6. Orang Kaya Menyebalkan

664 Words
“Seriously, Mam?” “More than serious. Kamu pikir Mama bisa bercanda dalam keadaan kayak gini?” “Nggak bukan gitu, tapi ini bukan masalah sepele. Ini client kita tuh anaknya Pak Subroto, tamu-tamunya juga bukan orang-orang biasa. Nggak mungkin kita pakai WO sembarang—" Argio berhenti bicara saat menyadari bahwa sejak tadi bukan hanya ada dia dan ibunya di ruang ini tetapi juga aku. Sadar bahwa subjek yang sedang dibicarakannya ada di ruangan yang sama dengannya membuat lelaki itu tampak canggung. “Sorry no offense,” ujarnya singkat padaku. Ok, situasi ini sangat canggung. Bagaimana bisa niatku menghibur diri dan lari sementara dari rasa sedihku dengan mengunjungi nightclub malah berakhir di ruangan CEO The Grand Lavish sambil mendengar perdebatan antara ibu dan anak pemilik hotel ini. Dan semuanya dikarenakan Tante Ambar ingin Sanggar Kenanga untuk menjadi WO pengganti acara pernikahan clientnya yang hampir gagal. Secara teknis, aku di sini karena Tante Ambar dan The Grand Lavish membutuhkan bantuanku. Tetapi mengapa mendengar sikap protes Argio dan keberatannya akan ide Tante Ambar itu membuatku merasa seperti akulah yang sedang mengemis posisi tersebut. Aku bahkan berada di hotel ini karena dia yang membawaku! “Mereka nggak peduli siapa WOnya, mereka lebih butuh orang yang bisa selamatkan acara pernikahannya! Lagian WO mana yang bisa menyiapkan semuanya secara instan dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam? Dibayar semahal apapun, belum tentu mereka bisa!” Tante Ambar masih ngotot dengan keinginannya menggunakan Sanggar Kenanga untuk menjadi WO pengganti sedangkan Argio pun ngotot untuk menolak gagasan itu. Di matanya, Sanggar Kenanga hanyalah wedding organizer kecil yang tidak kredibel. Apalagi untuk digunakan hotel bintang lima sekelas The Grand Lavish. Aku juga berpikir demikian. Tetapi bukan karena aku merasa kualitasku yang tidak selevel. Tetapi karena sejak awal Sanggar Kenanga tidak menargetkan di pasar kaum menengah ke atas. Tapi kalau ditanya apakah bisa? Tentu bisa. Yang membedakan semuanya kan karena budgetnya. Jasa yang kuberikan tidak ada bedanya. Jadi, wajar kalau aku sedikit tersinggung dengan cara Argio meremehkan bisnisku. “Tante, kalau memang Sanggar Kenanga dirasa nggak sesuai sama yang The Grand Lavish cari it’s okay, saya juga nggak mau memaksakan diri. Saya setuju karena memang ingin membantu Tante.” Aku tidak bermaksud membuat Tante Ambar tidak enak. Tetapi aku juga tidak mau terus berada di situasi tidak mengenakan ini jadi aku harus membela diriku. “Tapi saya ada kok beberapa kontak WO yang biasa kerja sama dengan beberapa hotel bintang lima lain.” “Nggak Laras, Tante maunya kamu yang handle. Lagian waktunya udah mepet. Calon pengantin dan keluarganya udah serahkan ke kita tanpa syarat. Yang penting acaranya tetap bisa berjalan sesuai rencana aja. So, nggak ada alasan buat nggak pakai Sanggar Kenanga. Laras sekarang telfon team Laras dan vendor-vendor yang bisa menggantikan.” Tante Ambar berucap final. Dan baik aku juga Argio tahu tidak satupun bisa membantah ucapannya saat ini. “Ya terserah wakil ketua direksi aja deh, memangnya ‘CEO’ bisa apa kalau Keputusan wakil ketua direksi sudah final!” Argio berkata dengan nada kesal. Lelaki itu lalu menandatangani surat kerjasama antara The Grand Lavish dan Sanggar Kenanga yang dicetak secara urgent sesaat setelah Tante Ambar menawarkan tugas ini. Lelaki yang hari itu mengenakan kemeja biru muda itu lalu memberikan kembali kertasnya padaku dan kini giliranku tanda tangan. Setelah itu seperti biasa dan sudah menjadi kebiasaan, aku menjulurkan tangan untuk bersalaman. Argio menatapku sesaat sebelum menerima jabatan tanganku dengan singkat. Aku bisa melihat ekspresi sebal di wajahnya yang bahkan tidak repot-repot ia coba sembunyikan. Argio lalu berjalan menuju pintu ruangannya dan membuka pintu itu lebar-lebar. “Kalau gitu lebih baik Nona Laras dari Sanggar Kenanga bergegas. Karena semuanya harus siap kurang dari dua puluh jam lagi.” Aku tahu itu caranya mengusirku dari ruangannya. Aku berusaha untuk tersenyum meski tanganku terkepal kuat. “Terima kasih untuk kepercayaannya Bapak CEO The Grand Lavish, saya dan Sanggar Kenanga tidak akan mengecawakan kalian semua,” ucapku sebelum berlalu meninggalkan ruangan tersebut sambil mengumpat dalam hati. Dasar orang kaya menyebalkan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD