Bab 4. Taktik Shaka

1565 Words
Happy Reading Dila terkejut dengan pertanyaan Anita. "Duh, jangan sampai tunangan Shaka curiga. Lagian kenapa sih sikap Shaka jadi aneh gini? Dulu aja dia nggak mau natap aku lama-lama. Wajahnya terlihat jutek dan dingin. Kenapa sekarang jadi mesam mesem nggak jelas gini?" gerutu Dila dalam hati. Kesal karena sikap Shaka yang berubah dan hal itu bisa membuat Anita curiga. Wanita mana yang nggak merasa aneh jika tunangannya menatap wanita lain dengan binar mata bahagia? "Sudah lama sekali, sebelum kita tunangan. Aku sudah lebih dulu mengenal nona Dila," jawab Shaka akhirnya. Akhirnya Dila bisa menghela napas lega, Shaka tidak perlu mengatakan pada tunangannya itu jika dia adalah mantan istrinya. "Baiklah, kalau begitu kita mulai membahas kerja sama kita." Dika berucap karena memang waktunya sudah semakin larut. Shaka mengangguk dan meminta Anita menjelaskan presentasinya. *** Dila menatap interaksi kedua orang di depannya ini, terlihat begitu serasi sekali. Apakah wanita seperti Anita yang diidamkan oleh Shaka sehingga dia tidak bisa membuka hati untuknya dulu? Ah, setelah dilihat-lihat Anita ini memang sedikit mirip dengan Femi–wanita yang dulu Shaka suka. Sepertinya hubungan Shaka dan Femi benar-benar hanya sebatas ipar dan Shaka tidak berniat merebut Femi dari kakaknya. Dila tahu jika Shaka sangat menghormati Danio. "Bagaimana dengan kerja sama ini tuan Shaka?" tanya Dika membuat Dila sadar dari lamunannya. "Kalau kita bisa membangun beberapa hotel di dekat pantai ini aku akan mengambil keputusan, tapi sebelumnya kalian benar-benar harus menyiapkan bahan-bahan yang berkualitas dengan mutu yang baik. Dan aku ingin kalau nona Dila sendiri yang turun di lapangan," jawab Shaka menatap Dila. Dia sedikit terkejut dengan ucapan Shaka, begitupun dengan Dika dan Anita. "Tapi nanti akan ada yang bertanggung jawab menangani proyek dan langsung terjun di lapangan tuan Shaka, bahkan pekerjaan saya adalah asisten pribadi dan sekretaris Pak Dika. Tidak bertanggung jawab langsung mengenai proyek ini," ucap Dila protes. Dila tahu bahwa sepertinya Shaka memang sengaja mengatakan hal itu, entah apa maksudnya. "Saya tahu, lagi pula saya tidak menyuruh Anda untuk bertanggung jawab. Saya hanya ingin Anda ikut ke lapangan langsung dan mencatat apa saja yang kurang di sana nanti," jawab Shaka berusaha terlihat masuk akal meski di telinga Dila itu seperti hanya akal-akalan Shaka saja. Dila menatap Dika yang tengah mengerutkan keningnya. Sepertinya Dika juga sedikit terkejut mendengar keinginan Shaka yang aneh itu. "Saya tahu kamu juga designer perusahaan, bukan?" tanya Shaka membuat Dila sedikit terkejut. "Dari mana Anda tahu?" tanya Dila. Dia memang yang memberikan ide gambaran hotel dan merangkap sebagai designer perusahaan milik Dika yang bergerak di bidang konstruksi itu. "Ya, saya memang tahu, gambar ini kamu yang buat dan saya setuju jika kamu juga harus ikut meninjau proyek selama pekerjaan ini," jawab Shaka sepertinya tidak menerima penolakan. "Tapi tuan—" "Saya hanya ingin Anda yang mengurusi proyek ini nona Dila, bahkan saya tertarik dengan gambar yang ada di sample ini, kalau kamu tidak mau ya sebaiknya saya membatalkan kerjasama ini saja," ucap Shaka. dengan entengnya. "Astaga, orang ini keras kepala sekali," batin Dila kesal. Dila menatap ke arah Dika dengan mata puppy eyes seolah-olah menyuruh Dika agar membantunya membujuk Shaka.Tapi sepertinya Dika tidak mengerti, mungkin pria itu kelewat senang karena proyek bernilai fantastis ini bisa terkabulkan oleh Shaka. "Bagaimana nona Dila, apakah Anda setuju," tanya Shaka kembali. "Tuan Dika sudah setuju, seharusnya kamu mengikuti instruksi atasanmu." Anita yang sedari tadi hanya diam karena merasa tidak dianggap mulai merasa kesal. "Sudahlah sayang, tidak perlu dipaksakan juga harus nona Dila yang terjun di lapangan, kan? Masih ada penanggung jawab dan kepala proyek yang bisa kita andalkan," ucap Anita. Dila sempat melirik ke arah Shaka ketika mendengar suara manja tunangan pria itu. Ada yang bergejolak di hati Dila, tetapi segera dia tepis agar tidak menggangu berjalannya negosiasi ini. "Dila, kamu harus ingat untuk mengendalikan diri," batin Dila menghela napas. Shaka menatap tajam tunangannya. "Itu sudah menjadi keputusanku, Anita. Tidak ada yang bisa mengaturnya selain aku," jawab Shaka dingin membuat Anita sedikit takut. Shaka berpikir bahwa rencananya untuk membuat dia dan Dila semakin dekat harus berhasil. Entah kenapa tiba-tiba Shaka merasa tertarik dengan mantan istrinya yang terlihat semakin cantik dan begitu mempesona di matanya. "Oke, aku mengerti," jawab Anita tersenyum lembut. "Dila, aku percaya sama kamu. Pasti kamu bisa. Lagian benar kata tuan Shaka, kamu yang membuat desain hotel ini, jadi sudah saatnya kamu mengembang bakatmu itu," ujar Dika berusaha ikut membujuk Dila. Sepertinya Dila harus menyerah, dia tidak boleh menggunakan alasan karena Shaka adalah mantan suaminya dan membuatnya takut. Dila harus membuktikan pada Shaka bahwa dia baik-baik saja. Keprofesionalannya sedang diuji dan dia harus mengesampingkan ego yang ada di dalam hatinya itu. "Baiklah tuan Shaka, saya setuju!" ucap Dila akhirnya. Shaka menarik sudut bibirnya ke atas dan membentuk senyuman lebar, akhirnya selangkah dia bisa mendekati Dila. "Bagus kalau kamu setuju, mulai bulan depan proyeknya akan segera di mulai," ucap Shaka membuat semua orang mengerutkan dahinya. "Hei tuan! Apakah itu tidak terlalu cepat, biasanya akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyiapkan segala kebutuhan untuk pembangunan proyek besar," gerutu Dila dalam hati. "Baik tuan Shaka, semuanya akan kami persiapkan secepatnya," jawab Dika. Dika sendiri merasa seperti kejatuhan durian runtuh saja karena mendapatkan investor seloyal Shaka. Dia tidak tahu bahwa asistennya sangat tersiksa dengan hal ini. Dan malam itu masih dilanjutkan dengan acara makan malam yang membuat Dila merasa sangat kesal. Bagaimana tidak kesal, Shaka terus saja memberi pertanyaan kepadanya tentang bagaimana kehidupannya yang sekarang. Seolah-olah mereka dulu adalah sahabat baik yang menanyakan hal itu sangat wajar. Sampai hal-hal yang tidak penting pun Shaka tanyakan. "Apa kamu masih suka menguncir rambutmu ke belakang, Dila?" tanya Shaka yang sudah tidak memakai bahasa formal lagi. Sontak saja pertanyaan itu membuat Dila tersedak. "Uhukkk, uhukk," Dika yang melihat Dila tersedak itu langsung memberikannya air minum, tapi ternyata telah didahului oleh Shaka. Dila menatap dua orang yang sedang menyodorkan minuman dihadapan ini dengan bingung. Akhirnya dia tidak mengambil gelas dari siapa pun melainkan mengambil gelas miliknya sendiri. Anita merasa tidak senang dengan kelakuan dua pria di hadapannya itu. Baru kali ini dia melihat Shaka yang begitu perhatian terhadap seorang wanita. Jujur, selama mengenal Shaka, Anita tidak pernah diperlakukan spesial, bahkan ketika dia mengungkapkan perasaannya beberapa tahun lalu dan disambut oleh Shaka, wanita itu merasa bahwa Shaka menyukainya hanya karena dia giat dalam bekerja, selalu kompeten dan bisa mengimbangi Shaka yang memang gila kerja. Akan tetapi, entah kenapa malam ini Anita melihat sosok yang berbeda dari Shaka. Pria yang biasanya selalu memasang tampang datar pada setiap rekannya itu seakan baru saja menemukan mata air di tengah padang pasir. Tatapannya yang biasanya tidak bisa ditebak itu seakan memancarkan aura positif dari dalam dirinya ketika melihat Dila Cemburu? Sudah pasti. Anita merasa jika ada sesuatu antara Shaka dan Dila di masa lalu. "Baiklah karena berhubungan makanannya sudah habis, terima kasih tuan Shaka dan nona Anita atas jamuan makan malamnya. Sepertinya saya harus segera pulang karena ini sudah terlalu malam," ucap Dila sambil menatap jam di pergelangan tangannya. Dika terlihat terkejut dengan ucapan asistennya itu, ini masih pukul 8 malam, bukankah biasanya dia selalu menghabiskan waktu hingga dini hari saat menemani Dila sedang membuat desain di cafenya. Dika pun menjadi curiga, dari awal dia memang bisa melihat ketidaknyamanan yang ditunjukan Dila saat bertemu rekan kerjanya ini. Mungkin dia akan menanyakan pada Dila saat di kantor nanti. Bahkan Dika sendiri bisa melihat tatapan mata Shaka yang seperti tidak biasa. "Baiklah, nona Dila." Akhirnya Dika memutuskan untuk berpamitan dan mengajak Dila pulang. "Saya juga harus segera pulang. Terima kasih tuan Shaka dan nona Anita. Permisi!" Sebenarnya Shaka merasa tidak rela, tapi dia juga sudah lelah dan ingin segera beristirahat. Dalam perjalanan pulang, Dila hanya diam saja dan menatap kosong ke arah depan. Dika pun tidak ingin bertanya lebih jauh saat ini. *** Shaka pulang ke rumahnya dengan berjalan malas, pria itu melonggarkan dasinya yang sedari tadi terasa mencekik leher. Tadi dia mengantarkan Anita pulang dan ada sedikit perdebatan diantara mereka karena Anita merasa tidak suka jika Shaka seolah tertarik dengan Dila Namun, akhirnya Shaka hanya mengalah dan memilih untuk diam saja ketika Anita terus mengoceh sepanjang jalan. Terlihat gurat kelelahan dan tergambar jelas di wajahnya. Shaka mendesah kasar, rumah mewah itu sekarang tampak seperti tempat tidak berpenghuni. Pria itu masuk ke dalam kamarnya di mana dulu dia dan Dila pernah tidur sekamar. Sudah lima tahun mereka berpisah, kehidupan Shaka tidak ada yang berubah setelah perceraiannya itu. Hanya dia jalani dengan bekerja dan bekerja, mengembangkan perusahaan Mahendra Grup. Otaknya yang gila kerja itu seolah menunjukkan jika dia memang sangat serakah ketika menikahi Dila hanya karena ingin bisa menguasai Mahendra Grup. Shaka menatap bingkai foto pernikahannya dengan Dila, foto yang diambil setelah dia mengucapkan ijab qobul di depan ayah Dila. Mantan istrinya itu tampil cantik dengan gaun putih panjang dengan make up yang natural, sedangkan Shaka sendiri memakai tuxedo hitam terlihat tampan dan gagah. Shaka mengalihkan pandangannya dari foto itu kemudian dia berjalan ke arah tempat tidur dan membaringkan tubuhnya. Masih bisa Shaka rasakan keharuman parfume vanila yang sering Dila pakai. Ya, Shaka menemukan parfum Dila yang masih penuh ditinggalkan di meja rias oleh wanita itu. Setelah bercerai, Shaka sering menyemprotkan parfum itu ke atas ranjang, Shaka suka dengan aromanya dan hal itu selalu membuatnya teringat dengan Dila. "Apa aku masih bisa mendapatkan maafmu?" gumam Shaka melihat langit-langit kamarnya. Mengingat pertemuannya tadi dengan Dila entah kenapa membuat jantungnya berdebar-debar. Apakah dia benar-benar jatuh cinta pada sang mantan istri? Apakah kegalauannya selama lima tahun ini benar-benar hanya karena rasa bersalah pada Dila atau sebalik? Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD