6

1053 Words
Beberapa hari berlalu. Ariana melakukan rutinitas seperti biasa. Hanya saja pertanyaan seputar pemilik rumah sakit tempat dimana ia bekerja semakin bertambah. Setiap hari, di waktu luang lelaki paruh baya itu akan menanyakan perihal Isyana secara terang-terangan. Bahkan tak jarang, Dokter Farhan— begitu Ariana memanggil nama atasan sekaligus pemilik tempatnya bekerja, membawakan hadiah mainan untuk Isyana. Sejujurnya Ariana mulai risih. Banyak gosip tak sedap mulai datang silih berganti, menghembuskan hubungan khusus yang ia miliki dengan sang pemilik rumah sakit. "Ariana.." Arina membalikkan tubuh. Ia memejamkan mata sejenak sebelum memasang senyum senatural mungkin. Kebetulan yang tidak Ariana sukai. Baru saja Ariana ia membatin, dirinya malah bertemu secara langsung dengan Dokter Farhan. "Iya Dokter.."  "Kenalkan Bunda Anisa, Istri Saya Ariana." belum sempat Ariana melayangkan tangan untuk berjabat, ia merasakan tubuhnya dipeluk oleh sosok istri yang baru saja Dokter Farhan perkenalkan. Tentu hal ini membuat Ariana terkejut. "Apakah berat Sayang? Isyana tidak menyusahkan kamu kan?" Kerutan terlihat jelas dikulit kening Ariana. Bagaimana bisa seseorang yang baru ia kenal menanyakan hal tidak jelas mengenai putrinya. Tentu Isyana tidak pernah menyusahkan. Isyana adalah hadiah terindah dari Tuhan di saat ia sendiri kehilangan apa yang dinamakan keluarga.  "Isyana nggak ikut ke rumah sakit?" "Isyana sedang sekolah Bu."  "Kenapa formal sekali? Panggil saya Bunda, Ariana." ujar Anisa setelah melepaskan pelukkan. Anisa— Ibunda Arsa menggenggam jemari Ariana. Wanita paruh baya itu tersenyum hangat, "apa kamu betah bekerja di rumah sakit Ayah? Sayang sekali, Arsa sudah keluar. Harusnya kalian bisa mendekatkan diri kalau dia masih kerja di sini.” Anisa sedikit mencebikan bibir. Pertanda wanita tersebut tak menyukai kenyataan jika sang putra memilih keluar dari rumah sakit.  Sedangkan Ariana semakin tak mengerti dibuatnya. ‘Mendekatkan diri dengan siapa? Arsa? Dokter yang beberapa hari lalu keluar untuk menjadi dosen di Universitas Maesaty? Laki-laki yang sekarang tiba-tiba saja dirindukan oleh putrinya karena lama sekali tak bertemu?’ Oh, Tuhan. Ada apa sebenarnya ini? "Ariana tolong maafkan kesalahan Arsa ya?” pinta Anisa sembari menatap Ariana.  Untuk? "Bagaimanapun juga Isyana adalah anaknya," dan saat itu juga Ariana menghempaskan jemari Anisa. Ia menatap Anisa dan Farhan secara bergantian. Sorot tajam dengan kebingungan yang juga kentara terlihat di kedua mata Ariana.  ‘Lelucon macam apa ini!’, batin Ariana tak mengerti dengan apa yang Anisa katakan. "Apa maksud Bunda?" ‘Apalagi ini Tuhan?!’, kembali Ariana membatin.  Wanita itu kini menatap sosok yang berdiri tepat dibelakang Farhan. Makhluk yang baru saja mengajukan tanya pada sang Ibunda. "Jangan membuat drama seperti ini! Sumpah Bun, kepergian Sofi sudah membunuh jiwa Arsa. Jadi kalau Bunda membuat skenario hanya untuk membuat Arsa kembali hidup, Bunda hanya akan menambah kesakitan yang ada!” "Arsa!!", bentak Farhan tanpa sadar. Lelaki itu tak menerima segala jenis ketidaksopanan, terlebih itu pada Sang Istri. Ariana tak tahu lagi harus berbuat apa. Satu-satunya yang harus ia jelaskan adalah kondisi mengapa Isyana hadir dan jelas itu tak ada sangkut paut lelaki di hadapannya sekarang ini. "Maaf Bu, Isyana putri saya. Ia tidak memiliki Ayah karena.." lagi-lagi Ariana merasakan tubuhnya dipeluk. Kali ini diiringi suara isakkan yang keluar dari bibir Anisa. "Bunda tahu, Nak. Bunda tahu! Cucu Bunda datang karena musibah beberapa tahun lalu. Untuk itu ijinkan kami menebus kesalahan putra kami." Tubuh Ariana menegang. Ia jelas paham arti dari  kata musibah yang keluar dari bibir istri atasannya. "Maaf saya masih ada pasien.." "Nak.." Anisa tak kuasa menahan kepergian Ariana. Dengan air mata berderai, ia tak lagi mampu menahan rasa bersalah. Waktu yang telah terlewati mana mungkin bisa ditebus semudah itu, terlebih atas kemalangan yang Ibu cucunya rasakan. "Adakan rapat keluarga. Bunda mau Ariana dan Isyana hadir." hanya itu yang terucap, setelahnya Anisa melenggang pergi. Menyisakan tanda tanya besar dalam benak Arsa. "Ayah.." lirih Arsa menatap Farhan. Lelaki itu berharap jika Sang Ayah akan menjelaskan semua hal, termasuk menyetujui penyangkalan yang ia yakini sebagai jawaban. ‘Bundanya hanya sedang membuat alur baru agar ia segera melupakan Sofi. Ya, pasti seperti itu.’ "Datang ke kantor Ayah. Setelah memastikan Bunda diantar sopir. Ayah akan menceritakan sebuah kisah sama kamu." Arsa mengangguk. Ia melangkahkan kaki menuju ruangan Sang Ayah. Meski sempat berpapasan dengan Ariana, Arsa acuh, menganggap wanita itu kasat mata. Cintanya hanya untuk Sofi. Selagi ia bernafas, tidak akan ada wanita lain lagi meski Sang Bunda memaksa menjodohkan dia, terlebih itu dengan wanita beranak satu. "Papah!" Deg! Tubuh Arsa menegang. Suara gadis itu terlalu Arsa hapal. Itu suara milik anak dari wanita yang tengah membuat ulah di keluarganya. "Papah! Lihat Isyana bawa apa buat Papah.." "Papah.." jeritan Isyana membuat Arsa segera membalikkan tubuh. Rahangnya mengeras kala melihat Ariana menggendong paksa Isyana. "Ayo Sayang. Isya nggak boleh ngomong sama orang asing." Orang asing? Entah mengapa ada rasa sesak ketika ia mendengar ucapan Ariana. Arsa menatap tajam kepergian Ariana. Ekor matanya melihat lambaian tangan Isyana, seolah meminta ia untuk menahan. "Arsa ikut Ayah." Arsa mengangguk. Ia mengikuti Farhan. Mendudukan diri setelah Sang Ayah memintanya untuk duduk. "Enam tahun lalu, setelah kamu dan Sofi bertunangan apa kamu mengingat sesuatu Arsa?" kening Arsa mengernyit. Enam tahun lalu adalah waktu yang cukup lama. Tentu Arsa tak ingat betul. "Bekerja pertama kali di sini." Helaan nafas Farhan terdengar. Sepertinya Arsa salah menjawab. "Malam setelah kalian bertukar cincin, kamu menghilang cukup lama. Sofi dan Dira membawa kamu dalam keadaan mabuk dan.." Arsa setia menunggu. Ia tak sabar mendengar kalimat lanjutan dari bibir Sang Ayah, "dibalut selimut hotel tempat kalian tunangan. Kamu telanjang Arsa. Lalu Dira mengajak Dipta dan Ayah untuk ikut ke kamar dimana sebelumnya kamu berada." "Kami menemukan Ariana.." "Apa?!" "Ya, Ariana ada bersama kamu sebelumnya. Wanita itu sudah tak sadarkan diri sehingga kami memanggil tenaga medis. Sofi yang membawa Dira untuk mencari manager hotel dan membuka kamar." "Mana mungkin!", Sangkal Arsa, "Sofi pasti marah dan membatalkan pertunangan." Logika Arsa mencoba mendominasi. Mana ada tunangan yang masih bertahan jika semua hal yang ayahnya sebutkan benar terjadi. "Jika bukan karena Sofi. Kami bahkan tidak tahu siapa ibu dari cucu kami, Arsa." Arsa menggelengkan kepala. Ia tak percaya, tak akan pernah! Bagaimana bisa keluarganya membuat lelucon seperti sekarang ini?! Mereka bahkan menyeret mendiang Sofi untuk terlibat pada drama murahan. Sungguh sangat keterlaluan, batin Arsa. "Mintalah surat terakhir Sofi pada Dira. Kakak Iparmu pasti masih menyimpannya dengan baik." Hanya hal itu yang Farhan sampaikan sebelum meninggalkan Arsa di ruangannya. Tabir rahasia yang selama ini mereka simpan memang sudah selayaknya terbuka. Farhan tidak mau kehilangan cucu, terlebih itu dari Arsa si anak kesayangan.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD