Fardan mengambil singkong. Masih terasa panas. Singkong dimasukan ke mulutnya. "Masih terasa sama." Komentar itu keluar dari mulut Fardan setelah mengunyah singkong. "Apanya?" Mey menatap Fardan bingung, karena tidak mengerti maksud Fardan. "Rasanya," jawab Fardan. "Rasanya?" Mey belum mengerti juga. "Dulu kami sering mencabut singkong di samping rumah. Kak Fira yang menggoreng. Ini rasanya masih sama seperti dulu." Fardan menunjukkan singkong ditangannya. "Tuan. Eh Abang masih ingat ya yang dulu." "Sesuatu yang menyenangkan ataupun menyakitkan itu sulit untuk dilupakan. Masa dikebun sangat membahagiakan." Fardan tersenyum saat teringat tinggal di perkebunan sawit. "Lalu kenapa Abang hampir tidak pernah datang kesini secara khusus untuk mengobrol dengan ibu dan Bapak?" Tanya