Ariana segera membasuh wajah dengan air dari kran wastafel saat mendengar suara pintu berderit. Buru-buru ia menghilangkan jejak nestapa agar tak dipandang rendah hanya karena rasa iba, terlebih itu pada putrinya sendiri. "Mamaaahh.."- Tidak! Ariana tidak ingin Isyana merasa khawatir. Satu-satunya hal yang harus anaknya tahu adalah kebahagiaan. "Mama dimana?" "Di sini, Sayang." jawab Ariana setelah membuka pintu kamar mandi. Ariana memberikan senyum kala Isyana menggoyangkan sekotak coklat di udara. "Isya bawa coklat buat Mamah?" tanya Ariana sembari berjalan mendekati sang putri. "Papah yang bawa Mamah. Isya cuma disuruh Papah." Ariana menghembuskan nafas. Lelaki itu terlalu apik berperan menjadi seorang Ayah untuk putri mereka. Ariana membiarkan saja Arsa yang berdiri di belakan