnanya tidak seimbang dengan bias cahaya rembulan malam ini. Aneh jika aku pikirkan terlalu jauh, walau aku paling muda di sini aku termasuk pintar membaca situasi, makanya aku dipercaya menjadi pelindung dari putri Raja. Tidak banyak yang tahu mengenaiku karena aku tidak akan membiarkan mereka mengetahui identitas asliku. Sebab tujuanku ke sini, hanya untuk mencari tahu, apa itu Red City atau yang bias orang-orang bicarakan kota merah. Walau hanya dibicarakan dari mulut ke mulut, sebab histori mengenai kota ini bahkan keberadaan dan asal usulnya tidak terpampang dengan jelas di website atau bahkan surat kabar. Tapi, keberadaannya membuat kepala bisa meledak seketika. Bayangkan saja, apa yang ada di tempat ini seakan berbeda dengan di luaran sana.
"Kita istirahat dulu sebelum melanjutkan perjalanan," kata Matteo saat kami semua berada di tempat yang lumayan terang karena sinar rembulan persis di atas kepala kami.
"Kamu punya pangkat tinggi bukan? Seharusnya dengan kecerdasan kamu, kita tidak perlu beristirahat di sini. Semakin lama kita beristirahat, maka akan semakin lama kita sampai di sana!" Lazuard mengajukan sebuah protes yang mana menarik perhatian kami semua yang sangat butuh istirahat saat ini.
"Kamu tidak bisa egois! Aku juga mau cepat datang ke sana. Tapi pikirkan yang lainnya. Terutama Alkas, dia paling muda di sini dan pasti fisik dia tidak sebesar fisik kita semua. Jadi, aku mohon pengertiannya. Kita akan tetap istirahat tanpa mendengar keluhanmu," jawab Matteo dengan nada dingin nan wajah angkuhnya.
Jujur, sejak aku memutuskan untuk mencari kebenaran semua ini. Entah kenapa, aku merasa kalau perjalanan kami semua ke sini itu akan sia-sia jika dihabiskan untuk saling berdebat. Ada kalanya kita harus bahas strategi, bukan malah menunjukkan diri dengan bangga padahal hasilnya bisa saja nol. Jabatan atau pangkat di sini tidak diperlukan karena kita bukan melawan manusia. Yang kita lawan di sini belum jelas, apakah monster, iblis, atau benar manusia. Terkadang manusia bisa perpaduan dari semua itu dan manusia yang seperti inilah bisa dikatakan sangat berbahaya.
"Matteo benar, ada baiknya kita beristirahat saja. Lagi pula masih banyak waktu untuk kita sampai ke sana bukan? Buat apa sering bertengkar seperti ini, malah membuang tenaga," kataku spontan membuat semua mata memandang ke arahku.
"Cih, bocah seperti kamu tidak akan mengerti semua ini. Lebih baik kamu diam saja," jawab Lazuard dengan nada kesalnya.
Lah, aku kan hanya mengungkapkan hak suaraku, tidak masalah bukan jika mengajukannya. Bahkan sedari tadi aku perhatikan mereka lah yang selalu berusaha berdebat, hanya untuk melihat praduga siapa di sini yang paling tepat. Padahal ya, menurutku di sini bukan masalah siapa yang paling tepat. Sebab datang ke sini saja sudah kesalahan, apalagi saat aku melihat dengan mata kepalaku sendiri jasad kedua orang tuaku. Membuatku semakin yakin dengan ke anehan yang ada di sini.
"Lazuard, aku heran sama kamu. Ini sudah malam, ada baiknya kalau kamu mau marah-marah besok saja, biarkan yang lain beristirahat. Kalau kamu mau melanjutkan perjalanan silakan, itu artinya selama jadi prajurit kamu tidak bisa bekerja sama ssbagai tim, apa gunanya pangkat tinggi kalau kamu seegois ini," kata Aristide dengan nada dinginnya.
Aku menatap Lazuard yang kini mendengus kesal. "Alah kamu bilang saja mau belain bocah ini, sudahlah jangan ajak aku berdebat kembali aku mau tidur!" omel Lazuard.
"Silakan," jawab Aristide malas.
Pada akhirnya dia akan mengalah pada keadaan bukan? Lagi pula ya, apa masalahnya si beristirahat sekarang dengan nanti? Kan sama saja. Hanya bedanya di waktu saja. Ini baru hari pertama kita masuk ke dalam kota ini, tapi terasa begitu lama. Apa mungkin karena pepohonan dan langit-langit yang menunjukan eksistensinya yang berbeda, maka membuat kami semua yang ada di sini seakan merasa sangat lama dalam mengganti hari.
Ya, kalian bayangkan saja. Dari kerajaan menuju ke sini kami hanya butuh beberapa jam. Kalau pun mau kuperhitungkan, ya seharusnya saat ini sudah sore hari bukan malam gelap gulita seperti ini. Apa mungkin karena efek pepohonan yang menjulang tinggi, membuat pemikiran kami semua kalau gelap tadi sudah memasuki waktu malam. Mungkin saja seperti ini.
Di saat semua orang terlelap, aku malah terjaga. Mataku menerawang satu tujuan, yaitu bulan purnama yang menerangi kami sejak tadi. Tunggu dulu, apa memang bulan akan sangat dekat seperti ini? Kayanya kalau aku bertugas ke hutan aku meras bulan sangat jauh. Tapi kenapa aku merasa bulan di sana seperti lampu yang sengaja hanya menerangi kami? Atau pradugaku salah kalau semua yang aku pikirkan saat ini, bagian ketidak masuk akalan yang memenuhi kepalaku menunggu jawaban benar atau tidaknya semua ini.
"Istirahatlah, Alkas. Tidak akan ada yang mengganggu kita." perkataan Aristide spontan membuatku menoleh seketika. Menatap lelaki yang ternyata membuka matanya. Padahal aku sangat yakin jika lelaki itu tertidur.
"Tidak apa, aku hanya mau menikmati langit malam ini. Jika waktunya tertidur aku akan tidur. Terima kasih, Aristide. Kamu selalu membelaku," jawabku padanya dengan sangat tulus. Sepertinya Aristide orang yang baik di antara keduanya. Karena jarang menyombongkan diri. Atau mungkin belum, karena kami baru sehari bersama. Ya, coba saja kita lihat nanti, bagaimana aslinya.
"Bukan masalah, kita tim. Dan kita harus saling bekerja sama demi tujuan masing-masing. Terkadang kalau sering berdebat malah membuang tenaga dan waktu. Tapi, mau bagaimana lagi? Tidak semua orang bisa menerima keberadaan kita dengan baik, bahkan terkadang mereka tidak menyadari akan pentingnya kerja sama tim dalam situasi seperti ini. Tahu kah kamu, Alkas? Dalam sebuah tim yang penting bukan hanya strategi yang matang, melainkan keharmonisasian anggota tim yang dapat bekerja sama dengan baik. Itulah kenapa aku menunggu hal ini." aku menoleh pada Aristide. Lelaki itu ada benarnya juga, percuma strategi matang jika manusia di dalamnya tidak bisa di ajak kerja sama. Baiklah... sekarang aku mengerti. Jika strategi dan manusia harus saling bekerja sama dengan baik.
"Semoga saja hal itu datang," kataku menjawab pernyataannya. Bahkan lepas kami berdua saling bercengkrama, aku melihat siluet tubuh manusia yang sengaja memperhatikan kami sejak tadi. Dia berdiri di sebrangku seakan memberikan sebuah sinyal. Tapi, sayangnya aku tidak mengerti. Aku tidak tahu apa yang dia katakan saat ini apa mungkin karena mataki yang mulai mengantuh atau bagaimana aku juga bingung. Karena sosok itu terus menatapku dengab berusaha berbicara padaku yang jaraknya lumayan jauh dan entah kenapa aku juga malah meladeninnya sampai membuatku penasaran. Anehnya lagi, aku belum mau tidur tapi saat melihat sosok ini, aku malah mau mengantuk, seakan matanya menghipnotisku untuk segera memejamkan mata entah alasannya apa. Aku berusaha menajamkan penglihatanku sampai sebuah kata aku bisa tafsirkan dari gerakan bibirnya. Sebelum akhirnya aku memejamkan mata.
"Welcome the Game."
****