Happy Reading
Dila terbangun dari tidurnya, wanita itu terkejut saat melihat jam di atas dinding menunjukkan sudah menunjukkan pukul 08.00 malam.
"Astagfirullah! Gue ketiduran!"
Wanita itu segera bangkit dari atas ranjang dan langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Jadi, tadi setelah pulang dari kantor, Dila menyelesaikan desain gambar untuk perusahaan Mahendra grup. Desain hotel yang akan di bangun di Lombok. Sampai akhirnya dia ketiduran setelah habis magrib.
Proyek kerjasama dengan perusahaan Shaka memang pengerjaan proyek hotel yang ada di lombok sana. Perusahaan Dika bergerak di bidang konstruksi yang akan membangun hotel bernilai miliaran itu.
Setelah melaksanakan kewajibannya, Dila merasa perutnya keroncongan. Dila ingat kapan terakhir kali dia makan, yaitu waktu makan siang. Dila memutuskan untuk ke dapur melihat isi kulkas.
"Kok cuma ada roti sama telur?" gumam Dila.
Perutnya berbunyi lagi, kali ini lebih keras. Itu tandanya Dila memang sangat lapar. Tetapi yang ada di kulkas hanya roti dan telur, itu tidak akan cukup membuat perut Dila kenyang.
"Cari makan di luar aja deh." Akhirnya Dila memutuskan untuk makan di luar saja.
Wanita itu tinggal di sebuah apartemen yang dia beli belum lama setelah pindah ke Jakarta. Dulu saat menikah dengan Shaka, Dila ikut ke Jogja untuk menetap di sana bersama Shaka. Namun, setelah berpisah dia bertemu dengan Dika–sahabat lamanya yang menawarinya sebuah pekerjaan dan akhirnya Dila bekerja di kantor sahabatnya itu di kantor cabang yang berada di Tangerang.
Setelah bertahun-tahun, Dika meminta Dila menjadi asisten pribadinya dan berkantor di pusat yaitu di Jakarta.
Dila memarkirkan mobilnya di sebuah cafe and resto yang tidak jauh dari apartemennya. Dila merasa cocok makanan di sana dengan harga yang terjangkau. Kalau ada yang tanya apakah Dila anak orang kaya? Jawabannya, ya. Namun, kedua orang tua Dila sudah berpisah lama. Ayah Dila memang dulu memiliki perusahaan kecil. Akan tetapi, setelah ayahnya berselingkuh dan membawa selingkuhannya pulang, sang ibu pergi membawa Dila dan hidupnya sangat sederhana sekarang. Ayahnya Dila seakan lepas tanggung jawab dan tidak pernah memberikan nafkah untuknya.
Kakeknya Shaka pernah memiliki hutang budi dengan ibunya Dila dan itulah awal mulanya tercetus perjodohan konyol itu. Saat itu juga Shaka tengah frustasi karena wanita yang dicintainya menikah dengan kakak kandungnya, mungkin hal itu juga yang membuat Shaka punya ambisi ingin mendapatkan perusahaan sang kakek dengan menerima perjodohan tersebut.
Dila masuk ke dalam kafe dan langsung memesan menu andalan di sana. Dila membuka ponselnya sambil membalas pesan dari sahabatnya–Luna yang mengatakan jika putranya sudah mulai sekolah.
"Hei, kamu Dila, kan?" Dila mendongak ketika mendengar ada yang menyapanya.
Keningnya mengkerut saat melihat wanita yang berdiri di depan mejanya. Sepertinya dia pernah melihat wanita itu, tapi di mana?
"Aku Shopia, mantan sekretaris Shaka. Ingat?" ujar wanita itu yang langsung duduk di kursi depan Dila.
"Oh, iya. Aku ingat," jawab Dila tersenyum. Sejak kembali ke Jakarta, kenapa Dila dipertemukan dengan orang-orang masa lalunya.
"Kamu sekarang di Jakarta? Udah lama sekali nggak ketemu." Shopia sepertinya ingin berbasa-basi dengan Dila dan hanya dibalas senyum dan anggukan saja.
"Aku udah lama balik ke Jakarta setelah resign dari perusahaan Shaka. Kamu, gimana kabarnya? Setelah bercerai dengan Shaka, aku udah nggak pernah liat kamu lagi di Jogja?"
"Iya, aku langsung balik dan kerja di Tangerang," jawab Dila masih tersenyum. Meskipun terpaksa, dia tidak mau dikatakan sombong karena tidak menanggapi lawan bicaranya.
"Oh, ya. Aku minta maaf, ya? Entah kenapa aku merasa bersalah sama kamu."
"Hah?" Dila melongo mendengar ucapan Shopia. "Minta maaf kenapa?" Setahu Dila, dulu Shopia tidak terlalu banyak bicara jika bertemu di kantor Shaka. Meskipun dulu Shopia selalu menampilkan wajah jutek dan dingin, tetapi wanita itu tidak pernah memiliki masalah dengannya.
Shopia terdengar menghela napas, sebelumnya wanita itu memanggil pelayan dan memesan minuman. Dila masih diam, penasaran dengan apa yang ingin diutarakan oleh Shopia karena seperti wanita itu akan duduk lama bersamanya.
Buktinya wanita itu memesan minuman, Dila yakin jika ada yang ingin dibicarakan Shopia padanya. Apakah itu mengenai masa lalu Shaka dengan selingkuhannya, jadi Shopia merasa bersalah karena tidak menceritakan hal tersebut pada istrinya sang atasan.
Setelah pelayan pergi, Shopia menatap Dila dengan tatapan yang sulit diartikan. "Dila, aku mau bicara jujur."
"Ya, masalah apa, ya?" tanya Dila yang kini semakin penasaran. Meskipun yang akan dibicarakan Shopia adalah masa lalu, tetapi Dila juga ingin tahu.
"Kamu pasti dulu mengira kalau Shaka berselingkuh, ya?"
"Bukankah memang iya?"
Shopia tertawa kecil. "Shaka nggak pernah selingkuh, dulu waktu kamu datang ke kantor untuk yang terakhir kalinya, Shaka hanya bersandiwara. Dia tidak beneran bercinta di kantornya. Itu semua hanya akting," ujar Shopia.
"Maksudnya gimana?" Kening Dila semakin mengkerut sampai alisnya menyatu.
Shopia terkekeh. "Ya, itu hanya akal-akalan Shaka supaya kamu meninggalkannya. Waktu itu dia menyuruhku untuk berakting seolah-olah kita sedang bercinta. Padahal tidak sama sekali. Awalnya aku juga nggak mau melakukannya, tapi setelah dia janji mau kasih aku uang banyak, terpaksa aku harus menuruti permintaan gila bosku dulu."
"Hanya akting? Kalian beneran nggak bercinta?" Dila terkejut, tapi masih penasaran.
Shopia menggeleng.
"Waktu kamu mengirimkan pesan pada Shaka kalau kamu mau ke kantor, tiba-tiba dia punya ide konyol itu. Katanya buat bikin kamu menyerah sama dia. Shaka bilang kalau kamu terlalu baik untuk laki-laki b******k seperti dia. Shaka merasa kasian sama kamu karena dia nggak mungkin bisa mencintaimu. Dia cuma butuh kamu untuk alat aja."
Jujur, Dila syok mendengarnya. Dia tahu kalau Shaka memang hanya menjadikannya alat, meskipun saat itu Dila sudah terlanjur jatuh cinta pada Shaka, tetapi dia benar-benar tidak menyangka jika Shaka berbuat seperti itu hanya untuk membuat dirinya menyerah atas pernikahan mereka.
Enam bulan, Dila ingat kalau pernikahannya dengan Shaka memang sesingkat itu.
"Dila, Shaka benar-benar nggak selingkuh. Dia juga nggak pernah main sama wanita lain. Dia melakukannya cuma pengen kamu berhenti cinta sama dia dan meminta pisah. Aku tahu, kalau kamu sebenarnya tulus mencintai Shaka yang b******k itu. Jujur, sebenarnya aku juga kesal dengan tingkahnya yang sok-sokan bilang nggak bakal jatuh cinta sama kamu. Tapi buktinya, setelah pisah, eh dia jadi galau berat. Dia sering uring-uringan saat kerja dan sering marah-marah nggak jelas. Meskipun nggak mau jujur, tapi aku tahu kalau sebenarnya dia nyesel pisah sama kamu."
"Hahaha, jangan ngawur kalau bicara. Shaka nggak mungkin nyesel pisah sama aku. Dia memang nggak bisa cinta sama aku karena wanita yang diinginkan adalah mbak Femi," sahut Dila terkekeh geli.
"Loh, kamu tahu kalau Shaka suka sama Femi, kakak iparnya?" tanya Sophia terkejut.
Dila mengangguk. "Tahu, aku pernah sengaja dengar Shaka teleponan. Waktu itu aku nguping karena Shaka mengucapkan kata-kata cinta, ternyata dia telepon mbak Femi dan setelah selesai, Shaka membanting ponselnya ke lantai. Aku yakin saat itu mbak Femi nolak cinta Shaka. Kan gila ya, nembak istri kakaknya saat dia juga udah punya istri," ejek Dila dengan mengedikkan bahunya.
"Tapi dia udah nggak cinta sama kakak iparnya setelah pisah sama kamu. Aku dan Ferdy bisa liat dari tatapannya yang terlihat sudah biasa aja kalau liat Femi."
"Mungkin dia juga nyerah karena Femi kan udah jadi kakak iparnya, nggak mungkin Shaka merusak nama baiknya hanya karena masalah cinta. Mbak Femi juga nggak suka sama Shaka, egonya pasti tinggi," jawab Dila yang kini sepertinya nampak santai membicarakan tentang masa lalu mantan suaminya itu.
"Kamu salah, sepertinya dia udah menaruh hatinya untuk wanita lain. Yaitu kamu, Dila."
Kini Dila semakin tertawa, Shopia memang lucu, mana mungkin Shaka jatuh cinta padanya. Buktinya, dia sekarang sudah memiliki tunangan yang sangat cantik. Sangat mirip dengan Femi, mulai dari perawakan, rambutnya yang panjang bergelombang dan gaya bicaranya yang kalem.
Makanan pesanan Dila dan minuman Shopia sudah datang. Akhirnya mereka memutuskan untuk makan sambil ngobrolin masa lalu.
"Aku tahu kalau Shaka sekarang udah tunangan sama sekretarisnya, tapi sepertinya Shaka nggak benar-benar cinta sama Anita."
"Kamu mau bilang kalau Shaka terpaksa lagi? Seperti dulu saat menerimaku? Nggak lucu tahu, dia nggak mungkin menerima sembarang wanita untuk dijadikan pasangan," ujar Dila.
Shopia mengangguk. "Tapi, buktinya masih ada Poto pernikahan–ups, nggak jadi!" Shopia langsung menutup mulutnya membuat Dila menatap wanita itu dengan tatapan ingin tahu.
"Poto apa?"
Bersambung.