‘Terakhir..’, suara hati Arsa melirih. Hari ini adalah kali terakhir ia menginjakkan kaki di tempat yang membuatnya kehilangan Sofi. Tepat pada sabtu malam, ia mengadakan perpisahan dengan teman sejawat. Siapa sangka jika Sang Ayah menyetujui apa yang Kakak Iparnya sampaikan. Maka dari itu senin depan Arsa telah resmi menjadi seorang dosen di universitas milik keluarga Maesaty. Ia tak lagi harus berjibaku dengan alasan mengapa Sofia harus meringkuk di dalam tanah yang tandus.
Arsa melangkahkan kaki menuju aula rumah sakit. Di sana semua dokter bebas tugas berkumpul termasuk juga Sang Ayah. Kaki-kaki Arsa terhenti kala mendengar suara teriakan seorang wanita.
"Isyanaa.." lalu gema itu disusul oleh jeritan anak kecil, "Isyana mau cari Papah, Mah.. Papaah"
Merasakan tubuhnya ditabrak, Arsa lantas berbalik. Tanpa sadar ia mengangkat tubuh Isyana yang baru saja terjerembab ke atas lantai. "Ada yang luka? Kamu baik-baik aja kan?!" tanya Arsa panik. Kepanikan itu terjadi begitu saja. Ia bahkan tak sadar jika tangannya membolak-balikkan tubuh Isyana, mencari luka yang mungkin saja tercipta setelah terjatuh.
"Papah.." pekik Isyana senang karena menemukan sosok yang ia cari. Sampai saat ini gadis itu memang mengira Arsa adalah papahnya.
"Isyana!" Tegur Ariana dengan nada cukup keras.
"Ayo keruangan Papah. Papah periksa kamu." Ketidaksadaran itu kembali terjadi. Arsa menggendong tubuh Isyana, berjalan cepat menuju ruangannya demi memeriksa keadaan gadis kecil yang mengusik ketenangan jiwanya.
"Dokter kembalikan Isyana." pinta Ariana mengikuti langkah kaki Arsa.
Tak jauh dari tempat Arsa dan Ariana, seorang laki-laki paruh baya menerbitkan senyum melihat perlakuan Arsa pada Isyana. "Dokter Ariana,” panggil Farhan Darmawan, “Biarkan Anak saya membawa Isyana. Tolong ikut dengan saya untuk membahas perkembangan pasien.” Farhan sengaja. Ia mencoba mengalihkan atensi Ariana.
Ayah Arsa, lelaki yang tengah memanggil dan menghentikan langkah Ariana adalah pemilik rumah sakit tempat dimana wanita itu bekerja. Mau tak mau ia membiarkan putrinya di bawa oleh Arsa dan mengikuti sang atasan.
"Isyana pasti baik-baik saja, Dok. Arsa, putra saya juga seorang Dokter. Ia pasti melakukan yang terbaik untuk memeriksa Isyana.”
Isyana? Dari mana pemilik rumah sakit mengetahui nama putrinya?— Selama enam bulan bekerja, baru kali ini Ariana membawa Isyana turut serta. Itu pun karena pengasuh dari Sang Putri terpaksa harus pulang kampung. Jadi tak mungkin ia meninggalkan Isyana di rumah sendirian.
"Dokter. Mohon maaf sebelumnya, darimana Dokter tahu nama putri saya?" Ayah Arsa tersenyum. Ia membuka ruang kerjanya lalu meminta Ariana untuk masuk ke dalam. "Semua tentang Dokter Ariana, saya mengetahuinya." satu jawaban yang tak pernah Ariana duga meluncur.
Untuk apa?— Ribuan pertanyaan hadir dalam benak Ariana.
"Enam bulan bekerja di sini, apakah ada kesulitan yang datang Dokter?"
"Eh.." pekik Ariana tersadar dari segala pemikirannya. "Tidak Dokter. Semua berjalan lancar. Terimakasih karena telah mengundang saya secara langsung untuk bekerja di rumah sakit ini." ujar Ariana menyampaikan rasa terimakasihnya.
"Saya terlalu sibuk mengurusi putra saya yang sedang sakit. Maaf baru melakukan penyambutan secara langsung. Sesekali ajaklah Isyana main ke rumah saya. Istri saya sangat ingin bertemu dengan gadis kecil itu." Kerutan di dahi Ariana kembali muncul. Lagi-lagi pertanyaan untuk apa hinggap di otaknya. Ia tak merasa mengenal keluarga Darmawan. Lalu mengapa ia harus membawa Sang Putri?
"Lain kali saya pasti akan berkunjung Dokter." Ke duanya lantas membahas perkembangan pasien Ariana. Banyak petuah datang dari Ayah Arsa. Alih-alih bertindak sebagai atasan dan dokter senior, lelaki itu justru terlihat bak seorang ayah dimata Ariana. Kelembutan dan kehangatan yang diberikan mampu membuat Ariana merasa nyaman.
"Kalau ada hal sulit, kamu bicara sama saya. Saya pasti akan membantu." Ujar Farhan ketika mengantarkan Ariana keluar dari ruang kerjanya.
"Terimakasih Dokter."
"Ariana.."
"Ya?" sadar jawabannya kurang sopan, Ariana menundukkan kepala. “Maaf Dokter. Maksud saya..”
"Ah, tidak apa. Jangan merasa sungkan pada saya Ariana. Ariana, bisakah membuat Isyana lebih dekat dengan Putra Saya?" pinta Farhan membuat tubuh Ariana tersentak kaget.
‘Hah? Lebih dekat? Untuk apa,’ Ariana bahkan sampai kembali membatin dalam hati. Merasa sikap yang pemilik rumah sakit lakukan padanya sangat tidak biasa.
"Banyak hal terjadi dalam hidupnya. Saya rasa Arsa membutuhkan Isyana untuk bertahan hidup. Bisakah kamu menolong saya? Bukan sebagai balas jasa, anggap saja ini permintaan seorang Ayah pada anak perempuannya."
Ariana tak tahu harus menjawab apa selain mengangguk. Ia bingung. Banyak hal terjadi di luar kendalinya. Dan untuk itu, Ariana harus banyak berpikir tentang kondisi yang ia alami.
Sebenarnya siapa mereka? Kenapa perasaannya mendadak tak menentu. Seolah ia akan kehilangan banyak hal.
*
Ariana tak dapat memalingkan mata dari wajah Isyana. Gadis kecilnya itu terlelap setelah seharian bermain. Kejadian hari ini cukup membingungkan. Ariana sama sekali tak menyangka dengan apa yang terjadi. Akal sehatnya tak mampu mencerna satupun rentetan peristiwa.
'Darimana mereka tahu tentang Isya?,' kembali Ariana bertanya-tanya mengenai kegundahan hatinya. Tak banyak orang tahu mengenai Sang Putri. Gadis hasil pemerkosaan yang sempat membuat Ariana terpuruk itu ia sembunyikan mengingat keluarganya sendiri enggan untuk mengakui.
Ya, Ariana dibuang sejak dirinya ketahuan mengandung. Alih-alih melindungi, keluarga besar sang papa justru tega mengusir dan menghapus ia sebagai ahli waris. Betapa tega mengingat ia anak tunggal orang tuanya.
Jika kalian pikir Ariana adalah gadis miskin dari keluarga tidak mampu, kalian salah. Terlahir bak putri kerajaan dengan segala kemudahan hidup pernah Ariana rasakan sampai tragedi beberapa tahun silam terjadi. Ia diperkosa, bahkan ditinggalkan begitu saja dikamar hotel mewah. Sungguh, Ariana tak pernah menginginkan semua itu, terlebih ia memiliki kekasih yang sangat ia cintai dulu.
"Siapa sebenernya mereka Sayang? Kenapa mereka tahu segalanya tentang kamu?" lirih Ariana sembari mengusap rambut Isyana. Ariana meneteskan air mata. Ia tak pernah membenci sang putri. Tak sekalipun dalam hidupnya meski Isyana mendatangkan kesulitan. Bagi Ariana, Isyana layaknya penerang bahkan mungkin jimat keberuntungan. Ia bahkan mendapatkan segala kemudahan meski tak seperti kala menjadi putri papahnya.
Beasiswa penuh dari Universitas Maesaty, Apartemen yang diberikan oleh pihak universitas, mengingat ia sendiri tidak memiliki tempat tinggal lagi setelah di usir. Belum lagi pekerjaan paruh waktu dan beberapa uang penunjang hidup dikarenakan IP yang selalu tinggi. Itu semua karena Isyana. Karena gadis kecilnya, keinginan untuk bertahan dan hidup secara layak melambung tinggi. Jadi Ariana memanfaatkan dengan baik keberuntungan yang ia dapat.
"Sayang, andai Mamah tahu siapa Papah kamu, Mamah pasti akan meminta tanggung jawab. Mama pasti akan mengabulkan keinginan kamu untuk jadi seperti teman-teman yang lain." sejenak, Ariana terdiam. Matanya masih berkaca-kaca menatap nanar sang putri yang terlelap, "tapi.." ucapan Ariana menggantung lalu berakhir dengan suara isakkan tertahan.
Sungguh, ia tak tahu. Ariana hanya korban lelaki b***t yang menyeret dirinya untuk masuk ke dalam lift. Ingatan dimana ia diserang lalu limbung tak sadarkan diri saking ketakutannya membuat ia tak mengenali sosok itu.
"Kamu buah hati Mamah, Nak. Cintanya Mamah. Mamah akan jadi Papah buat kamu."