Marah Terus

965 Words
Salwa bergegas menyiapkan makan siang untuk Gus Zeehan yang sejak tadi tak henti-henti mengomel. Namun, telinganya dia tulikan. Dia anggap semua ocehan itu bagai nyanyian indah yang menenangkan hati. Masalahnya, kini rumah itu bukan hanya dihuni sang suami, tapi juga sekretarisnya. Salwa merasa seperti pembantu di rumah sendiri. Danila, tanpa rasa sungkan, meminta air hangat untuk mandi setelah makan siang. Katanya, cuaca Magelang sangat dingin dan ia terbiasa berendam sebelum mandi. Yang jadi persoalan, bathtub hanya tersedia di kamar utama—kamar pribadi Salwa dan suaminya. Salwa sudah menjelaskan hal itu, tapi Danila bersikeras. Bahkan mengadu pada Gus Zeehan dengan cerita yang menyudutkannya. “Biarkan Danila memakai kamar mandimu, Salwa. Toh dia tidak akan membawa pulang bathtub. Kasihan, dia baru sampai dari perjalanan jauh dan langsung disibukkan pekerjaan,” kata Gus Zeehan enteng. Salwa enggan membantah. Dia memilih pergi dari rumah itu. Tugas sebagai istri sudah ia lakukan. Urusan Danila mau berendam atau tidak, bukan lagi tanggung jawabnya. “Tidak sopan! Apa perempuan seperti itu yang dulu membuatmu tergila-gila, Zeehan?” protes Danila kesal. “Jangan bicara sembarangan! Cepat mandi, gunakan kamar tamu,” sahut Gus Zeehan dingin. “Tapi aku butuh berendam—” rengek Danila. “Justru kamu yang tidak sopan kalau memakai kamar tuan rumah. Pakai saja water heater, jangan manja.” Danila akhirnya berlalu, sementara Gus Zeehan tetap menikmati sup ayam kampung buatan istrinya. Sepertinya, sebelum habis, dia tak akan berhenti makan. *** Sore hari, Salwa mendapat kabar dari Bu Diana: Abi Hasbi mendadak muntah-muntah usai minum obat, padahal kondisinya sempat membaik. Panik, Salwa berlari menuju rumah orang tuanya lewat pintu samping yang dibuat khusus oleh Pak Yai agar dia mudah mengunjungi Abi. “Kenapa Bapak jadi seperti ini, Bu?” tanya Salwa panik melihat Abi Hasbi kesulitan bicara. “Saya juga tak tahu, Ning. Saat makan malam tadi, beliau masih bisa bicara, kondisinya baik,” jelas Bu Diana. Pak Reno menyeka tubuh Abi dengan air hangat, lalu membantu memakaikan kemeja dan jaket agar tetap hangat. Salwa ikut membantu dengan air mata berlinang. Hatinya diliputi kecemasan. Dia takut kehilangan satu-satunya sosok ayah. “Pak Yai bilang, kalau sampai besok belum ada perubahan, Abi harus dibawa ke rumah sakit,” ucap Pak Reno. “Kenapa tidak malam ini saja?” tanya Bu Diana. “Dokter keluarga bilang masih bisa dirawat di rumah. Semoga setelah istirahat, beliau membaik,” jawab Pak Reno tenang. Salwa menatap wajah Abi yang telah terlelap. Tak tampak seperti orang sakit. Sedikit ketenangan menyelinap ke dalam hatinya. Tepat pukul 10 malam, Gus Zeehan menyuruh Salwa pulang. Katanya, ada hal penting yang ingin dibicarakan. Salwa sudah menjelaskan kondisi Abi, tapi suaminya tak peduli. Dia tetap memintanya kembali. Dengan berat hati, Salwa pulang. Kesal, karena suaminya enggan menjenguk mertuanya yang sedang sakit. Ah, mungkin dia lupa. Gus Zeehan tak pernah benar-benar menganggapnya istri. Maka Abi-nya tentu bukan dianggap sebagai mertua. “Sudah jam berapa ini, Salwa? Makan malam belum tersedia!” bentak Zeehan saat dia tiba. “Aku sudah minta Mbak Yanti menyiapkannya,” jawab Salwa pelan. “Kamu yang seharusnya menyiapkan, bukan Mbak Yanti!” Salwa menghela nafas panjang. Suaminya seperti monster—tak punya rasa belas kasih. Tanpa menjawab, dia menuju dapur. Mengeluarkan bahan-bahan makanan dari lemari es dan mulai memasak. Satu jam kemudian, meja makan sudah penuh dengan hidangan lezat. Aroma sedapnya membuat Gus Zeehan datang dengan wajah berseri. Salwa memilih menjauh. Tubuhnya lengket, belum sempat mandi, dan ia ingin segera membersihkan diri. Lalu kembali ke rumah Abi. “Tolong buatkan kopi dan coklat hangat. Kami mau lembur,” ujar Danila saat Salwa baru menaiki tangga. “Kamu punya tangan, ‘kan?!” sahut Salwa ketus. “Bukankah tugasmu disini pelayan?” sindir Danila tajam. Salwa terkekeh pelan, lalu meneruskan langkahnya, mengabaikan tatapan menyala dari perempuan itu. Meski statusnya tak dianggap, Salwa tak mau tunduk pada sekretaris suaminya. Dia tetap menantu Pak Yai dan Bu Nyai—yang selalu membelanya. “Salwa mau ambil pakaian dulu?” tanya Bu Nyai saat mendapati Salwa menangis pelan. “Tak perlu, Eyang. Besok biar Mbak Yanti bawakan,” jawab Salwa lirih. Yang penting, Abi segera dibawa ke rumah sakit. Abi Hasbi akhirnya dibawa ke rumah sakit setelah mengalami kejang hebat. Dokter keluarga tak bisa datang malam itu. Dia sedang praktek di klinik. Tak ada yang berniat memberi tahu Gus Zeehan. Bahkan Pak Reno dan Bu Diana, tangan kanan keluarga itu, memilih diam. Sesampainya di rumah sakit, Abi dibawa ke IGD, lalu dipindah ke ICU. Ia dinyatakan koma usai kejang. “Tak usah diangkat,” ucap Pak Reno ketika Bu Diana menunjukkan panggilan dari Gus Zeehan. “Aku sudah kasih tahu kondisi Abi siang tadi, tapi dia memilih tidak datang,” lanjutnya. Gus Zeehan menelepon mencari istrinya, tapi tetap tak mau menjejakkan kaki ke rumah mertuanya. “Kalau terjadi hal buruk pada Abi?” tanya Bu Diana khawatir. “Biar Abah Yai yang mengurus,” jawab Pak Reno tenang. Pak Reno dan Bu Diana memang belum dikaruniai anak. Mereka mengabdikan diri sejak muda pada orang tua Gus Zeehan, dan menganggap Zeehan seperti anak kandung. Salwa tak mau pulang. Dia ingin menunggu Abi di rumah sakit, meski wajahnya pucat dan tubuhnya mulai panas. “Salwa, pulang dulu. Istirahatlah malam ini. Besok pagi kamu kembali,” bujuk Pak Yai. “Istirahat di sini saja, Eyang. Mbak Yanti sudah membawakan selimut dan tikar,” jawabnya lemah. Pak Yai dan Bu Nyai tak memaksa. Mereka tahu gadis itu tak akan tenang sebelum melihat Abi sadar. Mereka pun kembali ke pondok. Keluarga jauh sudah mulai berdatangan untuk acara haul besok pagi. Ting! Gus Zeehan: "Salwa, aku ingin kopi. Pekerjaanku menumpuk. Sebagai istri, kamu seharusnya tidak kabur seperti ini." Air mata Salwa jatuh lagi. Dia memang istri pengganti. Tapi bukan berarti harus diperlakukan seperti pembantu. Abi-nya sedang koma. Dan suaminya hanya minta kopi, bukan menguatkan atau menunjukkan empati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD