14

3231 Words
Perlahan-lahan aku membuka mataku tetapi anehnya yang bisa kulihat hanya sebagian dan samar-samar. Ada sesuatu yang menutup mata kiriku dan aku mulai mengingat bahwasanya ada seseorang yang memukul belakang kepalaku saat aku nyaris kehilangan kontrol diriku. "Ah, Adam!!!" teriakku keras sembari mencoba bangkit. Duk. Sentilan kecil itu membuatku terbaring kembali dan susah bergerak. Aku seperti dihipnotis sehingga tubuhku mendadak kaku. "Kamu berisik!" katanya. Suaranya terdengar asing tetapi pernah kudengar. "Kamu belum pulih sepenuhnya, Tik! Istirahatlah!" suara lain terdengar dan kukenali suara itu. "Kakak!" panggilku. Kak Deden mendekat ke ranjangku dengan seorang cowok asing. Lelaki itu memiliki rambut gondrong yang nyaris menyerupai rambut Adam tetapi tidak diikat, hanya ia tutupi dengan topi rajut. Selain itu dia memiliki tubuh yang tinggi, nyaris menyamai kak Deden. Walau kakakku yang narsis itu memiliki rambut pendek yang ditata cepak dan dipercantik dengan dua buah jepitan di sisi kiri. "Kak, Adam, kak, Adam!!" teriakku histeris, kembali mengingat peristiwa na'as yang menimpa sahabatku. "Tenanglah, Adam masih hidup!" kata kak Deden mencoba menenangkanku. Airmataku jatuh, aku bahagia. "Syukurlah," ucapku merasa lega. "Semua karena dia," kata kak Deden sambil menunjuk cowok asing di sampingnya. "Hai, Tika!" sapanya ramah. "Aku Bagas," katanya memperkenalkan diri. "Tika," sahutku membalas perkenalan dirinya. "Dia yang menyegel kekuatanmu," kata kak Deden lagi. Aku menautkan alisku. "Menyegel?" tanyaku bingung. Cowok bernama Bagas itu terkekeh. "Den, kamu belum menjelaskan apapun padanya? Hidup-mati kita di tangannya dan kamu bahkan tidak menjelaskan apapun soal kutukannya?" cercahnya mengomel pada kak Deden. Kak Deden menghela napas panjang. "Ya, Tika ini tidak menunjukkan gejala apapun selama ini. Kukira kutukannya tidak berlaku karena aku sudah dikutuk, tetapi tidak kusangka, ia pun juga mewarisi kutukan!" jelas kak Deden. "Kutukan?" tanyaku heran. Bagas menatap lekat padaku. "Ya, kutukan. Kutukan yang membuatmu harus menjadi ratu dari 3 kaum sekaligus yaitu helper, watcher dan unicorn. Itu artinya secara tidak langsung, sejak kutukanmu dimulai, kamu adalah ratuku karena aku kaum unicorn!" jelas Bagas. "Heh?" "Ya, karena di 12 kaum seharusnya hanya ada satu ratu, maka mau tidak mau, kita akan berperang! Dan khusus untukmu, jika kamu ingin melepas kutukanmu, kamu tidak ada pilihan lain selain membunuh Queen, ratu dari 6 kaum yang lainnya, Tika!" kakak Deden menambahkan. Aku terdiam. "Perang? Kenapa harus aku kak yang menjadi ratu? Aku tidak mau!" tolakku. "Mau atau tidak, itu sudah menjadi kutukanmu Tika. Karena itu sejak awal aku ingin membunuhmu agar aku yang mengemban kutukan itu!" ucap kak Deden bersungguh-sungguh. "Ya, bagaimanapun kutukan sudah diwariskan, yang bisa kamu lakukan hanya dua, mati di tangan Queen secara sukarela dan menghancurkan kami-para sekutumu atau kamu berperang bersama kami dan menjadi ratu di antara 12 kaum. Dengan begitu, kamu hanya membunuh satu orang dan menyelamatkan kaum lainnya!" Bagas menimpali. "Aku sih ogah menjadi sekutumu tetapi aku juga tidak mau kaumku musnah. Jadi Tika, kaum unicorn akan mendukungmu. Kaum kami memiliki 3 kekuatan, menyegel, membangkitkan orang dari kematian dan juga," Bagas terdiam, ia tampak ragu. Kak Deden menepuk pundak Bagas. "Tidak apa-apa katakan padanya!" ucap kak Deden memberikan dukungan. Bagas menghela napas panjang. "Kami bisa berduplikasi," katanya. "Duplikasi?" tanyaku bingung. Kak Deden tertawa geli. "Kamu tahu amoeba bukan? Sama seperti itu, mereka bisa membelah diri!" kata Kak Deden menjelaskan. "Ah, begitu!" ucapku mengerti. "Heh? Apanya yang begitu. Berani sekali manusia aneh tanpa kaum sepertimu menyebut kaumku seperti amoeba!" protes Bagas tidak terima. "Hei, aku keturunan helper tahu!" bantah kak Deden. "Iya, tapi kamu bukan generasi helper sejati. Kau setengah circle, walau kaum itu sudah lama punah!" sanggah Bagas. "Circle?" tanyaku kebingungan. Kak Deden menghela napas panjang. "Ibu kita mewarisi darah kaum circle, karenanya aku jadi setengah helper dan circle. Karena itulah, aku tidak bisa jadi kaum helper sejati sepertimu Tika. Aku anak pertama yang dikutuk karena keturunan dari perpaduan dua kaum. Sedangkan kamu, dikutuk karena menjadi generasi helper terakhir!" jelas kak Deden. "Dulu ada 12 kaum yang berada di kekuasaan kingdom. Namun satu kaum yaitu kaum Darker, penjaga gerbang neraka berkhianat untuk mengambil kekuasaan kaum lucifer, terjadilah peperangan. Perang itu pada akhirnya membuat para kaum lainnya terpecah-belah. Apalagi saat kaum kingdom mulai memusnahkan satu persatu kaum yang lain." cerita kak Deden. "Kenapa kaum kingdom memusnahkan kaum yang lain, Kak? Bukankah yang berkhianat hanya satu kaum?" tanyaku tidak mengerti. "Karena kaum kingdom merasa kaum yang lain mulai berkembang dan mengancam kekuasaan mereka. Jadi, setiap kaum yang tampak kuat atau melakukan pergerakan, mereka memusnahkannya!" jawab kak Deden. Aku menghela napas panjang. "Jadi, bisa dikatakan cara satu-satunya menyatukan 11 kaum yang tersisa adalah dengan memusnahkan kaum kingdom?" tanyaku mengambil keputusan. Bagas dan kak Deden mengangguk bersamaan. "Ya, dan itu tugasmu sebagai ratu kami!" jawab Bagas menegaskan. "Tapi aku lemah, bagaimana bisa aku mengalahkannya?" tanyaku ragu. Bagas tertawa terbahak mendengar pernyataanku. "Kenapa kamu tertawa?" tanyaku tidak suka. Bagas menyeringai pelan. "Kamu adalah ratu kami, bagaimana bisa kamu mengatakan kalau kamu lemah? Seandainya aku tidak menyegel kekuatanmu waktu itu, tidak hanya Erika, bahkan Rio atau manusia lain yang berada di jarak 1 KM darimu, sekali kamu mengacungkan pedang atau bahkan jarimu, mereka semua akan mati!" jelas Bagas. "Apa?!!" tanyaku terkejut setengah mati. "Kekuatanmu begitu mematikan, Tika! Jika kamu tidak berhati-hati, kamu tidak hanya akan membunuh satu musuh, tetapi sekutumu juga!" Kak Deden memperingatkan. "Lalu bagaimana bisa kekuatanku membantu kalian jika sangat membahayakan kalian?" tanyaku heran. Bagas menyisir rambut panjangnya ke belakang. "Serahkan padaku, aku akan membantumu untuk mengontrol kekuatanmu!" kata Bagas dengan yakin. "Ya, pergilah berlatih dengannya selama beberapa hari. Aku yang akan menjaga teman-temanmu!" kak Deden menyanggupi. "Tapi kak," "Tidak apa-apa, Adam akan pulih! Kekuatan unicorn bukan sekedar menyembuhkan tetapi membangkitkan! Walau jantungnya sudah tertusuk, semua sel, jaringan dalam organ itu akan pulih perlahan!" potong kak Deden cepat. "Rio? Bagaimana dengannya?" tanyaku. "Ah, si cupu," kaka Deden menggaruk-garuk kepalanya. "Iya, bagaimana dengannya?" tanyaku. "Si cupu sedang merantau!" jawab Bagas ngawur. "Hah?!" seruku kebingungan. "Dia sedang mencoba mencari kaumnya. Aku tidak paham yang ada di otaknya. Yang jelas dia bilang, dia akan membuatmu menjadi ratu!" jelas kak Deden. "Mencari kaumnya? Jadi maksud kakak, selain Rio, ada keturunan lucifer  yang lain?" tanyaku memastikan. Kak Deden mengangguk mengiyakan. "Mungkin saja, kaum unicorn saja ada banyak. Untuk perang, kita butuh sekutu yang banyak Tika!" jawab kak Deden. Aku menelan ludah, pahit. Aku takut, ini sebuah kenyataan yang begitu mengejutkan. Sebelumnya aku sudah terguncang dengan kenyataan bahwa aku kaum Helper. Dan sekarang, aku bahkan harus menjadi ratu dan berperang melawan kaum lain yang tidak kukenal. "Jangan khawatir, kami akan membantumu, Tik!" kata kak Deden seolah tahu bahwa aku sangatlah berat dengan kenyataan ini. "Oke, saatnya kita memulai pelatihan!" kata Bagas tiba-tiba. "Hah? Aku be-," Trak. *** Author's POV Rio turun dari bus yang dinaikinya di sebuah tempat pemberhentian yang sepi. Cowok berkacamata itu mengenakan pakaian bebas dan menjinjing sebuah tas di lengan kirinya. "Sampai," gumamnya sembari melihat jalan setapak yang telah menunggunya. Jalan setapak itu mengarah pada sebuah jalan pegunungan yang menanjak. Tidak ada kendaraan yang tampak dan agaknya dia harus berjalan untuk bisa sampai pada tujuannya. Rio memulai perjalanannya dengan berjalan menyusuri jalan setapak itu. Langkahnya begitu stabil, panjang dan cepat sehingga tidak perlu banyak waktu baginya untuk menyusuri jalanan itu. Ia berhenti di sebuah pohon besar mengistirahatkan kakinya yang pegal, dia duduk disana. Deg! Jantungnya merasakan getaran sebentar lalu menghilang. Reflek dia menyentuh lehernya yang berkedut hebat. Kedutan yang dirasakannya seperti dugaannya berasal dari tanda salver yang diberikan Tika padanya. "Rupanya pelatihan sudah dimulai!" gumam Rio. Rio bangkit dari duduknya lalu meneruskan perjalanannya. Kali ini ia agak berlari dan melambatkan langkahnya saat dia mulai melihat sebuah rumah yang menjadi tujuannya. Rumah itu berada di atas bukit, sederhana dan biasa saja begitulah kesan rumah itu. Rumah itu juga tampak kosong dan sepi, tetapi Rio yakin ada sekitar 5-6 anggota keluarga di rumah itu. Rio berjalan santai, rumah di depannya sudah tinggal beberapa meter lagi. Srak. Tap. "Siapa kamu?" Sebilah pedang panjang terhunus dengan gagah dari seorang gadis yang memakai setelan baju seperti seorang agen mata-mata. Rambut panjang gadis itu tergerai indah dengan memakai penutup wajah yang hanya menunjukkan kedua bola matanya yang berbeda warna, hijau dan kuning. "Siapa kamu?" tanyanya sekali lagi. "Samael," jawab Rio yang seketika membuat gadis itu memasukkan kembali pedangnya. Ia pun berlutut dan menundukkan kepalanya sebagai penghormatan. "Apa yang bisa hamba bantu, helel bin Sahar?" tanya gadis itu penuh dengan rasa hormat. "Pertemukan aku dengan ayahmu!" jawab Rio yang langsung diiyakan oleh gadis itu. Dia bangkit lalu berdiri walau masih sedikit merendahkan kepalanya. "Silahkan lewat sini!" katanya menunjukkan jalan untuk Rio. Keduanya pun berjalan dengan gadis itu di depan sedangkan Rio di belakangnya. Mereka tidak menuju rumah itu tetapi menuju sebuah kebun apel yang berada tidak jauh dari rumah itu. Gadis itu berhenti sehingga Rio pun menghentikan langkahnya. "Tunggulah di sini! Hamba akan memanggil ayahanda," pintanya sopan lalu mulai menghilang di balik rimbunnya pohon apel. Rio melihat kiri-kanan, semuanya pohon apel dan terdapat kursi kecil tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia pun memutuskan untuk menunggu di sana. Cukup lama ia menunggu tetapi gadis itu tidak juga kembali. Rio menghela napas beberapa, kesabarannya menipis. Ia hendak pergi sebelum akhirnya melihat gadis itu muncul dengan seorang lelaki tua di sampingnya. "Ayahanda, ini Samael," kata gadis itu memperkenalkan lelaki di depannya kepada ayahandanya. Lelaki tua berpostur besar dan berotot itu tersenyum tipis. "Saya Satan," lelaki itu memperkenalkan dirinya. "Rio, dari kaum lucifer!" Rio pun memperkenalkan dirinya. "Ya, saya tahu. Terlihat dari kedua sayap besar di punggung anda," jawab lelaki bernama Satan itu. Rio hanya mengumbar senyuman tipis. "Jadi, apa maksud anda jauh-jauh datang kemari?" tanya Satan. "Saya ingin meminta bantuan anda," jawab Rio dengan wajah bersungguh-sungguh. Satan tersenyum. "Bantuan yang bagaimana Samael?" tanya Satan. "Bekerja samalah dengan ratuku," jawab Rio dengan serius. Satan menghela napas panjang. "Jadi perang sudah dimulai?" tanya Satan. Rio mengangguk pelan. "Aku tidak setuju!" celetuk gadis tadi dengan tegas membuat Satan dan Rio menoleh ke arahnya. "Putriku," ucap Satan dengan lembut. "Tidak! Aku tidak peduli jika kaum Sataniel adalah pasukan dari kaum Lucifer. Itu sudah dulu dan sekarang kaum kita sudah merdeka ayahanda!" ucapnya penuh penekanan. Rio hanya diam saja, tidak berniat sekalipun membalas kemarahan dari gadis itu. "Irene, kendalikan dirimu! Ini adalah takdir yang sudah digariskan!" Satan mencoba menasehati putrinya. "Takdir?" kata Irene geram. "Menjadi k***********n selama berabad-abad itu takdir?!!" Gadis bernama Irene itu menggigit bibir bawahnya. Rambut panjangnya bergerak dengan cepat, perlahan meruncing dan mengeluarkan listrik. Asap gelap tiba-tiba keluar dari tubuhnya dan setengah sayap terbentang nyaris sempurna. "Irene, kendalikan dirimu!!!" teriak Satan sembari menhentakkan kakinya ke tanah. Hanya satu hentakan kaki dan asap gelap itu menghilang. Irene kembali normal, setengah sayapnya menghilang. "Ayahanda!" pekiknya kesal sambil menoleh pada Satan. "Jangan membuang nyawamu dengan percuma!" ucap Satan tegas. "Jika kamu melawannya, maka kamu akan mati di tangan kaum yang lebih rendah!" Satan menimpali. "Apa maksud ayah?" tanya Irene bingung. Rio tersenyum tipis. "Jadi anda sudah tahu?" tanya Rio mencoba mencari jawaban atas dugaaannya. Satan menoleh pada Rio lalu mengangguk mengiyakan. "Lambang Salver anda begitu terlihat dan aura kekuatan helper itu begitu kuat. Itu artinya perang akan segera dimulai!" jawab Satan. "Jadi apa anda bersedia membantu ratuku?" tanya Rio lagi. Satan tersenyum kecil. "Kami siap membantu," ucapnya dengan tenang. Di belakangnya tiba-tiba muncul beberapa pasang mata merah yang lama kelamaan menjadi banyak. Pasukan dari kaum setan telah berjejer rapi di belakang ketua mereka. Rio menundukkan kepalanya. "Terimakasih sudah bergabung," ucap Rio penuh penghormatan. "Irene, ikutlah dengannya!" perintah Satan. "Heh? Tidak sudi!" tolak Irene dengan tegas. "Ayah harus menjaga tempat ini. Jika aku ikut, bagaimana jika kingdom menyerang tempat ini?" tanya Satan pada Irene. Irene hanya terdiam, mulai berpikir tentang kemungkinan yang ayahandanya katakan. "Tapi ayahanda, aku tidak sudi membantunya!" Irene bersikukuh. "Jika kamu tidak membantunya, kaum kita akan menjadi kaum pertama yang musnah!" Satan memandang serius ke arah Irene membuat gadis itu hanya mampu menarik napas berat. "Baiklah, aku akan membantunya!" Irene mengalah. Satan menoleh pada Rio. "Putriku dan sebagian pasukan setan dari kaumku akan ikut dengan anda. Semoga perang akan segera usai," ucap Satan dengan penuh harap. Rio menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Percayalah, kita akan menang!" ucapnya penuh kesungguhan. Rio dan Irene pun meninggalkan tempat itu, mereka akan melanjutkan perjalanan. "Setelah ini, kita akan kemana?" tanya Irene pada Rio yang sedang bermain-main dengan jemarinya. "Kaum Devil!" jawab Rio sembari menggerak-gerakkan jemarinya. "Kaum devil? Belum musnah?" desis Irene merasa tidak suka. "Sudah tetapi ada satu keturunan dari kaum itu yang tersisa. Walau dia hanya setengah manusia dan setengah kaum devil, dia pasti akan membantu kita!" jawab Rio yakin. "Bagaimana kamu bisa seyakin itu?" tanya Irene dengan nada kesal. "Karena Sataniel dan Devil adalah dua kaum yang menjadi pasukan lucifer sejak awal penciptaan kerajaan Hell." jawab Rio santai. "Cih, menyebalkan!" desis Irene kesal. Rio hanya tersenyum geli melihat kekesalan Irene. Tik, tunggulah aku! bisik Rio dalam hati. *** Aku duduk bersila dengan telapak tangan di depan d**a, angin kecil perlahan keluar dan mengudara di sekitarku. Dengan mata terpejam bisa kurasakan aliran darahku yang semakin cepat mengalir dari seluruh tubuh dan berkumpul di jantungku. Kuhela napas saat rambutku mulai naik-turun karena kecepatan angin yang mulai menguat. Suara deru angin yang menguat semakin menyebar area jangkauannya. Awalnya hanya di tubuhku kemudia melebar hingga satu meter di sekitarku. Kudengar suara batu, tanah dan juga benda di sekitarku yang mulai berisik, terusik oleh angin yang berasal dari tubuhku. Mata kiriku semakin berdenyut cepat tapi kucoba tahan sekuat tenagaku. Kupusatkan konsentrasiku pada pikiranku yang harus menyatu dengan alam. Aku harus bisa mengontrol kekuatanku jika tidak maka, Ugh. Aku kembali teringat akan peristiwa dimana Adam tertusuk oleh pedang Erika. Ekspresi kesakitannya waktu itu tergambar jelas dan membuatku marah. Aku mulai kehilangan kontrol ketika angin di sekitarku semakin melebar dan perlahan berputar membentuk tornado. Kurasakan rembesan dari mata kiriku, sepertinya kembali berdarah! Bletak. Duk!! "Aarghh." aku melenguh panjang sebelum akhirnya ambruk. "Heh helper bodoh, kamu mau mati?!" desisnya kesal. Aku buka mata kananku, karena mata kiri masih menggunakan penutup mata. Kupegang dan usap-usap kepalaku yang kembali kena pukul entah untuk keberapa kalinya oleh cowok bernama Bagas. Seandainya dia bukan pemimpin kaum unicorn, sudah kubunuh dia. Kutatap Bagas dengan kesal, cowok itu hanya menyisir rambutnya yang agak panjang ke belakang lalu memperbaiki topi rajutnya. "Jangan menatapku begitu, tanpa bantuanku kamu sudah mati dan membunuh banyak orang!" katanya memperingatkan. Aku mengerucutkan bibirku kesal. "Helper bodoh! Kita tidak punya banyak waktu. Sudah dua hari kita berlatih dan mengontrol pikiranmu saja kamu tidak bisa. Apa yang membuatmu marah huh?" tanya Bagas dengan kesal. Aku hanya diam. Tidak mungkin kukatakan padanya kalau aku mengingat lagi peristiwa penusukan Adam. Aku tidak mau dia menganggapku lemah meskipun sekarang pun dia sudah beranggapan begitu. "Kamu mengingat soal watcher boncelmu huh?" tebaknya. Aku masih diam, hanya bangkit dan duduk bersila kembali. "Tenanglah, dia akan selamat. Kamu pernah dengar legenda unicorn bukan?" tanyanya. Aku menatapnya lekat. "Menurut legenda, darah unicorn dipercaya dapat membuat seseorang menjadi abadi. Meski kenyaatannnya kaum unicorn tidak bisa melakukan itu, kami bisa membuat sesuatu yang rusak kembali seperti semula. Watcher itu akan selamat. Lagipula Deden akan menjaganya dan sekutumu yang lain, si cupu itu tengah berjuang mencarikan sekutu untukmu!" Jelas Bagas panjang lebar. Aku mengatubkan bibirku. Entah mengapa aku merasa begitu tidak pantas untuk menerima pengorbanan mereka yang menggantungkan hidupnya bagi seseorang yang bahkan tidak bisa mengontrol kekuatan yang dimiliki. "Tika," panggil Bagas msmbuatku mengerutkan kening karena dia menyebut namaku. Dia berlutut, merendahkan kepalanya dan tersenyum dengan tulus untuk pertama kalinya. "Kaum kami menggantungkan harapan akan keberlangsungan kaum kami padamu, jadi berhentilah memikirkan satu orang. Masa depan kaum helper, unicorn, watcher, lucifer dan para sekutu yang lain berada di tanganmu!" kata Bagas dengan sungguh-sungguh. "Aku tidak bermaksud menyuruhmu melupakan kepedulianmu pada temanmu, tapi bisakah kamu fokus dulu pada pelatihan kita? Karena bagaimanapun dalam perang ini, prajurit musuh jauh lebih banyak jumlahnya," Bagas melanjutkan. "Di pihak mereka, kaum apa saja?" tanyaku tertarik untuk tahu. "Kingdom, witcher, copier, angel dan circle," jawab Bagas. "Kalau di pihak kita?" tanyaku lagi. "Unicorn, Helper, watcher, lucifer, sataniel dan devil!" jawab Bagas. Aku menautkan alisku. "Bukankah jumlah kita lebih banyak?" tanyaku menyimpulkan. Bagas tergelak mendengar ucapanku. "Ada apa? Kenapa kamu tertawa?" tanyaku heran. "Kaum Darker musnah hanya karena satu orang yaitu raja dari kaum kingdom. Walau raja itu telah wafat dan digantikan oleh keturunannya, kekuatan mereka tidak bisa diremehkan. Sekutumu memang lebih banyak tapi jumlah mereka tidak sebanyak sekutu dari kaum kingdom. Karena kaum mereka adalah kaum yang belum musnah sedangkan sekutumu adalah jejeran kaum yang nyaris musnah," jelas Bagas yang membuatku semakin sakit kepala. "Jadi solusinya untuk memenangkan perang ini, hanya dengan mengontrol kekuatan terkutuk ini?" tanyaku menyimpulkan. Bagas mengangguk. "Ya, jika kita kalah, kaummu dan para kaum sekutumu akan musnah seutuhnya!" jelas Bagas. Aku menghela napas panjang dan berat. "Jangan terbebani, kalaupun kita kalah dalam peperangan, kami tidak akan menyalahkanmu. Kami tidak sudi menjadi bawahan kingdom, jadi kami lebih memilih mati dalam perang!" kata Bagas seraya mengusap-usap kepalaku. "Jadi Tika, singkirkan sesuatu yang mengganggu pikiranmu untuk saat ini. Dengan begitu, kamu akan menjadi ratu terkuat di antara 11 kaum yang tersisa!" nasehat Bagas. Aku hanya mengangguk yakin. Setelah itu pelatihanku dan Bagas pun kembali dilanjutkan. *** Author's POV Rio dan Irene memasuki sebuah gubuk yang berada di tengah hutan terlarang. Mereka disambut oleh sepasang manik hitam pekat utuh tanpa warna putih di matanya. Cowok  yang tengah memegang kayu itu segera membuang kayu-kayu di tangannya dan menatap Rio dan Irene yang berdiri di depannya. "Ada apa?" tanyanya. "Jasper," panggil Rio. Cowok bernama Jasper itu hanya berdiri mematung. "Bagaimana kamu menemukanku?" tanyanya dengan nada yang menunjukkan ketidaksukaan. "Tentu saja ketemu, kamu kan k***********n!" celetuk Irene menjawab pertanyaan Jasper. Jasper menyeringai pelan. "Bukanlah kaummu jauh lebih rendah?" ejeknya. "Apa kamu bilang?" pekik Irene marah. Irene hendak mengambil pedangnya tapi Rio segera membentangkan tangan kanannya, mencegah Irene melakukan hal bodoh. "Jangan!" cegahnya. "Kenapa? Kamu membelanya?" tanya Irene dengan nada kesal. Rio menggelengkan kepalanya. "Bukan," elaknya. "Hanya saja ini urusanku dengannya," kata Rio melanjutkan. "Cih, segera selesaikan urusanmu. Bukankah kamu bilang kaum devil akan membantumu jika kamu minta?" ujar Irene setengah menyindir. Rio maju beberapa langkah mendekati Jasper. Jasper masih diam, tidak melakukan pergerakan apapun. "Aku butuh bantuanmu!" kata Rio. Jasper hanya membuang muka ke arah lain. "Jangan konyol, aku tidak mau!" tolaknya. "Bah, haha." Irene terbahak saat mendengar penolakan Jasper. "Apanya yang akan membantu, manusia setengah iblis sepertinya tidak akan membantu lucifer yang sudah menjadi b***k kaum helper!" ledek Irene. Rio hanya diam, enggan menanggapi. "Aku tahu kamu marah karena aku tidak pernah datang. Namun sekarang ini, aku benar-benar membutuhkanmu, Jasper!" Rio kembali memohon. Jasper masih diam. "Apa keuntungan yang akan kudapat jika bergabung?" tanya Jasper. "Kamu bisa menjadi kaum devil seutuhnya," jawab Rio membuat Jasper sedikit merasa tertarik. "Apa kamu berdusta agar aku mau menjadi sekutumu?" tanya Jasper masih sedikit ragu dan curiga. Rio menggeleng. "Ratuku bahkan bisa menjadikan kaum kingdom menjadi manusia biasa jika dia mau. Menjadikanmu kaum murni, itu bukan masalah baginya!" jawab Rio meyakinkan. Jasper mendekati Rio. "Maukah kamu berjanji padaku?" tanya Jasper sembari mengulurkan tangannya. Rio menatap telapak tangan Jasper yang mulai membentuk sebuah pentagram. Itu artinya jika dia menerima uluran tangan Jasper maka dia sudah seperti menandatangani sebuah perjanjian dengan iblis. Rio segera menerima uluran tangan Jasper, dia tidak ingin ragu walaupun sudah tahu resiko yang akan ditanggungnya. Perjanjian disepakati, perjalanan pun kembali dilanjutkan. Rio menghela napas panjang beberapa kali di perjalanan. Ada sebuah kegelisahan yang tengah ia simpan. Dia cemas jika Tika tahu bahwa dia bisa menjadikan Queen sebagai manusia biasa, Tika akan enggan berperang. Pasalnya untuk melakukan itu ada harga yang harus dibayar dan Rio tidak mau Tika melakukannya. Aku akan melindungimu bahkan jika harus mati, Tik! Janji Rio dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD