Bab 2.Pria Kesepian

1537 Words
“s**u? Hmmm saya mau s**u ....” Devan kehilangan akal sehatnya. Dia seperti tidak berkutik ketika matanya terus melihat ke arah gundukan indah yang ada di d**a Anna. Gundukan itu bergerak seiring bergeraknya tubuh Anna yang terlihat sangat menantang di mata Devan. Anna terkikik melihat majikannya yang sepertinya salah tingkah saat ini. Anna menutup belahan dadanya dengan kedua tangan lalu segera pergi meninggalkan Devan yang masih berdiri terpaku di sana. “Saya buatkan s**u hangat dulu ya, Pak. Pak Devan duduk aja dulu di sofa tengah,” ucap Anna yang kini sudah ada di belakang Devan sambil membuka lemari es untuk mengambil s**u. “Oh iya, s**u hangat. Saya mau s**u yang hangat aja,” ucap Devan sambil mengusap wajahnya dengan telapak tangan sambil menelan salivanya sendiri. “Ah b******k! Baru ditinggal Kinan sebentar aja aku udah tergoda. Gak bener ini lagian ngapain juga sih dia pakai bangun terus pakai baju kayak gitu. Bikin masalah aja,” gerutu Devan sambil berjalan menuju ke sofa tengah. Devan menyalakan televisi untuk menemaninya saat ini. Dia tidak ingin pikirannya terus terarah ke Anna yang memang sangat seksi malam ini. Belum lagi pemandangan inti tubuh Anna yang sempat dia lihat secara langsung tadi benar-benar membuat otak Devan benar-benar jadi kacau. Ini adalah pertama kalinya Devan melihat Anna memakai pakaian seminim ini. Biasanya Anna memakai celana dan juga kaos saat dia berada di rumah. Sedangkan ketika dia harus ikut dengan Devan dan keluarganya jalan-jalan keluar, Anna akan memakai baju susternya. Oleh karena itu Devan terpesona dengan pemandangan lain dari Anna yang ternyata luar biasa. “Ini s**u angetnya, Pak,” ucap Anna sambil membungkuk meletakkan gelas berisi s**u hangat yang dia buat untuk Devan. Gluk! Lagi-lagi Devan dibuat menelan salivanya sendiri. Bahkan jakunnya sudah naik turun melihat bongkahan d**a Anna kian menyembul dalam bajunya yang tentu saja menggantung karena dia menunduk. Buah d**a itu terlihat menggantung dalam bra yang menopangnya. “Ada yang perlu saya siapkan lagi, Pak?” tanya Anna yang kini sudah berdiri di depan Devan. “Gak ada, kamu mau balik ke kamar?” tanya Devan sambil mengambil gelas berisi s**u hangatnya. “Sebenarnya sih gak juga, soalnya Rafa juga masih bobok. Bapak mau saya ditemenin?” tanya Anna dengan senyum manisnya. “Ya udah, kamu duduk sini dulu. Temani saya ngobrol. Tapi posisi Rafa aman kan kamu tinggal di atas,” Devan berusaha untuk memastikan. “Aman, Pak. Kan kalau saya keluar Rafa masuk dalam box. Tadi juga barusan saya kasih s**u, jadi pasti sekarang lagi tidur nyenyak.” “Ya udah, duduk sini dulu sambil nonton TV dan nunggu sampai s**u saya habis.” Anna mengangguk lalu dia segera duduk di sofa single yang posisinya agak sedikit jauh dari tempat Devan duduk. Kedua tangan Anna memegang gelas berisi s**u hangat yang tadi juga dia buat untuk dirinya sendiri. Sunyi. Hanya ada suara televisi yang menayangkan siaran tidak penting yang terdengar saat ini. Devan masih terdiam di tempat duduknya sambil memegang gelasnya dengan erat. Hal yang sama juga dilakukan oleh Anna yang saat ini duduk sambil memainkan bibir gelas dengan jari telunjuknya. Dia menantikan obrolan dengan majikannya yang kelewat tampan itu dengan menikmati pahatan indah di wajah Devan. “Kamu udah berapa lama kerja sama saya?” tanya Devan memecah kesunyian di antara mereka berdua. “Udah hampir satu bulan kayaknya, Pak. Soalnya saya kerja di sini itu kan waktu di Rafa udah umur 1 mingguan ya kalau gak salah. Sebelum itu kan Bu Kinan masih dibantu sama ibunya buat jagain Rafa,” jawab Anna. “Ternyata udah lama juga ya, kamu betah gak kerja di sini?” tanya Devan lagi. “Betah lah Pak, kalau gak betah pasti saya udah resign kan dari sini. Tapi saya masih tetap ada di sini, lagian Rafa itu bayi yang gak banyak nyusahin. kalau malam dia tidurnya nyenyak kok, jarang bangun,” Anna menjelaskan pada Devan. “Bagus deh kalau gitu. Berarti kamu bisa tidur nyenyak juga ya kalau Rafa gak rewel waktu malam. Atau kamu punya kegiatan lain kalau malam?” tanya Devan sambil menoleh ke arah Anna berusaha memancing kejujuran Anna. “Kegiatan lain apa sih, Pak. paling saya cuma telepon pacar saya,” jawab Anna sambil malu-malu. Lagi-lagi Devan terdiam dan segera mengambil gelas susunya untuk dia minum. Baju tidur ukuran mini yang dipakai oleh Anna itu menjadi lebih pendek lagi ketika dipakai duduk. Sepertinya setengah paha Anna kini sudah terpampang di depan mata Devan. Devan meminum susunya sambil melihat ke arah buah d**a dan juga paha Anna yang ternyata berkulit kuning langsat namun sangat mulus. Devan tersenyum sendiri ketika melihat Anna tersipu malu melihat Devan yanh melihat ke arah tubuhnya. “Pacar? Kamu punya pacar? Umur kamu berapa sih kok udah pacaran aja?” tanya Devan sambil sedikit tersenyum. “Saya udah 22 tahun, Pak. Jadi wajar dong kalau saya punya pacar. Tapi pacar saya jauh Pak, makanya dia kalau nelpon bisanya cuma malam,” jawab Anna menjelaskan tentang dirinya saat ini. “Emang pacar kamu di mana? Dia di kampung kamu?” “Gak Pak, dia kerja di Hongkong. Jadi nelpon juga gak bisa tiap hari. Kalau nelpon ya harus saya angkat, soalnya kan saya kangen.” “Oh pacar kamu TKI yang kerja di Hongkong. Jauh juga ya, emang kamu percaya pacar kamu bakal setia kalau kalian LDR kayak gini,” Devan kian nyaman melihat kemolekan tubuh Anna sampai dia bersandar dan duduk miring agar bisa berhadapan dengan Anna langsung. “Ya sebenarnya sih saya takut kalau dia nanti selingkuh di sana. Tapi mau gimana lagi, soalnya saya kan cuma pacaran sama dia. Saya belum punya pacar yang deket, mungkin kalau nanti punya pacar yang dekat, saya ketika mikir-mikir mau lanjut sama dia apa gak.” “Loh kok gitu? Berarti kamu gak cinta dong sama dia?” “Ya gimana Pak, kontrak dia masih 5 tahun lagi lho. kan kalo saya harus LDR 5 tahun lagi, ya mana tahan.” “5 tahun? Lama bener keburu dingin itu,” ucap Devan sambil menunjuk ke arah d**a Anna dengan dagunya. “Apanya Pak, yang dingin?” tanya Anna sambil tersipu malu. “s**u. Itu s**u ... s**u yang kamu pegang nanti keburu dingin. Minum sana,” Devan tergagap saat dia salah sebut lagi. “Pak Devan bisa aja deh. Bapak juga minum susunya, biar kenyang terus bisa bobok.” ‘Iya ... kenyang kalau minum s**u kamu. Aduh tahan Devan ... tahan. Kamu udah punya Kinan, jangan khianatin Kinan, Devan. Ayo tahan,’ gerutu Devan dalam hati mencoba untuk terus sadar dari godaan Anna yang membuatnya hampir goyah malam ini. Devan memutuskan untuk segera mengakhiri kebersamaannya dengan Anna. Dia tidak ingin semakin lama semakin terlena dengan kemolekan Anna yang baru dia lihat saat ini. Devan mengajak Anna untuk kembali ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat karena saat ini sudah larut malam. *** “Mbok Darmi, tolong bawain barang saya di depan.” Terdengar suara Kinan masuk dari pintu depan dan langsung menuju ke ruang makan. Kinan tampak berjalan dengan sedikit tergesa sampai dia sepertinya tidak melihat Devan yang saat ini sedang duduk menikmati sarapannya di meja makan. “Ma, kok kamu udah dateng. Katanya naik pesawat sore,” tanya Devan kaget melihat keadilan istrinya pagi ini. “Aku reschedule Pa. Aku sebentar lagi mau ikut meeting, jadi aku harus buru-buru. Aku ganti baju dulu ya,” ucap Kinan yang segera naik ke lantai 2 menuju ke kamarnya. Devan terdiam melihat Kinan yang bahkan datang tanpa menyapanya. Di ruangan itu juga ada Rafa putra mereka yang sepertinya juga dilewatkan begitu saja oleh Kinan. Devan menghembuskan nafasnya dalam mencoba mengerti apa yang sedang terjadi di rumahnya pagi ini. “Ma, kamu gak sarapan dulu?” tanya Devan yang melihat Kinan sudah turun kembali dari lantai 2 setelah mengganti pakaiannya di kamar. “Aku minum s**u aja lah, Pa. Nanti makan rotinya ambil jalan aja, aku gak punya waktu banyak. Mbok, bikinkan saya roti lapis ya. Terus masukin ke kotak makan, nanti saya makan sambil jalan,” Kinan memberikan perintah kepada asisten rumah tangganya. “Iya Bu, sebentar saya bikinkan.” “Ma, apa kamu sesibuk itu sih sampai kamu gak bisa nyapa aku dan juga Rafa. Itu lho Rafa pasti kangen sama mamanya,” Devan sedikit protes pada istrinya. “Gak usah lebay deh, Pa. Lagian kan Rafa udah ada yang jaga. Buat apa aku bayar suster mahal-mahal kalau dia gak bisa handle Rafa. Aku sibuk kerja,” jawab Kinan cuek. “Ya tapi sesibuknya kamu kerja harusnya gak boleh hilangkan kodrat kamu sebagai ibu dong. Anak kita itu butuh kamu, apalagi dia masih kecil banget.” “Pa. Kamu bisa ngerti posisi aku gak sih. Aku tuh sekarang lagi sibuk. Apalagi kamu tahu sendiri kalau aku baru saja naik jabatan. Jadi gak salah dong kalau misalnya aku sibuk waktu siang hari. Lagian kan kita udah bikin kesepakatan, aku bakal pegang Rafa kalau aku pulang kantor. Kamu gak usah aneh-aneh deh,” Kinanti semakin metus menjawab suaminya. “Kalau gitu kamu gak usah kerja! Aku masih bisa ini hidupin kalian berdua,” Devan tidak ingin kalah tegas. “Apa ... berhenti kerja? Becandamu gak lucu!” tolak Kinanti. “Aku gak becanda, Ma. Kamu gak usah kerja lagi!” ucap Devan sambil menatap tajam ke arah Kinanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD