Meskipun sangat menginginkan Drake untuk segera menikah, namun tentu saja Carlos tidak ingin cucunya itu sampai salah memilih pasangan. Terlebih sebagai sang pewaris dan belum pernah menjalin hubungan sebelumnya, Carlos ingin Drake menemukan calon istri yang tepat dengan asal usul yang jelas, bebet, bobot dan yang terpenting adalah wanita yang baik hati, bukan hanya ingin memanfaatkannya atau memiliki maksud terselubung.
"Maafkan Kakek, Drake. Kakek hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu. Kakek merasa bertanggung jawab penuh padamu. Hanya jika Kakek tahu bahwa wanita pilihanmu itu adalah wanita yang benar-benar pantas untukmu, barulah Kakek akan merasa tenang," gumam Carlos dalam hati.
Mengingat bahwa ibu Drake, yaitu anak Carlos satu-satunya telah meninggal dunia, sementara ayah Drake telah menghilang dan entah di mana saat ini, membuat Carlos merasa harus terus menjaga dan melindungi Drake sebagai orang tua yang tersisa.
***
Demi menyempurnakan sandiwaranya di depan sang kakek, dengan berat hati Alfa mengantar Gracie ke butik sebelum ia pergi ke perusahaan. Namun selama di perjalanan, Alfa terdiam, membuat suasana di dalam mobil terasa begitu menegangkan. Padahal, dulu Alfa adalah pria yang sangat ramah karena mereka sudah akrab sejak kecil. Setelah menikah, seolah-olah semuanya berubah, jarak di antara mereka semakin menjauh.
Merasa tak tahan lagi dengan kondisi itu, Gracie mencoba untuk berbicara dengan suaminya. "Kak …," ucapnya ragu.
"Iya, ada apa? Kalau ada yang mau kamu bicarakan dan itu tidak penting, lebih baik kamu urungkan saja," kata Alfa dengan nada tegas.
Gracie tersentak. "Ya, ini memang sangat penting, Kak."
Alfa pun meminta Gracie untuk melanjutkan pembicaraan. Sehingga, Gracie mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya, "Kak, apa sih yang salah dengan pernikahan kita? Kenapa kamu berubah drastis semenjak kita menikah?"
Alfa terdiam sejenak, tak menyangka dengan pertanyaan Gracie. "Maksud kamu?" tanyanya balik, seolah tak mengerti apa yang istrinya ungkapkan.
Gracie merasa bingung dengan sikap suaminya, sekaligus khawatir akan masa depan pernikahan mereka yang seakan sudah di ujung tanduk, padahal baru menikah selama beberapa hari.
"Maksud aku, sepertinya sekarang ini kamu sangat membenciku. Boro-boro mau menganggap aku ini istri kamu, kita sudah seperti orang asing. Kamu jijik sama aku, Kak? Aku tahu kalau kita menikah karena dijodohkan, tapi apa kamu tidak bisa bersikap lebih baik terhadap aku? Kenapa harus hanya berpura-pura di depan kakek atau kedua orang tua kamu?" tukas Gracie dengan sedikit emosi.
Cheat …!
Mendengar ucapan istrinya, Alfa sontak mengerem mobilnya. Gracie terkesiap, serasa jantungnya hendak copot akibat aksi mendadak suaminya itu.
"Kak, kamu apa-apaan sih?" keluh Gracie kesal.
"Sudah aku katakan, jangan membicarakan hal yang tidak penting. Jangan lupa dengan kontrak pernikahan yang sudah kamu setujui. Sekarang lebih baik kamu diam saja, aku sedang buru-buru!" Alfa menghardik.
Gracie yang merasa semakin emosi, membalas, "Apa kamu bilang, ini tidak penting? Ini penting, Alfa! Kalau kamu nikah sama aku hanya berniat untuk menyakiti hatiku, lebih baik kita tidak usah menikah!" Gracie tiba-tiba membuka pintu mobil dan keluar dengan langkah cepat.
Melihat istrinya bersikap seperti itu, Alfa panik. Ia berpikir dalam hati, "Gawat, ini tidak boleh terjadi. Semuanya bisa hancur jika dibiarkan begitu saja."
Tanpa pikir panjang, dia ikut turun dari mobil, mengejar Gracie yang sudah melangkah jauh.
"Gracie, tunggu! Aku mohon, tunggu! Dengarkan penjelasanku dulu!" Alfa menarik tangan istrinya, hingga kini mereka saling berhadapan.
Gracie tampak diam dengan raut wajah kecewa, membuat Alfa merasa bersalah.
"Aku minta maaf kalau sikapku keterlaluan, tapi aku bisa jelaskan. Ini semua hanya karena aku belum terbiasa memiliki istri. Aku merasa gugup karena awalnya kita adalah seorang sahabat, tiba-tiba kita menikah. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Tolong maafkan aku, beri aku kesempatan untuk belajar menjadi suami yang baik," pinta Alfa.
Gracie mencoba menenangkan diri, meskipun merasa sangat kesal, tetapi demi mendiang kedua orang tuanya dan juga sang kakek, akhirnya ia pun berkata, "Ya sudah, Kak, kalau memang seperti itu. Tapi ingat, aku hanya manusia biasa, aku juga punya batas kesabaran."
Alfa menatap Gracie dengan perasaan bersalah. "Iya, maafkan aku ya. Ayo, sekarang kita kembali ke mobil, aku benar-benar banyak pekerjaan sekarang dan buru-buru. Jadi, kalau untuk masalah yang itu, kita bahas nanti-nanti saja ya," ujarnya dengan rasa syukur dan lega.
Gracie mengangguk, lalu Alfa pun menuntun istrinya tersebut masuk ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanan mereka.
Dalam perjalanan tersebut, Gracie memikirkan apa yang baru saja terjadi. "Apa aku bisa benar-benar mempercayai Kak Alfa lagi? Apa aku harus terus mencoba menjadi istri yang baik dan penyabar, atau aku harus melawan ketidakadilan ini?" gumam Gracie dalam hati, berusaha menenangkan diri sekaligus mencari jawaban untuk masa depan mereka berdua.
***
Tok, tok, tok!
Saat sedang sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu. Gracie segera mempersilahkan orang tersebut masuk, mengira kalau itu adalah Dinda ataupun pegawainya yang lain. Namun, ternyata ia salah, karena yang datang adalah seseorang yang tidak ia duga sebelumnya.
"Pak Drake? Kenapa Anda datang ke sini tidak mengabari saya dulu?" tanya Gracie yang merasa sangat terkejut melihat kliennya itu. Ia pun langsung berdiri dari kursi kebesarannya dan menyambut kedatangan pria tersebut.
"Selamat pagi, Bu Gracie. Bukankah kemarin sudah saya katakan jika hari ini saya akan datang untuk melihat langsung referensi busana dari butik Anda?" jawab Pak Drake.
"Iya, Pak, saya tahu. Tapi kenapa asisten Bapak tidak mengabari asisten saya dulu?" tanya Gracie, bingung mengapa Drake datang tanpa pemberitahuan lebih lanjut.
"Menurut saya tidak perlu. Bukankah ini adalah suatu kehormatan bagi Bu Gracie, karena saya yang turun tangan langsung ke sini? Tidak perlu lewat siapapun. Atau sebenarnya, Bu Gracie ingin memberi penyambutan khusus untuk saya?" goda Drake sambil melangkahkan kakinya mendekati Gracie.
Gracie merasa sangat gugup, ia melangkah mundur hingga tubuhnya terpojok di meja. "Pak, tolong menjauh. Ini sangat tidak pantas," ujarnya.
"Kenapa? Kamu tidak lupa 'kan, dengan ucapanku waktu itu? Aku menginginkanmu," ucap Drake, membuat mata Gracie membulat.
"Pak, tolong menjauh dari saya," pinta Gracie dengan ketegangan yang semakin meningkat.
Tok, tok, tok!
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu yang membuat jantung Gracie berdebar semakin cepat.
"Pak, ada yang mengetuk pintu. Mereka pasti akan masuk ke dalam ruangan ini. Tolong menjauh dari saya," pintanya dengan nada yang mendesak.
Namun, bukannya menjauh, Drake malah merasa tertantang. Ia semakin mendekati Gracie sambil berbisik, "Tenang saja, aku sudah mengunci pintunya."
Dengan rasa terkejut yang mendalam, Gracie mencoba mendorong tubuh Drake. Namun dengan cepat Drake menarik tangan Gracie, sehingga wanita itu terjebak dalam pelukannya. Mata Gracie melotot takjub saat bertemu dengan tatapan Drake yang begitu indah, namun hatinya berontak dengan rasa ketakutan yang semakin menjadi-jadi.
Tidak bisa dipungkiri, pria di hadapannya ini sangat tampan dan sudah pasti akan membuat banyak wanita tergila-gila padanya. Namun, kenapa dia malah memilihnya dan berkata menginginkannya? Apa maksud Drake sebenarnya? Pertanyaan ini membuat Gracie semakin bingung.
"Kamu tidak akan pernah bisa menjauh dariku. Ingat, sejak malam itu kamu adalah milikku. Kamu juga sudah menikmati permainanku 'kan, malam itu? Aku bisa memberikannya lagi," ucap Drake tanpa rasa malu.
Gracie merasa geram mendengar ucapan yang keluar dari mulut Drake, namun ia mencoba untuk tetap tenang. "Apa kamu ingin saya mengatakan hal yang jujur tentang malam itu?" tantangnya.
Drake tampak penasaran. "Mengatakan soal apa?" ujarnya.
"Lepaskan saya dulu, baru saya akan mengatakannya." Gracie memberi syarat dan berharap Drake mau melepaskannya.
Rasa penasaran tampaknya mengalahkan keegoisannya. Akhirnya, Drake melepaskan Gracie, bahkan membantunya berdiri tegak. "Ingat, jangan coba-coba membohongiku," tukasnya dengan nada mengancam.
Dengan keberanian yang tersisa, Gracie segera mengatakan sesuatu yang membuat Drake tersentak. Namun bukannya marah, dia malah semakin merasa tertantang mendengar ucapan itu.
Bersambung …