Part 10

1357 Words
Part 10 Tidak ada ketenangan yang membawa siapa pun yang merasakan benar-benar tenang. Sebab sejatinya, dibalik ketenangan ada sebuah gemuruh yang akan datang tanpa di undang. **** Mentari menyambutku. Hari baru saja di mulai! Itu artinya aku harus bersemangat pagi ini, dan ingat jika aku tidak boleh mempercayakan siapa pun, termasuk tim ku sendiri. Melihat ketiga orang di sana masih bergelung di tempat tidur mereka, membuatku lebih dulu memulai aktivitas. Bukan tidak ingin membangunkan mereka, aku hanya malas berdebat di pagi yang sangat indah ini, hanya karena aku sok peduli pada mereka dengan membangunkan mereka. Toh, di sini kita juga tidak melakukan apa-apa, bangun siang pasti tidak masalah bukan? Kalau aku sejak awal sudah menyiapkan diri untuk berjalan-jalan di sekitar kota ini, apalagi saat Aristide mengatakan akan mengajariku ilmu bela diri. Bukan kah sebagai murid aku harus melakukan pemanasan terlebih dahulu? Dear, Teams. Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kalian dengan beberapa persedian yang kita dapatkan dari berburu kemarin. Aku bangun lebih dulu, karena ingin berburu dan mencari bahan makanan. Tertanda, Prajurit Lemas. Lepas menuliskan pesan pada mereka. Aku memilih beranjak dari tempatku, tidak lupa membawa ponsel genggam. Ya, ini zaman di mana teknologi berkembang pesat, tapi tetap saja di Magnolia masih banyak yang ingin menggulingkan kerajaan. Dari mulai melukai sang putri, bahkan sampai melakukan percobaan pembunuhan Raja. Hal biasa memang dalam sebuah kerajaan, tapi menurutku malah hal yang sangat tidak aku sukai. Karena konsepnya seperti ini. Jika Raja mewariskan tahtanya pada anak mereka dan anak mereka menolak kepemimpinan bisa diambil alih oleh keluarga Raja yang lain atau perdana menteri yang ada di kerajaan. Sayangnya, kehidupan yang sangat mudah tersebut selalu saja di persulit oleh orang-orang yang tidak mengerti bagaimana Magnolia berjalan. Sedih memang, kehidupan yang tenang tersebut selalu dibayang-bayang kegelapan nantinya. "Pagi, Pak." aku menyapa seorang lelaki tua yang semalam mengizinkan kami untuk tinggal di sini entah untuk berapa lama. "Pagi, Nak?" Aku tersenyum saat dia bertanya namaku, "Saya Alkas, Pak." "Ah, Nak Alkas. Mau ke mana pagi-pagi?" tanyanya lagi sambil mengangkat gembor--alat yang digunakan untuk menyiram tanaman. Anehnya kenapa tanaman yang dia siram tanaman yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Padahal, Putri dari Raja Magnolia sangat suka berkebun, sampai aku hafal segala tanaman yang dia tanam di rumah kacanya. Tapi, anehnya tanaman yang aku lihat saat ini berbeda dan belum pernah aku lihat juga di mana pun. "Nak Alkas?" "Ah, saya mau lari pagi, Pak. Sekalian mau berburu makanan buat makanan kami sehari-hari." jawabku pada panggilan keduanya. Saking penasarannya dengan tanaman apa yang di tanam lelaki tua tersebut. "Panggil saja saya, Pak Raka. Kalau kamu dan teman-teman kamu butuh makanan datang saja ke sini, kami akan memberikan makanan pada kalian," katanya dengan lembut. Raka? Dalam sebuah buku sansekerta yang pernah aku baca, nama tersebut berarti bulan purnama. Ah, bagus sekali arti namanya. Pasti Pak Raka ini sangat penyayang sekali, terlihat dari bagaimana dia memanjakan tanamannya. Bahkan kejadian semalam saja dia tidak marah pada Matteo, yang kalau aku jadi Pak Raka, pasti aku akan marah pada pemuda yang tidak tahu sopan santun tersebut. Tapi, sayangnya aku tidak bisa membaca pikirannya. Persis seperti yang terjadi pada Aristide. Aku hanya bisa sesekali membaca pikirannya. Entah karena memang tidak ada yang dia pikirkan atau memang jalan hidupnya saja yang terlalu lurus. Lain halnya dengan Matteo, pikiran Matteo isinya buruk semua membuat aku kadang mengumpati kekuatanku ini, kenapa harus bisa membaca pikiran lelaki menyebalkan itu. "Tid--" "Memang seharusnya anda memberi kami makan, anda tahu kan? Saya prajurit terbaik di daratan Magnolia. Kalau bukan karena perjuangan saya di medan perang, kalian tidak akan hidup bahagia di sini! Apalagi kedua orang tua saya yang menjabat sebagai orang penting, membuat anda harus memperlakukan saya sebaik mungkin, atau kota ini hancur di tangan saya dan keluarga saya. Anda tidak perlu malu, karena sudah sewajarnya anda menghormati orang yang kastanya di atas anda bukan?" Kalian sudah menebak bukan siapa? Ya, Matteo. Lelaki yang seharusnya tidak ada di dunia ini, kalau perlu musnahkan saja lelaki sepertinya. Sosok seperti Matteo pasti akan ada di dunia mana pun. Jelmaan iblis yang hidup di tubuh manusia itu membuatku lama-lama muak. Oke lah kalau dia bersikap kurang ajar pada orang yang usianya berada si rentang yang sama dengannya. Lah, ini? Matteo bersikap kurang ajar pada Raka yang usianya pasti sama dengan kedua orang tua Matteo. Jujur, aku sangat tidak menyukai orang seperti Matteo. Tapi, aku tidak bisa melawannya karena keadaanku saat ini. Sial sekali bukan? Aku menarik nafas panjang, Aristide dan Lazuard mengisyaratkanku untuk diam, yang tentu saja aku tolak,"Terkadang aku bingung, apakah orang tua kamu tidak pernah mengajari kamu sopan santun? Sampai menghormati orang yang lebih tua dari kamu, kamu tidak sudi. Aku sanksi, apakah kedua orang tua kamu saat ini pantas menjabat di posisinya? Atau posisinya saat ini adalah rampasan dari jabatan orang lain?" entah setan mana yang merasukiku sampai aku bisa berbicara seberani ini pada Matteo. Padahal aku yakin, selama ini aku bisa menahan semuanya. Tapi, kenapa dengan perlakuannya pada orang yang lebih tua membuatku marah. Apa karena aku tidak melihat bagaimana sosok kedua orang tuaku tumbuh besar bersamaku, jadi aku sangat sensitif saat ini. Dasar aku ini! Matteo menyerangku dengan mencengkram bajuku hingga aku merasa tercekik karenanya. Tatapan matanya yang gelap malah menantangku. Aku mau lihat sejauh mana seorang prajurit yang katanya terbaik itu. Atau omongannya hanya omong kosong saja karena sampai saat ini tidak ada yang tahu jelas prajurit terbaik itu jatuh pada siapa. "Jaga mulut kamu, atau aku robek mulut kamu detik ini juga. Jangan karena kamu menemukan tempat ini bersama Aristide kamu bisa melawanku dan menganggap dirimu cerdas! Itu hanyalah kebetulan yang orang lemah seperti kalian dapatkan. Ingat! Kamu hanyalah prajurit rendahan yang ayah dan ibumu mati di kota ini. Jadi, jangan iri karena posisi kedua orang tuamu tergantikan, karena semua orang tahu orang lemah kaya keluarga kamu itu tidak pantas berada di posisi teratas. Camkan itu!" Aku tersenyum sinis sambil menatap matanya. Tidak ada ketakutan dalam tubuhku, malah rasanya jiwa berburuku muncul karena terusik dengan kelakuan Matteo, "Jangan merasa tinggi, Matteo. Kamu bukan lah apa-apa jika Tuhan sudah berkehendak kamu dan keluarga kamu hancur. Aku dan keluargaku memang lemah, tapi aku tidak pernah mencuri hak orang lain." Sekarang aku ingat siapa Matteo Ezard. Dia adalah lelaki yang selalu menghinaku sejak kecil. Bahkan saat tahu kabar kedua orang tuaku meninggal saja dia menjadi orang paling berbahagia di atas penderitaanku. Ah, sekarang perlahan-lahan rahasia yang tidak aku ketahui akan terbongkar dengan sendirinya. Bisa saja kematian kedua orang tuaku karena lelaki di depanku ini bukan? Melihat anaknya saja sangat tega pada siapa pun, apalagi kedua orang tuanya. Keluarga sampah seperti mereka seharusnya tidak pernah diberikan kesempatan untuk hidup. "Hahaha.. kamu pikir aku bodoh?! Kedua orang tuaku mendapatkan dengan kerja kerasnya, sialan!" umpatnya sambil mendorongku dan terjatuh ke lantai. Tempatku terjatuh ini, membuatku menyadati suatu hal yang tidak bisa aku jelaskan saat ini. Bahkan kepada mereka semua kalau aku baru saja menduduki kotoran binatang yang sepertinya di jadikan bubuk untuk tanaman di sini. "Ah, karja kerasnya. Kamu pikir aku bodoh! Kedua orang tua kamu bisa saja dalang dari kematian kedua orang tuaku," kataku dengan tenang sambil menghiraukan bau tidak sedap di tubuhku. "Sudah cukup, Nak Alkas." Tuan Raka menghentikan gerakan mulutku yang sudah bersiap menyerang Matteo pagi ini. "Tap---" "Banyak bicara! Mati saja kamu!" Bukkkkkk..... Pada akhirnya aku yang lemah ini terjatuh lagi ke tanah dengan menerima pukulan bertubi-tubinya. Bahkan saat ini aku dan Matteo sudah menjadi tontonan masyarakat di sini. Memang Matteo sialan! Lihat saja akan aku balas suatu saat nanti! "Dasar lemah! Cuih..." hina Matteo sambil meludahi wajahku. "Terima kasih loh.." hanya itu jawaban yang aku berikan karena Aristide dan Lazuard menarik tanganku menjauh dari Matteo yang terlihat tengah menjadikan Pak Raka babunya. Memang Matteo sialan! "Pasti gara-gara semalam aku bahas kedua orang tua kamu. Sebaiknya kamu tenangi saja dulu diri kamu," kata Aristide. "Tidak perlu, aku mau berburu makanan saja. Terima kasih atas kepedulian kalian semua." aku meninggalkan mereka semua dengan keadaanku yang kacau. Aku butuh pelampiasan dan aku tidak bisa melakukannya di sini, takut semua rahasiaku akan terbongkar. Ada baiknya aku berburu, dengan begitu semua akan membaik lagi. Emosiku akan kembali ke semula dan aku pura-pura tidak terjadi apa-apa. "Dasar lelaki angkuh! ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD