Bab 9. Ada Apa Ini?

1075 Words
Hanna bingung mendapat pertanyaan dari majikannya. Dia ingat terakhir dia keluar dari kamar Anindya, gadis kecil itu baik-baik saja. Mengapa tiba-tiba Bayu mengatakan jika Anindya demam. "Sebentar, Tuan. Non Anin demam? Tadi dia baik-baik aja kok. Kenapa bisa tiba-tiba demam?" Pria itu sudah siap marah pada Hanna, tetapi dia masih menahan amarahnya untuk mendengar penjelasan dari pengasuh anaknya itu. "Apa yang Anin lakukan hari ini?" Bayu ingin memastikan apa ada yang tidak biasa dari kegiatan Anindya hari ini. "Pergi dan pulang sekolah kayak biasa. Les juga kayak biasa. Enggak ada yang aneh, Tuan. Misalnya non Anin kecapean kayaknya enggak mungkin, karena aktivitasnya sama dengan aja." Pria itu tetap merasa ada yang tidak biasa dilakukan oleh Anindya. "Apa aja yang dia makan hari ini?" "Sarapan roti kayak biasanya, makan siang di sekolah, makan malam juga di rumah, enggak ada yang beda, Tuan." Bayu mengusap dagu sambil berpikir. "Makanan lain atau minuman lain yang dia minum hari ini ada?" "Oh, itu ada, Tuan." Hanna menjawab dengan santai. "Tadi non Anin beli es krim setelah pulang les. Non Anin makan es krimnya banyak Tuan, sampe 5 bungkus." "Apa? Kamu tahu enggak kalau Anin itu enggak bisa makan es krim dan minum air dingin terlalu banyak, dia akan demam setelahnya. Kenapa kamu biarkan dia makan es krim sebanyak itu? Kamu mau membunuh anak saya pelan-pelan?" Hanna mulai merasa bersalah. Namun, dia tidak ingin disalahkan pada kejadian kali ini karena dia belum diberitahu jika Anindya tidak bisa banyak makan es krim. Apalagi setelah melihat wajah bahagia gadis kecil itu saat makan es krim. Dia tidak tega untuk melarangnya. "Enggak, Tuan, mana mungkin saya ada niatan mau membunuh non Anin. Saya belum pernah dikasih tahu soal es krim ini. Jadi, saya biarkan saja non Anin makan es krim sebanyak itu." Bayu pikir ada benarnya apa yang dikatakan Hanna. Dia tidak sepenuhnya bersalah. "Ya sudah, ambil obat demam dan flu di kotak obat, di tempat biasanya. Kamu bawa ke atas sama air minum! Saya tunggu di sini." "Baik, Tuan." Hanna bergegas melaksanakan perintah Bayu. Kemudian dia menemui pria itu lagi di ruang tengah dengan membawa obat dan air minum. Keduanya menuju kamar Anindya. "Tuan enggak marah kan sama saya?" "Kamu mau minta dimarahin sama saya?" Hanna melihat hanya tersisa raut kecemasan di wajah Bayu. Amarahnya sudah berkurang banyak. Mereka masuk kamar Anin bersamaan. "Kamu bangunkan Anin, suruh minum obat. Pastikan besok pagi demamnya turun, kalau tidak kamu akan saya pecat?" Hanna berjanji pada dirinya sendiri akan membantu menurunkan demam Anindya malam ini. Dia juga merasa menjadi penyebab majikan kecilnya itu demam. Dia membangunkan Anindya karena demam gadis kecil itu tidak nyenyak tidur. Hanna membantunya minum obat sirup penurun panas plus obat flu. Anindya tidur kembali. Kemudian Hanna mencari handuk kecil dan mengambil air segayung di kamar mandi. Perlahan dia mengompres kening Anindya agar demamnya lebih cepat turun. "Besok biarkan Anin istirahat di rumah dulu selama satu hari. Meskipun demamnya sudah turun. Kamu paham, kan?" "Iya, Tuan." "Saya balik ke kamar, titip Anin. Kalau ada apa-apa ketuk aja pintu kamar atau kamu telepon juga boleh." "Baik, Tuan. Selamat beristirahat. Maaf hari ini bikin masalah lagi." Bayu tidak merespon apa yang dikatakan Hanna. Dia kembali ke kamarnya. *** Esok harinya, Anindya bangun dalam keadaan sehat. Demamnya sudah turun dan sudah tidak sakit flu lagi. Dia melihat Hanna tertidur di dekatnya. Kepalanya bersandar di tepi ranjang. Gadis kecil itu tersenyum melihat Hanna. "Kak Hanna kenapa tidur di sini?" Anindya menepuk pundak Hanna sampai terbangun. Semalaman Hanna terjaga terus mengompres kening Anindya. Namun, akhirnya dia menyerah pada jam 3 pagi tertidur di kamar itu. "Non Anin sudah baikan?" Hanna memeriksa kening Anindya yang sudah tidak panas lagi. Dia juga memeriksa suhu tubuh Anindya dengan termometer untuk memastikan jika gadis kecil itu memang sudah membaik. "Alhamdulillah." Perempuan itu merasa senang karena demam Anindya sudah turun. Dia berlari menuju kamar Bayu. Mengetuk pintu kamar itu dengan keras. Sampai pemilik kamar memperlihatkan batang hidungnya. "Ada apa?" tanya pria itu dengan datar dan dingin. "Non Anin sudah sembuh, Tuan. Sudah tidak demam lagi." Dia mengembangkan senyum. "Iya sudah tahu. Tadi jam 4 saya ke kamar Anin, demamnya sudah turun." "Oh ya sudah, Tuan. Saya balik ke kamar non Anin." Tidak ada jawaban. Pemilik kamar itu masuk dan menutup pintu kamar. "Bilang makasih kek, atau apa gitu. Ini enggak malah datar dan dingin begitu. Emang aku ketemu beruang kutub apa ya?" gumam Hanna sambil berjalan menuju kamar Anindya. Perempuan itu masuk ke kamar majikan kecilnya. "Non pagi ini mandi dulu, ya. Terus sarapan. Papa Non bilang hari ini enggak usah sekolah dulu. Istirahat aja di rumah, ok?" "Asyik hari ini enggak usah sekolah. Jadi bisa main sepuasnya." Gadis kecil itu melompat-lompat di kasur. Dia merasa bahagia karena mendapat libur satu hari penuh. "Non Anin, enggak ada main seharian. Tetap harus banyak istirahat karena tadi malam demam supaya enggak panas lagi." "Yaaaaah, Kak Hanna enggak asyik." Wajah gadis itu seketika murung. Padahal dia sudah membuat rencana untuk main seharian bersama Hanna. *** Satu harian itu Anindya banyak tidur di kamarnya. Dia bangun untuk makan siang, lanjut tidur sampai sore. Malam harusnya setelah makan malam dia belajar bersama Hanna. Setelah belajar Anindya meminta izin pada Hanna untuk menggambar sebelum tidur. Gadis kecil itu asyik dengan pensil warnanya. Dia menggambar pemandangan yang ada dalam imajinasinya. "Wah, gambar Non bagus banget. Kakak enggak bisa deh bikin gambar kayak gitu." Hanan takjub melihat gambar yang dibuat Anindya. Sangat bagus dah indah. "Masa sih, Kak?" Anindya tidak percaya dengan ucapan Hanna. Dia memberikan kertas dan alat tulis. Meminta Hanna menggambar pemandangan. Hanna mulai menggambar gunung dua, dengan sawah dan sebuah gambar jalan di tengahnya. "Gambar Kakak itu aja?" Hanna mengangguk. Anindya mengambil kertas gambar Hanna. Memperhatikan gambar itu dari dekat. "Kok kayak gambar anak kecil?" Gadis kecil itu berdiri dan berteriak. "Mau aku liatin ke Mbak Santi, ah." Segera Anindya berlari meninggalkan kamar tanpa sempat ditahan oleh Hanna. Dia menyusul gadis kecil itu yang sudah berlari menuruni tanggal menuju ruang tamu. Hanna berlari mengejar Anindya. Dia malu jika gadis kecil itu menunjukkan gambarnya pada Santi. Walaupun belum tentu juga Santi akan tertawa melihat gambar Hanna. Keduanya berlari memutari meja ruang tamu, lalu mengelilingi kursi di ruang tamu hingga akhirnya Anindya menyenggol salah satu guci berukuran besar. Guci itu jatuh dan pecah. Hanna menarik lengan gadis kecil itu menjauh agar kakinya tidak terkena pecahan guci. Saat itu juga Bayu masuk melihat pecahan guci yang berserakan di lantai. "Ada apa ini?" Pria itu menatap tajam ke arah Hanna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD