Sementara itu, Dion dan Farah selesai menyantap hidangan makan malam tersebut. Dion mengajak Farah untuk melihat-lihat pemandangan indah dari balkon restoran. Farah pun menurutinya.
Akan tetapi ada sesuatu hal yang masih Farah pikirkan saat ia bersama Dion. Ya, ia masih teringat dengan kejadian di Mall tatkala ia melihat Dion bersama wanita lain.
Entah keberanian apa yang muncul pada dirinya, tiba-tiba saja Farah langsung mengatakan sesuatu kepada Dion.
“Farah mau nanya sama Dion. Boleh?” kata Farah to the point.
“Iya, boleh? Memangnya Farah mau nanya apa?”
“Kemarin Dion jalan sama cewek ya?”
Deg!
Pertanyaan dari Farah mampu membuat Dion bungkam untuk beberapa saat. Farah yang menyadari respon yang tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan seketika itu juga langsung terdiam. Seolah tak menyangka dengan apa yang terjadi di depannya.
“Dion?”
“…”
“Dion?”
“…”
“Jadi, seseorang yang Farah lihat saat itu ternyata benar Dion?”
“Jelas bukan dong! Sungguh tidak mungkin jika aku melakukan hal bodoh itu? Aku kan' sudah punya kamu. Nggak mungkin aku melakukan hal tersebut.” Dion menyanggah ucapan Farah.
“Tapi kenapa tadi Dion diam saat Farah bertanya?”
“Bukan apa-apa, aku hanya bingung mengapa banyak orang yang mirip denganku.”
“Yang benar?” Farah meragukan perkataan Dion. Hatinya seakan tak percaya dengan apa yang pria itu katakan.
“Tentu saja, Farah. Aku nggak akan berbohong sama kamu. Untuk apa aku berbohong dengan calon Istriku yang sangat cantik ini?” kata Dion sembari merangkul Farah yang membuat gadis itu merasa lega karena perkataannya.
“Makasih, Dion.”
“Makasih untuk apa?”
“Karena Dion udah hadir di hidup Farah. Farah merasa sangat bersyukur bertemu orang seperti Dion.”
“Kalau kamu merasa sangat bersyukur bagaimana denganku? Aku juga merasa sangat bersyukur, Far,” ucap Dion sembari membelai halus rambut Farah, “pokoknya kamu nggak boleh banyak pikiran ya selama nikah sama aku. Nggak ada yang namanya overthinking, nggak akan kamu rasakan sesuatu yang buat kamu nangis, pokoknya kamu bakal bahagia nikah sama aku. Aku sayang banget sama kamu, Far.”
“Aku juga Dion.”
Mereka berdua hanyut dalam kehangatan. Melebur menjadi satu dalam kenyamanan. Saling memberikan kasih sayang kepada satu sama lain. Tertawa dan tersenyum seraya membahas masa depan. Masa depan yang akan mereka jalin bersama dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Masa depan yang akan menjadi tujuan akhir mereka untuk melanjutkan hidup dengan kasih cinta dari orang tersayang.
Farah telah jatuh cinta. Dion berhasil meluluhkan hatinya yang selama ini hampa. Meskipun sebenarnya intuisinya ragu dengan apa yang ia jalani, namun Farah tetap berusaha untuk selalu berpikir positif. Berpikir dengan pikiran yang jernih tanpa adanya pikiran negatif yang membuat penilaian kita menjadi buruk kepada orang lain yang sebenarnya tidak seperti dengan apa yang kita pikirkan.
Walaupun pernyataan bahwa cinta pertama tak selamanya indah, Farah akan tetap menerobosnya. Ia akan tetap berjuang dan mencari tahu sendiri tentang kebenaran itu. Semoga saja harapannya akan berakhir baik sesuai dengan apa yang ia inginkan.
***
Hari terus berlalu seperti jarum jam yang terus berjalan mengganti hari yang lalu menjadi hari yang baru.
Hari ini adalah hari pernikahan Farah dan Dion. Hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh mereka berdua dan orang-orang terdekatnya. Di hari ini mereka akan resmi menjadi sepasang suami istri.
Baik Farah dan Dion tentu saja sudah menyiapkan segala hal jauh-jauh hari demi pesta pernikahan mereka.
Hal itu terbukti dengan indahnya acara pesta pernikahan yang mereka adakan, terlihat beberapa lampu kristal bernuansa Eropa yang terpajang di setiap sudut atas atap gedung, rangkaian bunga berwarna earth tone moka dan putih yang siap memanjakan mata, tak lupa dengan hidangan lezat yang siap memanjakan lidah setiap tamu yang hadir.
Tamu yang diundang juga tidak main-main. Mereka berasal dari orang-orang sukses yang sudah meniti bisnis mereka sejak lama hingga sukses seperti saat ini. Souvenir pernikahan Dion dan Farah juga tak dapat dipandang sebelah mata. Seperti yang kita ketahui, souvenir pernikahan biasanya tak jauh-jauh dari mangkuk kecil, permen, centong nasi, garpu mini, pisau, hingga kebutuhan rumah tangga yang lainnya.
Berbeda dengan souvenir pada umumnya, untuk souvenir di pesta pernikahan Dion dan Farah, keluarga Dion sengaja memberikan souvenir berupa logam mulia mini untuk setiap tamu undangan. Mereka memang ingin sesuatu hal yang berbeda daripada umumnya demi mewujudkan pesta pernikahan anak tunggal kesayangannya.
Setelah mengucapkan janji suci pernikahan, kini Dion dan Farah duduk di atas kursi pengantin. Mereka mengenakan pakaian yang sangat indah dipandang mata. Farah mengenakan gaun berwarna putih s**u yang dililit dengan ornamen mutiara indah, sedangkan Dion memakai jas berawatna hitam pekat dengan tambahan dasi kupu-kupu sebagai pelengkap.
Farah dan Dion menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan tersebut. Mereka nampak sempurna seperti tak ada cela. Para tamu yang melihatnya juga berkata demikian. Mereka seperti sosok pasangan yang sangat serasi dalam melengkapi satu sama lain. Tak ayal hal itu membuat beberapa para tamu lajang merasa iri terhadap Dion dan Farah. Baik kaum adam mendambakan wanita seperti Farah, begitupun sebaliknya dengan kaum hawa yang mendambakan pria tampan seperti Dion.
Pesta itu berlangsung sangat meriah dengan mengundang beberapa pemuka masyarakat beserta penyanyi terkenal. Namun di saat semua manusia yang berada di sana sedang menikmati kegembiraan pesta, lain halnya dengan Gibran. Ya, Gibran turut diundang di dalam pernikahan Farah.
Pria itu hanya bisa duduk di kursi belakang sembari melihat pemandangan pesta pernikahan orang yang ia suka. Hatinya memang terasa perih saat melihat orang yang disukainya ternyata menyukai orang lain bahkan hingga menikah. Namun mau bagaimana lagi? Dirinya tak punya kuasa atas semua itu. Yang harus ia lakukan sekarang adalah mengikhlaskan Farah bahagia dengan pilihan hatinya. Tugas Gibran sekarang adalah move on untuk melanjutkan hidupnya bersama pasangannya di suatu saat nanti.
***
Satu persatu tamu mulai menginjakkan kaki meninggalkan pesta pernikahan tersebut. Begitupun dengan Gibran yang sepertinya akan mengikuti jejak yang lainnya.
Setelah menaruh amplop di dalam tempatnya, Gibran menaiki anak tangga panggung untuk berpamitan sekaligus mengucapkan selamat kepada Farah.
Sekarang Gibran sudah berada di depan Farah, Farah tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada dirinya karena telah hadir di pesta pernikahannya. Hampir saja air matanya ingin jatuh dari tempatnya, namun Gibran dengan sekuat tenaga menahannya agar tidak jatuh begitu saja.
“Bahagia selalu, Far. Gue senang lihat lo bahagia.” ucap Gibran kepada Farah.
“Terima kasih, Gibran. Gibran juga ya.”
Setelah menatap mata indah itu beberapa saat, kini Gibran beralih menatap mata seseorang yang akan menjadi suami Farah yang tak lain adalah Dion. Ia hanya menatap mata itu sebentar dan tersenyum singkat. Kemudian Gibran membisikkan sesuatu di telinga Dion yang membuat Dion tersenyum tipis mendengarnya.
“Jagain Farah ya, bro. Jangan sampai lo sakitin. Kalau sampai lo sakitin lihat aja akibatnya!”
***