"H-haha ... HAHAHAHA!!"
Alika mencelat, saking kaget nya gadis itu sampai hampir terjengkang. Alika menatap horor kearah Arlan yang tiba-tiba tertawa menggelegar di depannya. Bos nya ini masih waras, kan?
"Apa tadi kata kamu? Saya khawatir sama kamu? Sampai bumi kotak pun itu mustahil!" Semprot Arlan menatap nyalang Alika.
Alika mendengus tanpa suara. "Yaudah dong Pak kalau salah biasa aja, gak usah ngegas!"
"Siapa yang ngegas? Saya biasa aja kok!" Arlan lalu sok sibuk dengan komputernya. "Sudah jangan ngomong lagi, mendingan kamu selesaikan pekerjaan kamu itu!' Titahnya mulai kembali diktaktor lagi.
Alika mendengus, hanya bisa menyerapah dalam hati sembari melangkah ke meja kursinya. Lama-lama tekanan batin dirinya kalau setiap hari berhadapan dengan orang macam Arlan.
Alika dan Arlan selanjutnya sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hanya suara denting jarum jam yang terdengar di ruangan itu. Alika diam-diam melirik Arlan, lelaki itu tampak serius menyelesaikan pekerjaannya tanpa memperhatikan sekitar.
Kayaknya nih orang kalemnya pas lagi kerja doang. Batin Alika memindai tanpa sadar.
Drrrt ... Drrrt ....
Alika tersentak, dengan cepat menyabet HP nya untuk melihat siapa yang meneleponnya. Dan seketika senyum manisnya mengembang tertahan saat melihat Aldo yang sedang meneleponnya.
"Halo?"
Arlan spontan menghentikan aktivitasnya, diam-diam melirik kearah Alika.
"Kamu masih kerja?"
"Iya, kenapa?"
"Yah .. padahal aku mau ngajakin kamu nonton, kebetulan aku dapet tiket dari temen."
Alika spontan melebarkan matanya, yang tentu tidak lepas dari tatapan Arlan.
"A-ah bisa, bisa kok!" Alika berdiri dari duduknya.
"Loh katanya masih kerja?" Suara Aldo terdengar bingung.
Alika membasahi bibirnya, meneguk ludah pelan. "Y-ya gak papa, aku bisa ijin Bos aku." Arlan yang mendengarnya spontan menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya, bersedekap dengan wajah datar.
"Beneran?" Tanya Aldo memastikan.
Alika mengangguk antusias, akibat bucin otaknya mendadak g****k, Aldo mana lihat juga dirinya ngangguk. "Iya."
"Ok kalau begitu, see u."
Sambungan terputus, Alika saking excited nya sampai memukul-mukul gemas pahanya. Pokoknya Alika sedang masa bucin akud.
Namun tak lama gadis itu berdiri tegak, ia mengibaskan rambutnya dan menyelipkannya ke belakang telinga. Dengan gaya anggun Alika berjalan kearah Arlan.
Dibalas Arlan dengan satu alis terangkat.
"Pak .. " panggil Alika mendayu-dayu sengaja pakai nada Putri Ayu khas keraton.
"Kenapa?" Tanya Arlan pura-pura tak tau niat busuk gadis ini.
Alika tersenyum sangat manis sampai-sampai pasti bisa membuat semut yang melintas gumoh. "Saya boleh ijin gak?"
"Gak."
Alika mendelik. "Bapak gak tanya alasan saya dulu?"
"Gak."
"Tapi Pak--"
"Gak."
"Saya bahkan belum--"
"Gak."
Alika meremat jemarinya sampai buku jarinya memutih, sumpah! Pengen banget ia mutilasi Arlan. Alika menarik napas dalam, menatap kembali kearah Arlan, kurang ajar nya lelaki itu malah melanjutkan pekerjaannya seolah tak punya dosa sedikitpun.
"Pak--"
"Gak."
Alika menggeram, bahkan ia belum ngomong loh astaga??!!!
"Saya juga gak butuh ijin Bapak, saya pergi!" Ketus Alika dengan kepala mengepul, mengambil tasnya dengan emosi dan berjalan keluar dengan tak santai.
"Satu langkah kaki kamu di luar, saya pastikan kamu akan kena biaya penalti kontrak kita!" Tegas Arlan dengan rahang mengetat.
Alika terpaku, mematung syok di posisi nya. Gadis berwajah imut itu menatap sangar Arlan, kali ini sepertinya Alika benar-benar habis kesabaran.
"Bapak sadar kalau Bapak sudah keterlaluan?"
"Saya keterlaluan kata kamu?" Arlan tersenyum miring menatap Alika, tatapan tajam yang Arlan lemparkan cukup membuat nyali Alika menciut. "Kamu mau ijin cuma buat kencan, sekarang saya tanya balik. Disini saya sebagai Bos apakah salah melarang kamu? Harusnya kamu sebagai karyawan juga tau diri, paham mana tanggung jawab yang harus diutamakan!" Tandas Arlan mengakhiri ultimatumnya.
Wajah Alika yang tadinya sangar perlahan mengendor, gadis itu membasahi bibirnya perlahan. Entah kenapa ucapan Arlan menancap di dadanya.
Arlan sudah tak bersuara, lelaki itu menunduk melanjutkan pekerjaannya seperti biasa. Tapi bedanya raut wajah Arlan tidak bersahabat sama sekali.
Alika masih terdiam di posisi nya, tapi tak lama gadis itu berjalan kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaannya dalam diam.
Arlan yang diam-diam mengamati Alika memejamkan matanya sesaat, bernapas lega.
***
Begitu jam pulang kantor hujan tiba-tiba turun deras bahkan disertai petir yang menggelegar. Alika yang sedang duduk di lobi menghela napas berat. Bahkan cuaca pun tau suasana hatinya sekarang sedang sangat buruk.
Alika menunduk, raut wajahnya berubah sendu saat melihat chatt nya cuma di read oleh Aldo. Pasti lelaki itu kecewa berat kepadanya.
"Kayaknya aku harus beliin sesuatu buat Aldo, aku harus bisa bujuk dia!" Serunya menggebu dengan semangat.
Bertepatan dengan Arlan yang berhenti di depannya. Alika jelas melongo melihat lelaki yang menjulang tinggi di depannya ini, ada masalah apalagi ini? Kalau ada Arlan pasti ada masalah.
"Berdiri!"
Alika membuang muka, malas meladeni perintah aneh Arlan.
"Berdiri Alika!" Tegas Arlan membuat Alika langsung berdiri karena malu dilihat semua orang.
"Ada apalagi sih Pak? Bapak itu gak tenang ya kalau gak ngajak ribut saya sehari?!"
Arlan justru menarik tangan Alika membuat gadis itu reflek meronta-ronta minta dilepaskan. "Pak--"
"Masuk!" Titah Arlan setelah sampai di depan mobil.
Alika mengerjap, heran dan bingung.
"Sedang hujan, saya akan antar kamu sampai rumah." Ujar Arlan dengan intonasi suara lebih lembut.
Alika makin mematung, syok dan bingung harus bagaimana.
"Kamu mau sampai kapan berdiri terus? Cepat masuk!" Arlan mulai gregetan, membuat Alika seolah terhipnotis dan patuh masuk. Arlan mengangguk puas sebelum ikut masuk ke dalam mobil.
Alika masih bingung dengan keadaan yang terjadi, sibuk mencerna keadaan aneh seperti ini. Apakah Bos otoriternya ini habis kepentok kepalanya? Sumpah kelakuan Arlan sangat aneh sampai membuat Alika bergidik.
"Jalan!" Titah Arlan pada supirnya dan mobil pun melaju.
Dengan masih meninggalkan tanda tanya besar di benak Alika. Sebenarnya ada apa dengan lelaki ini?
***
Arlan mengamati rumah Alika sejenak, lalu melepas seatbelt nya dan keluar mobil. Yang tak ayal membuat Alika mendelik.
"Makasih sudah antar saya, tapi Bapak ngapain ikut turun?" Todongnya.
Wajah Arlan berubah masam mendengar nada tak enak Alika. "Terserah saya dong!"
Alika mendengus, karena sudah malas meladeni ia memilih melenggang pergi saja. Toh berdebat sama makhluk sejenis Arlan benar-benar gak ada faedahnya.
Alika berjalan.
Arlan ngintilin.
Alika berhenti.
Arlan ikut berhenti.
Alika mengernyit, tapi kembali melanjutkan jalannya.
Dan Arlan masih membuntut di belakangnya.
"Bapak ngapain sih? Bapak ngikutin saya?!" Deliknya bersedekap.
Arlan mengangguk. "Saya haus, setidaknya kasih saya minum." Ucap Arlan terlampau enteng hampir tanpa beban. Btw hujan sudah reda disana.
"Ck!"
"Kamu pelit banget sih, saya cuma minta minum doang kok!" Sinis Arlan judes. Udah minta tapi maksa, cuma Arlan orangnya.
"Iya-iya! Yaudah ayo masuk!" Alika dengan wajah tertekuk berjalan masuk ke rumahnya. Arlan di belakang diam-diam menahan senyuman senangnya.
"Loh Alika ini siapa?"
Seorang perempuan paruh baya yang membukakan pintu langsung menatap kearah Arlan yang memang mencolok. Arlan tersenyum, dengan sopan menyalimi tangan Ibu Alika.
"Perkenalkan Tante, saya Arlan Bos Alika." Ujar Arlan sangat santun, sontak membuat Alika berkomuk wajah aneh melihatnya.
Rosa, wanita paruh baya yang masih tampak sangat muda itu langsung tersenyum lebar. "Ya ampun Alika kok gak pernah ngomong sih punya Bos seganteng kamu." Ujar Rosa melanjarkan jurus cari mantu.
Arlan langsung tersenyum malu-malu, membuat Alika melompong tak percaya.
"Ayo masuk!" Ujar Rosa dengan semangat menarik tangan Arlan untuk masuk. Yang tak ayal membuat Alika mendelik tak percaya.
Baru juga kenal tapi kenapa mereka sudah akrab banget(?)
"Loh Arlan." Ujar Bryan yang ternyata sedang santai menonton TV, Arlan mengangguk sopan dan menyaliminya. Sama persis modusnya kayak sama Rosa tadi. Alika jadi curiga kalau Arlan punya niat terselubung.
"Mah bikinin minuman ya." Pesan Bryan pada istrinya diacungi jempol Rosa.
"Sip!" Lalu Rosa melenggang ke dapur.
Sedangkan Arlan dan Bryan sudah sibuk dengan dunia laki-laki.
Alika dikacangin??!
HELLOW! Ini kenapa dirinya jadi kayak manusia transparan deh!
"Pah!" Pekiknya emosi.
Bryan tersentak, menoleh kearah Alika yang wajahnya sudah masam tak karuan. "Kamu kenapa? Sana naik ke kamar!"
What the--?
"Oke aku naik ke kamar, bye!" Ketus Alika melangkah besar-besar pergi.
"Alika!" Panggil Papah nya lagi.
"Apa manggil-manggil, tadi aja nyuruh aku ke kamar!" Ketusnya ngambek.
Bryan tersenyum geli, "kamu salah jalan, kamar kamu disana." Tunjuk Bryan pada arah kamar Alika.
Membuat Alika ingin lenyap saat itu juga.
***
"Bapak kok gak pulang-pulang sih?!'
"Heh Alika! Gak boleh gitu!" Tegur Ibunya. Alika mencebik.
Arlan diam-diam tersenyum geli, memang sengaja sih ia pengen berlama-lama disini. Biar bisa lihat ekspresi kesal Alika.
Rasanya mengerjai Alika sudah menjadi kesukaannya sekarang.
"Jadi kamu tadi yang antar Alika?" Tanya Bryan. Arlan mengangguk kecil. "Kalau untuk seterusnya Om minta tolong kamu yang antar jemput Alika boleh?"
Alika tercengang, reflek membuka mulut menyela. "Pah--"
"Boleh kok Om, saya gak keberatan." Potong Arlan ramah.
Alika makin megap-megap kayak ikan cupang.
"Terimakasih Nak, saya sekarang jadi lega kalau kamu yang antar jemput Alika." Bryan tersenyum tulus.
"Apaan sih Pah, kan udah ada Aldo yang antar jemput aku!" Seru Alika komplen.
Bryan langsung menghela napas berat. "Kamu jangan keseringan sama Aldo, kamu itu cuma cinta bertepuk sebelah tangan. Papah gak mau kamu makin berharap sama dia."
Alika menatap Bryan marah. "Papah jahat banget, Papah tuh gak tau apa-apa!" Pekik Alika lalu melenggang pergi dengan emosi. Arlan menatap tak terbaca kearah Alika.
"Eh gara-gara keseruan ngobrol sampai lupa waktu, udah mau gelap kamu cepat pulang ya."
Arlan spontan melirik jam nya. "Iya Om, kalau begitu saya pamit." Arlan menunduk sopan.
"Ar!" Panggil Bryan saat Arlan sampai di depan pintu, Arlan menoleh menatap bingung Bryan. "Maafin Alika ya, dia memang kadang kekanak-kanakan tapi aslinya dia baik kok." Bryan menatap bersalah Arlan.
Arlan membalasnya dengan senyuman lembut. "Gak papa kok Om, saya bisa maklum."
Dan Bryan makin kagum pada lelaki ini. Pokoknya harus ia jadikan mantu!
***
Drrrt ... Drrrt ...
Arlan mengernyit melihat nomor Ayahnya yang sedang meneleponnya.
"Kenapa Yah?"
"Kamu dimana?"
"Di jalan mau pulang."
"Kalau begitu tolong beliin bakso ya."
Arlan spontan mengernyih aneh. "Beli sendiri."
"Dasar anak kurang ajar, beliin pokoknya!"
"Ck buat apa sih? Ayah ngidam?"
"Mulut kamu ya, ini Ibu kamu rewel minta bakso."
Arlan sontak mendengus, dasar suami bucin.
"Iya aku beliin." Putus Arlan akhirnya.
"Makasih."
Tut.
Udah selesai, percakapan Ayah dan anak laki-laki memang sesimpel itu. Beda cerita kalau Ibu dan anak perempuan pasti bakal ghibah ngalor ngidul gak ada habisnya.
"Pak cari penjual bakso ya." Pesan Arlan pada supirnya.
"Baik Pak."
Arlan menatap keluar jendela selagi dalam perjalanan, tak butuh waktu lama mereka sudah sampai karena kebetulan ada warung bakso di pinggir jalan. Arlan memang terlahir dari keluarga konglomerat tapi bukan berarti Arlan bersifat sombong, ia sudah terbiasa makan di pinggir jalan.
"Pak baksonya satu."
Setelah penjual mengangguk Arlan memilih menunggu di luar sembari mengamati jalanan yang tampak lengang, dan alis tebalnya seketika mengerut tinggi saat melihat siluet seseorang yang dikenalnya.
Arlan tanpa sadar berdiri tegak, makin memfokuskan arah pandangnya. Ia yakin kalau penglihatannya benar, disana terlihat dua pasangan sedang berpelukan mesra.
"Itu kan cowok yang disukai Alika." Gumam Arlan speechless.