Pecah

1058 Words

Dhika mencoba mengambil alih kesadarannya. Dengan napas terengah ia menjauhkan wajahnya dari Kaluna, seolah butuh jeda untuk menahan badai yang mengamuk di dadanya. Namun Kaluna hanya tertawa kecil, matanya sayup, bibirnya basah berkilau oleh sisa ciuman barusan. “Hmm… ternyata enak ya,” gumamnya manja, suara serak bercampur tawa. Ia menjulurkan lidah nakal, menggoda. “Apalagi kalau sama lo, Dhika. Ciuman lo manis…” Dhika menggertakkan gigi, jari-jarinya mengepal di sisi ranjang. “Lo mabuk, Lun. Sadar, dong anjir!” Namun tubuhnya justru bereaksi sebaliknya, dengan darahnya yang berdesir, otot-ototnya tegang. Ia memaksa diri mengangkat Kaluna, menggendongnya erat, membawa ke kamar. Bahunya terasa hangat karena napas perempuan itu yang teratur di sana, aroma anggur bercampur wangi kulitny

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD