Suara napas Mama Jani terdengar berat di ujung sambungan telepon. Sejak pembicaraan dengan Bian tadi pagi, perasaannya masih belum tenang. Waktu Clarissa datang menjemput Bian menjelang siang, ia memilih pura - pura tidur agar tidak bertemu keduanya, sulit rasanya menunjukkan wajah yang harus terlihat biasa-biasa saja tanpa masalah, dan yang jelas ada sedikit perasaan bersalah pada Clarissa, sampai sekarang Ia hanya di kamar. Matanya menatap kosong ke arah TV yang menyala tanpa suara , sementara Papap Owka yang baru mendarat di Shanghai, ada diujung telepon mendengarkan keluh kesah istrinya itu. "Aku nggak kenal lagi dia ... batu banget, A’," keluh Mama Jani lirih, tapi getir. Ada nada kecewa yang terselip di setiap suku kata. "Pasti deh tadi kamu ngomel - ngomel sama Aa', kan?" tanya Pa

