Bab 4. Servis Kilat

1143 Words
Gluk! “Anjiirr ... apaan itu tadi ya,” gumam Devan sambil terus melihat ke arah pintu kamar mandi yang sudah tertutup kembali. Devan berusaha dengan sangat keras untuk menelan salivanya sendiri. Matanya bahkan terasa sangat susah untuk berkedip setelah melihat pemandangan yang mengejutkan di depan matanya tadi. Kemunculan Anna yang sangat tiba-tiba dari dalam kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang membungkus tubuhnya membuat Devan ternganga. Gundukan kenyal di d**a Anna menyembul dengan sempurna ketika terikat oleh handuk yang dipakainya. Apalagi kedua lengan Anna tampaknya sedang menjepit dua permukaan indah di d**a Anna yang membuat bentuknya semakin penuh seolah ingin meloncat keluar. Bukan hanya itu saja, paha mulus milik Anna juga terpampang nyata di depan mata Devan. Handuk yang dipakai oleh Anna ukurannya tidak begitu besar, sehingga bagian bawah handuk itu hanya menutupi tepat di bawah daerah berbahaya milik Anna saja. “Itu kenapa handuknya kecil banget sih. Itu kalau dia duduk kan bisa kelihatan itu surganya. Aduh kenapa juga dia tadi pakai masuk lagi ya. Bikin konak lagi kan jadinya,” ucap Devan sambil membenarkan adik kecilnya yang kini sudah bangun setelah dia melihat Ana tadi. Ceklek. Devan spontan melihat ke arah pintu kamar mandi kembali. Dia mengharapkan Anna akan keluar tetap dengan menggunakan handuk yang membuat dia panas dingin tadi. Namun apa yang diharapkan oleh Devan sepertinya tidak berjalan dengan lancar. Anna keluar dari kamar mandi dengan menggunakan daster yang di bagian lengannya terdapat tali kecil. Sedangkan kain yang dipakai sebagai dasar daster itu terlihat tipis dan melekat di tubuh Anna. Tentu saja hal itu semakin membuat tubuh anak terlihat molek karena lekukan tubuhnya semakin terlihat. “Eh Pak Devan udah datang. Maaf ya Pak, tadi saya gak sengaja keluar. soalnya gak tahu kalau Pak Devan datang,” ucap Anna dengan senyum manis yang sangat menggoda. “Gak papa, lagian wajarlah kalau kamu gak tahu. Kan kamu lagi mandi,” ucap Devan berusaha untuk membuat dirinya tetap tenang dan tidak menerjang Anna. “Si adek masih bobok ya,” ucap Anna yang membungkuk ke arah box bayi untuk melihat Rafa yang masih tertidur lelap di dalam sana. “Bobok? Udah bangun kok,” celetuk Devan sambil menaikkan lehernya agar dia bisa melihat buah d**a Anna yang terlihat saat dia menunduk seperti itu. “Bangun? Apanya yang bangun, Pak?” tanya Anna sambil melihat ke arah Devan. “Eh bukan, maksud saya ... iya adeknya lagi tidur. Rafa kan? Iya pasti Rafa yang kamu maksud tadi,” ucap Devan menahan malu. Anna tersenyum sendiri dan terkekeh melihat Devan yang salah tingkah. Dia sejak tadi tahu ke mana arah pandangan Devan, namun Anna berusaha untuk pura-pura tidak tahu. Anna kemudian menarik kursi kecil yang ada di dekat box bayi untuk dia pakai duduk. Anna duduk berhadapan dengan Devan yang kini sedang duduk di tepi ranjang. “Pak Devan kok udah datang? Biasanya Bapak pulang agak malam,” tanya Anna yang tidak merasa Devan sedang melihatnya dengan intens. “Oh ini ... saya agak gak enak badan. Pada pegel-pegal semua bahu sama tengkuk saya. Kayaknya agak stres atau kolesterol saya agak naik kali,” jawab Devan sambil memegang pundak dan juga tengkuknya agar Anna percaya kalau dia sedang tidak enak badan. “Bapak kecapean kali. Apa mau saya pijit, Pak?” Anna menawarkan diri. “Pijit? Kayaknya enak tuh, boleh deh. Saya pengen dipijit bentar, biar otot saya gak kaku lagi,” ucap Devan sambil menggerak-gerakkan bahunya. “Mau dipijit di sini? Saya ambilkan minyak urutnya ibu dulu ya,” ucap Anna meminta izin pada Devan. “Minyak urut? Eh gak usah, kamu pijit aja langsung pakai tangan kamu. Gak usah pakai minyak urut,” Devan menolak dengan halus. “Oh gitu, ya udah saya pijit pundak Bapak ya, sekalian tengkuknya.” Tentu saja Devan menolak tawaran Anna memijatnya dengan minyak urut. Bukan karena dia takut nanti Kinanti akan tahu dan cemburu, tapi Devan lebih takut kalau dia tidak bisa menahan gairahnya ketika kulit mereka berdua bersentuhan. Devan akan lebih susah menghindar dari godaan Anna kalau dia sampai membuka pakaiannya. Anna segera berdiri dari kursi kecilnya. Dia berjalan mendekati Devan lalu segera menarik ke atas ujung bawah dasternya agar salah satu kaki Anna bisa naik ke ranjang. Namun Anna ikut terdiam ketika Devan melihat dirinya yang kini sudah berada tepat di depan Devan. “Pak, jadi dipijat gak?” tanya Anna sambil melihat ke arah depan. “Ya iyalah. kan katanya tadi kamu pijat saya.” “Ya tapi kalau Pak Devan ngelihat saya gini, gimana saya mau pijat, Bapak? Bapak muter dong, biar nanti punggungnya bisa saya pijat.” “Oh iya bener juga. Maaf ya,” ucap Devan yang segera berbalik arah agar Anna bisa segera memijat pundak dan punggungnya. ‘Ya ampun ... kenapa aku jadi g****k begini sih. Lagian sih, Anna masa iya gak pakai bra di depan aku. mana itu pentilnya lagi tegang banget gitu lagi. Nantangin banget,” gerutu Devan merutuki hasratnya yang terpancing oleh penampilan Anna. Anna mulai meletakkan kedua tangannya di pundak Devan. Dia mulai memijat pundak Devan sampai ke tengkuknya agar majikannya itu merasa enak dan tidak lagi merasa pegal. Anna menyentuh pundak Devan dengan sangat hati-hati dan penuh perasaan. Devan beberapa kali menggeliat ketika pundaknya dipijat oleh Anna. Ternyata pijatan Anna cukup kuat sampai membuat Devan sedikit kesakitan di pundak ketika ototnya yang kaku dipijat oleh jari-jari cantik milik Anna. “Wah tangan kamu mantap banget, An. Tahu gitu aku minta pijit kamu terus aja kalau lagi capek,” ucap Devan yang keenakan dengan pijatan Anna. “Ya Bapak gak mau ngomong kok kalau emang butuh pijatan. Kalo bapak ngomong kan pasti saya mau pijit, Bapak,” jawab Anna sambil sedikit terkekeh. “Kamu pasti biasa mijit pacar kamu ya?” “Enggak juga kok, Pak. Yang biasanya saya pijit itu ya Bapak saya sama kakak saya. Tapi karena sekarang saya udah di Jakarta, jadinya mereka gak pernah kena pijitan Saya lagi. Kalau Bapak mau, saya bisa kok pijit Bapak tiap kali Bapak capek,” Ana menawarkan diri dengan gayanya yang centil. “Mau banget lah, tapi jangan sampai Kinan tahu ya kalau kamu pijat saya. Saya gak mau Kinan punya pikiran macam-macam nanti,” pinta Devan. “Aman Pak kalau sama saya. Pijatan saya enak gak, Pak?” ucap Anna sambil menempelkan dadanya di punggung Devan. “Enak An, enak banget. Ada geli-gelinya,” ucap Devan sambil menggerakkan punggungnya agar dia bisa merasakan d**a montok punya Anna. “Bapak ini nakal, masa dipijit ada gelinya. Itu namanya dikelitikin, Pak.” “Ya kan kamu yang gelitikin saya. Emang kalau kamu pacaran jarak jauh gitu kamu gak pengen pelukan sama pacar kamu, An?” pertanyaan Devan sedikit memancing. “Ya kadang kan sih pengen, Pak. Makanya kalau tiap kali nelpon itu saya ...,” Anna menggantung kalimatnya. “Saya apa? Kok gak dilanjutin,” Devan berusaha mengejar lanjutan kalimat yang digantung oleh Anna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD