4. Masa Lalu Alif

1032 Words
DI DAPUR. Waktu menunjukkan pukul 09:00 pagi. "Bu, apakah Non Shanum belum bangun?" "Itu kenapa sarapannya sampai sekarang masih belum juga dimakan?" Tanya Pak Asep ketika Ia masuk ke dalam dapur tersebut melewati meja makan. "Belum, Pak. Non Shanum nya belum bangun." Jawab Mbok Ijah. "Ibu mau banguninnya takut Non Shanum nya marah lagi, kayak semalam." "Ya udah kalau gitu nggak usah dibangunin, Bu. Biar Non Shanum nya bangun sendiri saj,,,,,,," "Eh, Pak Pak, Sssssttt!" Seketika Mbok Ijah pun langsung menyuruhnya untuk diam. "I_itu Non Shanum nya sudah bangun." Bisiknya, kemudian langsung buru-buru pura-pura sibuk kembali melanjutkan memasak di dapur. Ia benar-benar takut kalau sampai Shanum yang sekarang ini adalah majikannya, akan marah lagi seperti semalam kepadanya. "Y_ya udah ya, Bu. Bapak juga mau ke belakang dulu." Pak Asep yang juga langsung buru-buru melangkah pergi dari dapur tersebut, karena Ia pun berfikiran sama sepertinya. "Mbok Ijah lagi ngapain?" Shanum pun dengan secara tiba-tiba langsung saja bertanya dengan cerianya, seperti tidak mempunyai salah apa-apa sebelumnya kepadanya. "Oh, i_ini Non. Mbok Ijah lagi mau masak." Mbok Ijah pun langsung menjawabnya dengan gugup. "Oooh. Mbok Ijah lagi mau masak? Mbok Ijah lagi mau masak, apaan?" Tanya Shanum lagi yang malah justru langsung melangkah mendekatinya, sambil terus tersenyum dengan sangat ramahnya. Sehingga Mbok Ijah yang melihatnya pun, seketika langsung terdiam. "N_Non Shanum ini aneh banget, ya?" Ucapnya dalam hati. "Semalam marah-marah. Tapi sekarang kok malah jadi ramah banget kayak gini." "Apa mungkin ini yang diomongin sama Den Alif semalam, tentang Non Shanum?" "Kalau Non Shanum ini memang anak gadis manja yang baru gede, dan bener-bener masih sangat labil?" "Jadi kadang-kadang keadaan emosionalnya masih belum bisa terkontrol, dan masih suka berubah-rubah?" Ucapnya lagi dalam hati, yang kemudian langsung saja tersenyum memandangi wajah cantiknya. "Oh, i_ini Non. Mbok Ijah mau masak masakan kesukaan, Den Alif." Jelasnya. "Tapi niatnya, Mbok Ijah mau beli sayurannya dulu di depan." Jelasnya lagi. "Oooh, mau masakin masakan kesukaan, Mas Alif?" Tanya Shanum lagi. "Oh iya, Mbok," Ucapnya lagi, yang kemudian langsung menengok ke kanan dan ke kiri seisi ruangan tersebut, seperti sedang mencari-cari seseorang. "I_iya Non, ada apa?" Jawab Mbok Ijah. "N_Non Shanum lagi cari-cari, siapa?" "Den Alif, ya?" Tanyanya. "Oh, n_nggak. Shanum nggak lagi cari siapa-siap,,,," "Den Alif nya sudah berangkat ke Kantor, dari sejak tadi pagi, Non." Terang Mbok Ijah, yang langsung memotong ucapannya. "Oh," Shanum pun langsung tersenyum malu, karena sebenarnya sekarang ini Ia memang benar sedang mencari-cari Alif suaminya, yang dari tadi, dari sejak Ia bangun dari tidur, tidak melihatnya sedikitpun batang hidungnya. "Tadi Den Alif cuma pesan sama Mbok, katanya suruh siapin sarapan buat, Non." "Den Alif mau bangunin Non nya, katanya tadi nggak tega. Soalnya tadi katanya Non nya tidurnya pulas, banget." Terang Mbok Ijah lagi. "Oh, g_gitu." Shanum yang memang benar-benar tidak bisa bangun pagi pun, lagi-lagi hanya bisa tersenyum malu dibuatnya. Kemudian ia pun langsung terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Oh, iya, Mbok. Emang selain berprofesi sebagai seorang Ustadz, Mas Alif juga bekerja, di kantor?" Tanyanya, kepo. "Iya, Non. Den Alif juga bekerja di Kantor." Jawab Mbok Ijah. "Oooh," Jawab Shanum lagi, singkat. Kemudian, Ia pun langsung menengok kembali ke kanan dan ke kiri memperhatikan di setiap sudut-sudut raungan-ruangan yang ada di dalam rumah tersebut. "M_Mbok Ijah, ini rumah sebesar dan semewah ini, cuma ditinggali bertiga doang?" "Mas Alif, Mbok Ijah, sama Pak Asep?" Tanyanya lagi. "Kalau boleh tau, emang orang tua atau keluarga Mas Alif tinggal, di mana?" "Apa mungkin, Mas Alif nggak punya keluarga?" Shanum yang tiba-tiba saja kepo semakin jauh tentang kehidupan pribadinya. Sehingga Mbok Ijah yang mendengarnya pun, tersenyum. "Oh iya, Mbok. Terus foto kedua perempuan itu, siapa?" Tanya Shanum lagi, yang tiba-tiba saja melihat sebuah foto kedua perempuan yang terpajang dengan rapi di dinding rumah tersebut. "Oh, itu. Itu foto Ibu Nani, sama Non Tasya, Non." Jawab Mbok Ijah. "Mereka berdua itu Ibu angkat dan juga Adik angkat dari, Den Alif." Jelasnya. "Ibu angkat sama, Adik angkat?" Shanum pun kebingungan. "T_terus orang tua kandung, Mas Alif?" Tanyanya. "Orang tua kandung Den Alif sudah lama meninggal, dari sejak Den Alif masih duduk di bangku SMA." Jawab Mbok Ijah lagi. "Sehingga pada saat itu, Den Alif harus dititipkan kepada Ibu Nani Ibu angkatnya, yang tak lain juga adalah sahabat terdekat dari Almarhum kedua orangtuanya, di Medan." Jelasnya. "Namun setelah Den Alif sudah kuliah dan bekerja, Den Alif lebih memilih untuk tinggal di Jakarta dan menyicil rumah sendiri, hingga akhirnya Den Alif pun lulus kuliah perguruan tinggi agama, dan mendapatkan gelar seorang Ustadz diusianya yang pada saat itu terbilang masih sangat muda." Jelasnya lagi, yang kemudian langsung terdiam sambil menghela nafas pelan dan membuangnya kasar. "Pokoknya Mbok Ijah sama Pak Asep itu tau semuanya perjuangan Den Alif dari nol, hingga akhirnya Den Alif bisa sampai sesukses sekarang ini." Mbok Ijah pun seketika langsung tersenyum, terharu, dan sedih disetiap kali mengingatnya. "Bagaimana terpuruk dan down nya Den Alif pada saat itu, saat Den Alif harus ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya hanya sendiri, disaat usianya yang menginjak remaja." "Bagaimana susahnya Den Alif harus jatuh bangun dalam usaha, beratnya Den Alif dalam menjalani hidupnya hanya sediri tidak punya siapa-siapa di kota Jakarta yang keras, ini." Jelasnya lagi, yang kemudian langsung kembali tersenyum. "Tapi Mbok Ijah benar-benar salut akan telaten, sabar, tekun, semangat, dan pantang menyerahnya Den Alif pada saat itu, sehingga akhirnya Den Alif pun bisa sampai di titik sekarang ini." "Semua cerita ini kenyataan, bukan dibuat-buat oleh Mbok Ijah untuk mendapatkan simpati dari, Non. Bukan!" "Mbok Ijah bisa tau manis pahit, susah senang tentang kehidupannya, karena dulu itu sebelum Mbok Ijah sama Pak Asep bekerja kepada Den Alif, Mbok Ijah sama Pak Asep ini sudah terlebih dahulu bekerja kepada Almarhum orang tuanya, bahkan dari sejak Den Alif masih kecil." "Makanya sampai sekarang, Mbok Ijah sama Pak Asep ini sudah menganggap kalau Den Alif itu, sudah seperti anak kandung kita sendiri!" Jelasnya lagi. "Oh, g_gitu," Shanum pun dari tadi hanya bisa terdiam dan terdiam merenungi ceritanya. "Ya kurang lebih seperti itu, Non." Jawab Mbok Ijah lagi, sembari tersenyum. "Ya udah ya, Non." "Mbok Ijah mau ke depan dulu, beli sayuran." Ucapnya lagi, yang kemudian langsung buru-buru melangkah keluar dari dalam rumah tersebut. "Eeeh, M_Mbok Ijah!" Teriak Shanum. "S_Shanum ikuuuut!" Rengeknya sambil buru-buru melangkah untuk menyusulnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD